Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencium adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana haji. Kecurigaan PPATK terhadap penyimpangan pengelolaan dana haji tersebut, ungkapnya, terlihat dari naiknya ongkos haji setiap tahunnya.
Pernyataan PPATK itu pun disesalkan Kementerian Agama. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag Anggito Abimanyu menilai pernyataan PPATK dapat mengganggu kepercayaan publik yang akan melakukan ibadah haji.
"Kami menyambut setiap temuan, kritikan dan masukan dari berbagai pihak, termasuk PPATK dalam rangka perbaikan penyelenggaraan ibadah haji ke depan yang lebih baik," kata Anggito di Kementerian Agama, Kamis (3/1/2013).
Mengenai adanya kejanggalan, Anggito menilai pihaknya perlu menjelaskan bahwa hal tersebut masih perlu kajian lebih mendalam. "Kami berharap agar PPATK dapat bekerja sama dengan kementerian Agama, khususnya DJPHU," ujarnya.
Dalam konferensi pers ini, Anggito didampingi Direktur Pelayanan Haji Sri Ilham Lubis, Direktur Pembinaan Haji Ahmad Kartono, Direktur Pengelolaan Dana Haji Mahya Bandar dan Setditjen PHU Cepi Supriatna.
Mengenai bunga dana penyelenggaraan haji yang mencapai Rp 2,3 triliun, Anggito mengakuinya. Menurutnya, nilai manfaat itu digunakan untuk mengurangi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) seperti untuk biaya pemondokan Mekkah, Madinah, Jeddah, pelayanan umum di Saudi Arabia, katering, dan transportasi di Arab Saudi, dan biaya indirect seperti pengurusan paspor, pelayanan embarkasi, bimbingan, buku manasik, asuransi, operasional haji dalam dan luar negeri lainnya.
"Ketentuan mengenai hal ini telah terkandung dalam Peraturan Menteri Agama nomor 160 tahun 2012 mengenai sumber pembiayaan dan komponen BPIH regular," ujarnya.
Menurut Anggito, nilai manfaat itu tidak dapat dimanfaatkan membeli perumahan di Mekkah atau Madinah. Karena pemerintah Saudi tidak memperbolehkan adanya kepemilikan asing pada aset/properti mereka seperti perumahan. "Yang dapat dilakukan adalah melakukan penyewaan perumahan jangka panjang, dan pada saat ini kita sedang menjajagi hal tersebut," jelasnya.
Anggito menjelaskan, saat ini jarak pemondokan Mekkah dari dan ke Masjidil Haram sudah semakin dekat dibanding tahun sebelumnya. Yakni hanya 2,5 kilometer, dibanding pada 2008 yang mencapai 11 kilometer.
Anggito juga menjawab mengenai tudingan adanya penyimpangan terkait penukaran valuta asing. Menurutnya, penukaran valuta asing dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan living cost selama di Arab Saudi, khususnya di Mekkah. "Pengadaan valuta asing tersebut dilakukan oleh BPS devisa dengan metoda pelelangan terbatas dengan prinsip efisiensi dan beban jemaah," jelasnya.
Anggito pun meminta kepada PPATK menyebut oknum Kemenag yang melakukan penyimpangan dalam pengadaan valas. "Kami meminta PPATK untuk menjelaskan oknum atau orang kemenag yang diduga terlibat dalam pengadaan valas dimaksud," ujarnya.
Selain itu, mengenai adanya tudingan adanya uang yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan haji namun dipakai untuk merehabilitasi kantor, menurut Anggito hal tersebut sudah sesuai persetujuan DPR.
"Pengadaan dana untuk rehabilitasi kantor dan membeli kendaraan operasional dilakukan pada tahun 2009 dan 2011 dengan sumber dana dari BPIH atas persetujuan DPR. Pembiayaan ini dilakukan dengan alasan dana APBN tahun bersangkutan tidak mencukupi sementara terdapat kebutuhan operasional di Arab Saudi yang sangat mendesak. Mulai tahun 2012 pembiayaan tersebut telah dialihkan dengan sumber dana dari APBN DIPA Kementrian Agama," jelasnya.
Lalu mengenai sorotan KPK terkait pemilihan bank untuk penyimpanan ONH, Anggito menjelaskan, pada prinsipnya pemilihan bank penyimpan setoran awal dan lunas dilakukan jamaah sendiri.
"Setelah proses tersebut, dana disetorkan ke rekening Menteri Agama di bank tersebut. DJPHU tidak melakukan intervensi terhadap pemilihan bank BPS, namun demikian proses memperoleh nilai manfaat (pemindahan dari rekening Giro ke Deposito) di Bank yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan LPS, maksimisasi return dan praktek perbankan yang lazim," jelasnya.
"DJPHU berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Apabila ditemukan pejabat dan staf yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang haji, kami tidak segan untuk melakukan tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku," tutup Anggito. (Ant/Ary)
Pernyataan PPATK itu pun disesalkan Kementerian Agama. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag Anggito Abimanyu menilai pernyataan PPATK dapat mengganggu kepercayaan publik yang akan melakukan ibadah haji.
"Kami menyambut setiap temuan, kritikan dan masukan dari berbagai pihak, termasuk PPATK dalam rangka perbaikan penyelenggaraan ibadah haji ke depan yang lebih baik," kata Anggito di Kementerian Agama, Kamis (3/1/2013).
Mengenai adanya kejanggalan, Anggito menilai pihaknya perlu menjelaskan bahwa hal tersebut masih perlu kajian lebih mendalam. "Kami berharap agar PPATK dapat bekerja sama dengan kementerian Agama, khususnya DJPHU," ujarnya.
Dalam konferensi pers ini, Anggito didampingi Direktur Pelayanan Haji Sri Ilham Lubis, Direktur Pembinaan Haji Ahmad Kartono, Direktur Pengelolaan Dana Haji Mahya Bandar dan Setditjen PHU Cepi Supriatna.
Mengenai bunga dana penyelenggaraan haji yang mencapai Rp 2,3 triliun, Anggito mengakuinya. Menurutnya, nilai manfaat itu digunakan untuk mengurangi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) seperti untuk biaya pemondokan Mekkah, Madinah, Jeddah, pelayanan umum di Saudi Arabia, katering, dan transportasi di Arab Saudi, dan biaya indirect seperti pengurusan paspor, pelayanan embarkasi, bimbingan, buku manasik, asuransi, operasional haji dalam dan luar negeri lainnya.
"Ketentuan mengenai hal ini telah terkandung dalam Peraturan Menteri Agama nomor 160 tahun 2012 mengenai sumber pembiayaan dan komponen BPIH regular," ujarnya.
Menurut Anggito, nilai manfaat itu tidak dapat dimanfaatkan membeli perumahan di Mekkah atau Madinah. Karena pemerintah Saudi tidak memperbolehkan adanya kepemilikan asing pada aset/properti mereka seperti perumahan. "Yang dapat dilakukan adalah melakukan penyewaan perumahan jangka panjang, dan pada saat ini kita sedang menjajagi hal tersebut," jelasnya.
Anggito menjelaskan, saat ini jarak pemondokan Mekkah dari dan ke Masjidil Haram sudah semakin dekat dibanding tahun sebelumnya. Yakni hanya 2,5 kilometer, dibanding pada 2008 yang mencapai 11 kilometer.
Anggito juga menjawab mengenai tudingan adanya penyimpangan terkait penukaran valuta asing. Menurutnya, penukaran valuta asing dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan living cost selama di Arab Saudi, khususnya di Mekkah. "Pengadaan valuta asing tersebut dilakukan oleh BPS devisa dengan metoda pelelangan terbatas dengan prinsip efisiensi dan beban jemaah," jelasnya.
Anggito pun meminta kepada PPATK menyebut oknum Kemenag yang melakukan penyimpangan dalam pengadaan valas. "Kami meminta PPATK untuk menjelaskan oknum atau orang kemenag yang diduga terlibat dalam pengadaan valas dimaksud," ujarnya.
Selain itu, mengenai adanya tudingan adanya uang yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan haji namun dipakai untuk merehabilitasi kantor, menurut Anggito hal tersebut sudah sesuai persetujuan DPR.
"Pengadaan dana untuk rehabilitasi kantor dan membeli kendaraan operasional dilakukan pada tahun 2009 dan 2011 dengan sumber dana dari BPIH atas persetujuan DPR. Pembiayaan ini dilakukan dengan alasan dana APBN tahun bersangkutan tidak mencukupi sementara terdapat kebutuhan operasional di Arab Saudi yang sangat mendesak. Mulai tahun 2012 pembiayaan tersebut telah dialihkan dengan sumber dana dari APBN DIPA Kementrian Agama," jelasnya.
Lalu mengenai sorotan KPK terkait pemilihan bank untuk penyimpanan ONH, Anggito menjelaskan, pada prinsipnya pemilihan bank penyimpan setoran awal dan lunas dilakukan jamaah sendiri.
"Setelah proses tersebut, dana disetorkan ke rekening Menteri Agama di bank tersebut. DJPHU tidak melakukan intervensi terhadap pemilihan bank BPS, namun demikian proses memperoleh nilai manfaat (pemindahan dari rekening Giro ke Deposito) di Bank yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan LPS, maksimisasi return dan praktek perbankan yang lazim," jelasnya.
"DJPHU berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Apabila ditemukan pejabat dan staf yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang haji, kami tidak segan untuk melakukan tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku," tutup Anggito. (Ant/Ary)