Benarkah Harita Lakukan Pencemaran Laut di Pulau Obi? Ini Faktanya

Harita Nickel dituding lakukan pencemaran laut di Pulau Obi, dan isu ini sudah menuai kecaman dari sekelompok pihak. Cek fakta dan kebenarannya di sini!

oleh stella maris pada 30 Jan 2023, 19:00 WIB
Diperbarui 31 Jan 2023, 08:18 WIB
Harita Nickel
Nelayan di area perairan Obi, dekat dengan pabrik pengolahan nikel Harita Nickel/Istimewa.

Liputan6.com, Jakarta Ikhtiar untuk menggairahkan sektor industri kendaraan listrik di dalam negeri turut mengangkat popularitas daerah penghasil nikel, karena nikel merupakan salah satu bahan baku baterai untuk kendaraan listrik.  Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara menjadi salah satu daerah penghasil nikel. Namun, belakangan diterpa isu pencemaran laut yang diduga akibat kegiatan pertambangan dan hilirisasi oleh Harita Nickel.

Harita Nickel dituding melakukan pencemaran laut di Pulau Obi akibat limbah tambang yang terbuang ke laut. Saat kami konfirmasi, pihak perusahaan menyampaikan, selalu melaksanakan kegiatan pertambangan dengan berpedoman pada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sejak mulai beroperasi di Pulau Obi pada 2010.

Melalui dua Izin Usaha Pertambangan (IUP), Harita Nickel mulai lakukan penambangan di wilayah seluas 5.523 ha di Pulau Obi sejak 2010. Sebelum Harita Nickel beroperasi, daerah ini sudah menjadi lahan terbuka karena penebangan kayu di masa lalu.  Area operasionalnya pun berada pada tanah laterit berwarna merah pada umumnya, sehingga tanpa ada aktivitas penambangan pun tanahnya berwarna coklat kemerahan saat terkena hujan dan berpotensi membawa kekeruhan, baik di area hilir maupun laut. 

“Jadi sebelum melakukan pembukaan lahan, kami lakukan baseline studies, seperti identifikasi  flora dan fauna, serta kajian ekologi di area perairan darat maupun laut. Tujuannya untuk mengidentifikasi rona awal, sehingga ada mitigasi lingkungan saat kegiatan operasional berlangsung, sekaligus upaya konservasi keanekaragaman hayati terhadap flora dan fauna, serta menjaga kondisi ekologi perairan di darat hingga Laut,” ujar Tonny Gultom, selaku Direktur HSE Trimegah Bangun Persada, perusahaan pemegang amanat Proyek Strategis Nasional di Site Obi.  

Dalam melakukan kegiatan penambangan, Harita Nickel menggunakan mekanisme kupasan mendatar atau disebut sebagai metode open cast. Dengan demikian, pengerukan tanah dalam kegiatan penambangan cukup dangkal, rata-rata sekitar 10-20 meter.

”Metode penambangan kami berbeda  dibanding penambangan bijih mineral lainnya, seperti emas dan tembaga. Penambangan nikel umumnya di tanah laterit yang porositasnya rendah, sehingga vegetasi naturalnya tidak rapat dan top soil yang mengandung unsur haranya tipis. Oleh karenanya, reklamasi lahan bekas tambang dilakukan segera tanpa menunggu tambang selesai operasi untuk menghijaukan area bekas tambang dan mengurangi erosi,” tambah Tonny.

Dari tahap awal hingga masa pengoperasian, partisipasi aktif atau keterlibatan masyarakat juga dilakukan, termasuk penyampaian manfaat positif dalam hal sosial, ekonomi, dan lingkungan.

“Kami selalu melaksanakan kewajiban dengan baik. Kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan rutin dilakukan dan laporkan setiap 6 bulan sekali ke LHK dan ESDM. Mereka juga verifikasi langsung kondisi di lapangan,” kata Tonny.

Harita Nickel
Kolam penampung sedimen Harita Nickel agar lingkungan tetap terjaga/Istimewa.

Pengelolaan air (water management) juga menjadi perhatian khusus Harita dalam pelaksanaan kegiatan tambang nikel di Pulau Obi, antara lain pembuatan kolam penampung sedimen atau Sediment Treatment Pond (STP) yang diterapkan dengan izin pemerintah. Manfaat kolam adalah mengelola air limpasan tambang dari hujan agar tidak berdampak ke lingkungan setempat. Untuk diketahui, air limpasan tambang nikel tidak asam, berbeda dengan tambang emas dan batubara. 

“Kita buat Sediment Treatment Pond (STP), kolam penampung sedimen atau lumpur. Lumpur nikel tidak bisa disaring, tapi prinsipnya energinya dikurangi. Salah satunya dengan metode zig-zag. Jadi lumpur yang terbawa air hujan terendapkan di kolam sedimen. Hasil pemantauan air limpasan tambang juga rutin dilaporkan ke LHK setiap 3 bulan,” ujar Tonny.

Segala pernyataan Harita Nickel tersebut turut diperkuat oleh pernyataan dari Penyidik Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Utara, Yusra Hi Noho. Yusra memberi penjelasan soal isu yang beredar bahwa ikan-ikan di Pulau Obi tidak bisa dikonsumsi lantaran sudah tercemarlogam berat.

“Itu tidak terbukti, khususnya untuk Harita Nickel, proses pengelolaan lingkungannya sangat baik. Mereka mengelola air limpasan tambang lewat titik sediment pond yang dikelola dan dipantau. Sehingga untuk membuktikan itu (isu pencemaran lingkungan dan laut Pulau Obi) kita agak susah jika berasal dari Harita,” papar Yusra.

Perlu diketahui bahwa pertambangan di Pulau Obi bukan hanya dilakukan oleh Harita Nickel, tapi ada juga perusahaan lain. 

“Saat ini yang kami tahu Harita Nickel melakukan perlakuan dan pengelolaan lingkungan untuk limbahnya sesuai peraturan pemerintah yang berlaku dan terbukti kepatuhannya. Itu semua mengacu pada standar pengelolaan lingkungan yang sah,” tambah Yusra.

Adapun dalam proses uji parameter pH dan TSS, Harita Nickel rutin melakukannya setiap hari. Perusahaan juga diwajibkan melakukan pemantauan setiap bulan dan analisa di laboratorium terakreditasi dan pelaporan ke Instansi Lingkungan Hidup setiap triwulan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi baku mutu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2006, tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Pertambangan Bijih Nikel.

“Semua parameter itu mereka uji dan (semua tuduhan) tidak terbukti. Kebetulan pada tahun-tahun kemarin, yang melakukan evaluasi terhadap pengelolaan lingkungan saya sendiri yang memimpin tim. Begitu kita evaluasi, tidak terbukti sama sekali,” ujar Yusra.

Yusra juga menepis tuduhan bahwa Harita telah membuang hasil pengolahan (tailing) ke laut. Perusahaan sendiri telah mendapat izin penempatan tailing di darat oleh Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu tepatnya di lokasi bekas tambang. 

“Material tailing itu ditempatkan kembali pada lokasi lubang atau kupasan tersebut. Dengan kata lain dikembalikan ke alam, ke tempat semula material di tambang. Jadi untuk pembuangan tailing ke laut tidak benar, itu hoax,” tegas Yusra.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya