Ekstradisi RI-Singapura, MAKI Minta Singapura Langsung Pulangkan Buron

MAKI berharap RI-Singapura terus bekerja sama dalam penegakan hukum.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 26 Jan 2022, 09:18 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2022, 09:05 WIB
FOTO: Keakraban Presiden Jokowi dan PM Singapura Usai Pertemuan Bilateral
Presiden Joko Widodo (tengah kanan) dan PM Singapura Lee Hsien Loong (tengah kiri) saat melakukan pertemuan di The Shancaya Resort Bintan, Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). (Laily Rachev/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengapresiasi langkah maju penegakan hukum tersebut.

"MAKI beri apresiasi dan ucapan selamat atas pengesahan perjanjian ektradisi RI- Singapura. Berharap tidak hanya terbatas hitam diatas putih," kata Boyamin saat dikonfirmasi, Rabu (26/1/2022).

Boyamin meminta agar buronan di Singapura bisa langsung dipulangkan ke Indonesia untuk diadili. "Ke depannya benar dilaksanakan tahun ini Singapura memulangkan buron satu atau dua orang ke Indonesia. Ini sudah kita tunggu-tunggu, seperti pungguk merindukan bulan karena perjuangan sudah hampir 50 tahun," kata dia.

Ia juga berharap RI-Singapura terus bekerja sama dalam penegakan hukum. "Sekali lagi Selamat atas kedua pemerintah yang telah berhasil membuat perjanjian demi kehidupan bertetangga yang baik dan saling menghormati serta saling mendukung demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan," pungkas dia.

Sebelumnya, Yasonna menyebut perjanjian ektradisi ini bertujuan mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Berlaku Retroaktif

Yasonna menjelaskan, perjanjian ekstradisi ini memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

"Selain masa rektroaktif, perjanjian ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal ini untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya," ujar Yasonna usai meneken perjanjian tersebut, Selasa (25/1/2022).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya