DPR: Penggunaan E-Voting Pemilu Harus Dikaji, Rawan Praktik Manipulasi

Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menilai usulan penerapan sistem e-voting dalam Pemilu 2024 harus dikaji secara matang. Di matanya, sistem ini rawan manipulasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Apr 2022, 14:57 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2022, 14:57 WIB
doli kurnia
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menilai usulan penerapan sistem e-voting dalam Pemilu 2024 harus dikaji secara matang. Di matanya, sistem ini rawan manipulasi.

"Ini yang sebetulnya harus kita kaji bersama-sama. Kalau e-voting menurut saya kita harus hati-hati betul karena juga di beberapa negara berkembang, e-voting ini juga sudah mulai terkoreksi karena juga rawan praktik manipulasi karena banyaknya hacker dan sebagainya," kata Doli kepada wartawan, Selasa (5/4).

Doli berpendapat, e-voting bukan alat utama untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang baik. Terlebuh, e-voting juga banyak dipergunakan untuk penyimpangan.

"Dulu kita pernah menggunakan e-recap, mungkin e-recap itu yang perlu kita sekarang evaluasi apa kekurangannya, mungkin itu dulu yang bisa kita lakukan atau tahapan yang bisa kita lakukann menggunakan sistem elektronisasi atau ada tahapan yang lain sebelum kita membahas secara detail tentang e-voting," tuturnya.

Waketum Golkar ini merasa skeptis jika pemilu 2024 menggunakan sistem e-voting. Menurutnya, masih banyak sistem lain yang lebih aman ketimbang e-voting.

"Jadi kalau saya itu skeptis terhadap e-voting itu karena mungkin masih ada sistem yang lain untuk voting yang lebih aman yang lebih bisa dipertanggungjawabkan untuk menghasilkan betul-betul suara rakyat itu lah yang menjadi hasil akhir pemilu," ujar Doli.

Digitalisasi Pemilu

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menilai, penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi momentum untuk menghasilkan pemimpin masa depan dengan komitmen digitalisasi Indonesia. Menurutnya, digitalisasi Pemilu sangat mungkin dilakukan karena sudah banyak negara sudah mulai menerapkan e-voting.

"Pengadopsian teknologi digital dalam giat Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik yang legitimate baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu," ungkapnya, Rabu (23/3).

Johnny mencontohkan negara Baltik di Eropa Utara, Estonia yang menjadi negara terdepan di dunia karena keberhasilan mengadopsi pemungutan suara secara digital.

"Melalui pemungutan suara online yang bebas, adil dan aman, serta melalui sistem e-vote atau internet voting. Estonia telah melaksanakannya sejak tahun 2005 dan ini telah memiliki sistem pemilihan umum digital di tingkat kota, negara dan di tingkat Uni Eropa yang telah digunakan oleh 46,7% penduduk. Jadi bukan baru, termasuk KPU ini sudah lama juga menyiapkannya," jelasnya.

Johnny menyatakan, digitalisasi tahapan pemilu juga tengah berlangsung di India. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum negara dengan populasi penduduk kedua terbesar di dunia itu bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi tengah mengembangkan teknologi blokchain.

"Saat ini India is now using it! India sedang menggunakan blockchain untuk mendukung voting jarak jauh dalam pemilihan umum (televoting). Diharapkan dapat direalisasi dalam pemilihan umum India tahun 2024 mendatang, sama seperti kita. Jadi kalau kita melakukan benchmark dan studi tukar informasi dan pengetahuan, serta pengalaman bisa dilakukan bersama mereka," ungkapnya.

Sumber: Muhammad Genantan Saputra / Merdeka.com

Infografis

Infografis Peta Pendukung dan Penolak Usulan Penundaan Pemilu 2024 di Parlemen. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Peta Pendukung dan Penolak Usulan Penundaan Pemilu 2024 di Parlemen. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya