Liputan6.com, Jakarta Hakim nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Hakim menyebut Gazalba tak terbukti bersalah menerima suap pengurusan perkara kasasi pidana sengketa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Baca Juga
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim tersebut. Namun demikian, karena yakin dengan bukti yang dimiliki saat menjerat Gazalba Saleh, maka KPK akan menyiapkan kasasi ke MA atas putusan tersebut.
Advertisement
"KPK secara prinsip menghargai setiap putusan majelis hakim. Namun demikian kami sangat yakin dengan alat bukti yang KPK miliki, sehingga kami akan segera lakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung," ujar Ali dalam keterangannya, Selasa (1/8/2023).
Tak hanya itu, Ali mengatakan pihak lembaga antirasuah juga tetap akan melanjutkan penyidikan dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gazalba Saleh.
"KPK juga segera lanjutkan proses penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU atas nama tersangka GS dimaksud hingga membawanya pada proses persidangan," kata dia.
Hakim nonaktif di Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh didakwa menerima SGD20 ribu setara Rp2,2 miliar. Uang diterima Gazalba Saleh berkaitan dengan pengurusan perkara kasasi pidana sengketa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Jaksa mendakwa Gazalba Saleh dengan Pasal 12 huruf c jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama. Kemudian dakwaan kedua Pasal 11 jo pasal 18 UU yang sama juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Â
Â
Perjalanan Kasus Suap Penanganan Perkara di MA yang Menjerat Hakim Gazalba Saleh
Dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu 3 Mei 2023 ini disebutkan Gazalba awalnya menerima SGD110 ribu dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma melalui pengacara Yosef Parera.
Yosef menyerahkannya melalui PNS MA Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza. Prasetio dan Rendhy merupakan asisten Gazalba Saleh.
"Padahal diketahui dan patut diduga bahwa hadiah itu diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang dibebankan kepadanya untuk diadili," ujar Jaksa KPK Amir Nurdianto dikutip dari surat dakwaan.
Jaksa menjelaskan Heryanto Tanaka yang merupakan deposan KSP Intidana menanamkan investasi dalam bentuk simpanan berjangka sebesar Rp45 miliar. Namun terdapat permasalahan keuangan di KSP Intidana yang mengakibatkan hak-hak para deposan tidak terpenuhi.
Atas permasalahan tersebut, Heryanto Tanaka melaporkan Ketua Umum KSP Intidana Budiman Gandi Suparman atas dugaan pemalsuan akta notaris. Pengadilan Negeri Semarang dalam putusannya membebaskan Budiman dari segala tuntutan.
Heryanto yang tak terima kemudian melalui pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno mengajukan kasasi ke MA. Yosep lalu meminta bantuan Desy Yustria untuk membantu mengurus agar kasasinya dikabulkan. Yosep kemudian menjanjikan Rp1,15 miliar.
Setelah berkas kasasi dipelajari oleh Nurmanto, kemudian Gazalba Saleh ditunjuk sebagai hakim agung yang menangani kasasi tersebut. Kemudian Nurmanto menemui staf Gazalba Saleh, Redhy Novarisza dan menyampaikan keinginan Yosep agar kasasi itu dikabulkan oleh hakim agung MA dengan menjanjikan sejumlah uang.
Kemudian Redhy bertemu dengan Prasetio Nugroho selaku panitera pengganti atau asisten Gazalba Saleh. Redhy menyampaikan permintaan dari Theodorus Yosep Parera. Selanjutnya, pada 5 April 2022, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan Yosep dan menghukum Budiman dengan pidana penjara selama lima tahun.
Heryanto diduga menyiapkan uang sebesar SGD 200 ribu untuk pengurusan perkara ini. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Yosep dan Eko. Yosep memberikan sebesar SGD110 ribu kepada Dessy. Sementara SGD90 ribu digunakan untuk operasional Yosep.
Desy memberikan uang sebesar SGD94 ribu kepada Gazalba melalui Nurmanto. Desy disebut menerima SGD10 ribu setelah membantu mengurus perkara ini.
"Sedangkan sisanya dibawa oleh Nurmanto Akmal yang selanjutnya diserahkan kepada Redhy Novarisza sebesar SGD55 ribu. Selanjutnya Redhy Novarisza menyerahkan kepada terdakwa (Gazalba Saleh) melalui Prasetio Nugroho sekitar SGD20 ribu yang kemudian Prasetio Nugroho menginformasikan kepada Redhy Novarisza bahwa uang pengurusan perkara telah diterima oleh terdakwa," demikian bunyi surat dakwaan.
Advertisement