Liputan6.com, Jakarta - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis temuan survei bertajuk “Siapa Capres yang Membantu Menaikkan Golkar?” pada Kamis (17/11/2022).
Dalam presentasinya, Saiful Mujani menjelaskan survei eksperimental yang dilakukan SMRC untuk menilai efek calon presiden terhadap perolehan suara partai Golkar.
Ada tiga tokoh yang dipilih dan diperlakukan sebagai treatment: Airlangga Hartarto, Ganjar Pranowo, dan Erick Thohir. Airlangga dimasukkan karena dia sebagai ketua partai. Ganjar karena ada diskusi di kalangan Golkar untuk diusung calon. Sementara Erick adalah politikus non-partai yang selama ini sudah melakukan sosialisasi.
Advertisement
“Di antara tiga nama tersebut, studi ini menemukan bahwa Ganjar memiliki efek positif pada penguatan suara Golkar. Dalam treatment, pertanyaan kuesioner adalah jika Golkar mencalonkan Ganjar sebagai presiden, partai atau calon dari partai mana yang akan dipilih? Dalam simulasi ini, Golkar mengalami penguatan dari 11 persen menjadi 17 persen suara. Kenaikan suara Golkar kurang lebih 6 persen,” kata Saiful Muzani dalam keteranganya, Kamis (17/11/2022).
Menurut Saiful, ini menunjukkan Ganjar bisa menaikkan suara partai Golkar, jika dia dicalonkan. Namun, Saiful ada catatan yakni apabila Golkar mencalonkan Ganjar, maka suara PDIP menjadi turun dari 25 persen menjadi 18 persen.
“Salah satu unsur suara PDIP tersebut adalah pendukung Ganjar. Jika Ganjar dicalonkan atau pindah ke partai lain, sebagian suara PDIP juga pindah. Kalau Ganjar dicalonkan oleh Golkar, dia mengajak (sebagian) pemilihnya pergi ke Golkar,” kata Saiful.
Lebih jauh Saiful menyatakan bahwa jika Golkar mencalonkan Ganjar, peta kekuatan politik partai mengalami perubahan, di mana Gerindra, PDIP, dan Golkar menjadi berimbang.
“PDIP perlu berhati-hati dengan hasil temuan ini. Kalau PDIP ingin menjaga suaranya, mereka harus hati-hati dengan fakta ini. Jangan sampai Ganjar diambil oleh partai lain.” kata Saiful.
Figur Ganjar Pranowo
Saiful melihat bahwa Ganjar Pranowo adalah figur yang relatif terbuka. Jika ada penjelasan yang meyakinkan, dia bisa saja pindah ke partai lain.
Namun demikian, lanjutnya, hal semacam itu tidak terlalu baik dalam konteks pendidikan politik. Seharusnya orang yang sudah berkarir dalam partai politik begitu panjang, seharusnya seharusnya tetap ada di partai tersebut.
“Jangan justru sudah ada di puncak, lalu dia keluar. Itu tidak baik untuk penguatan sistem kepartaian yang ada di Tanah Air,” imbuhnya.
PDIP memiliki kepentingan agar suara dukungannya besar. Karena itu, menurut Saiful, menjadi logis dan bijaksana apabila partai ini mempertimbangkan secara lebih serius calon presiden PDIP. Jika tidak, PDIP bisa kena 'getahnya' atau dampak negatifnya.
Dalam banyak survei, suara PDIP selalu nomor satu. Tapi ketika Ganjar tidak ada di PDIP, peta dukungan berubah dan PDIP tidak lagi ada di posisi teratas.
Advertisement
Simulasi Nama Lain
Dalam treatment lain, di mana nama Airlangga dimasukkan dengan format pertanyaannya menjadi bila Golkar mencalonkan Airlangga untuk menjadi presiden, partai atau calon partai mana yang akan dipilih, hasilnya partai Golkar mendapatkan 13 persen suara. Ada kenaikan dua persen dari hasil variabel kontrol, tapi tidak signifikan.
“Airlangga tidak memiliki efek, baik positif maupun negatif, pada suara partai Golkar. Karena itu, jika Golkar mencalonkan Airlangga, kemungkinan menaikkan suara Golkar tidak terjadi,” jelas Saiful.
Sementara saat nama Erick dimasukkan sebagai calon presiden Golkar, suara partai ini juga tidak mengalami perubahan. “Ketika disebut nama Erick sebagai calon presiden, suara Golkar tetap sama, 11 persen. Partai-partai lain seperti PDIP dan Gerindra juga relative sama,” Tambahnya.
Adapun survei dilakukan dalam format wawancara tatap muka pada 3 – 9 Oktober 2022. Populasi survei dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.