Akhirnya, Indonesia-Singapura Tandatangani Perjanjian Ekstradisi Setelah 24 Tahun

Indonesia dan Singapura mencatatkan sejarah melalui penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Jan 2022, 19:57 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2022, 19:57 WIB
FOTO: Keakraban Presiden Jokowi dan PM Singapura Usai Pertemuan Bilateral
Presiden Joko Widodo (tengah kanan) dan PM Singapura Lee Hsien Loong (tengah kiri) saat melakukan pertemuan di The Shancaya Resort Bintan, Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). (Laily Rachev/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia dan Singapura mencatatkan sejarah melalui penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

Adapun perjanjian ini akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998.

"Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dalam keterangannya.

Yasonna menjelaskan, perjanjian ekstradisi ini memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

"Selain masa rektroaktif, perjanjian ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal ini untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya," kata dia.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini akhirnya ditandatangani setelah diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998.

Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi ini berjumlah 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

"Indonesia juga berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati perjanjian ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk, dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan," kata Yasonna.

"Perjanjian ekstradisi ini memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua negara," kata dia.

Yasonna menjelaskan, ruang lingkup perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kedua negara sepakat melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

 

Persempit Ruang Gerak Pidana

Selain itu, perjanjian ekstradisi ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.

Yasonna meyakini, dengan perjanjian ektradisi ini, maka koruptor hingga bandar narkoba tak lagi bisa bersembunyi di Singapura.

"Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," kata Yasonna.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya