BRIN Sebut Dampak El Nino Makin Parah: Musim Kemarau Makin Panjang

Edvin menambahkan, dampak perubahan iklim tersebut menjadikan kondisi mendung berhari-hari namun rasa gerahnya bukan main. Hal itu menjadikan belakangan cuaca memang tak menentu. Khususnya di Jakarta.

oleh Muhammad AliMuhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 26 Des 2023, 06:46 WIB
Diterbitkan 26 Des 2023, 06:46 WIB
Kemarau Panjang Akibat El Nino
Sementara itu, Indonesia bersiap menghadapi dampak fenomena El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari biasanya. (merdeka.com/Arie Basuki)

 

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Meteorologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian mengaku tidak heran dengan fenomena cuaca akhir tahun ini. Sebab, perubahan iklim memang memperparah dampak El Nino. 

Musim kemarau makin panjang, musim hujan makin pendek. Bisa hujan deras, besoknya gantian panas terik,” tulis Edvin melalui siaran pers diterima, Senin (25/12/2023).

Edvin menambahkan, dampak perubahan iklim tersebut menjadikan kondisi mendung berhari-hari namun rasa gerahnya bukan main. Hal itu menjadikan belakangan cuaca memang tak menentu. Khususnya di Jakarta, meski bulan November lalu sudah sempat turun hujan. 

“Namun (hujan) berjalan sebentar. Sempat panas terik beberapa minggu yang lalu, kini Senin 25 Desember mulai mendung dan hujan lagi. Di beberapa wilayah lain di nusantara justru mengalami banjir,” tutur Edvin.

Hadirnya anomali cuaca tersebut, Edvin berkesimpulan bahwa Desember ini masih berlangsung puncak musim kemarau. Dia memperkirakan hal itu bisa terjadi sampai Januari tahun depan. 

“Hal ini disebabkan fenomena El Nino yang dampaknya makin parah akibat perubahan iklim,” kata Edvin yang baru saja pulang dari perhelatan COP-28.

“Hawa panas masih sangat terasa. Saat ini belum musim hujan. Kita masih berada di tengah musim kemarau yang memanjang,” imbuh dia.

 Edvin mengungkapkan bahwa suhu sebenarnya lebih tinggi dari yang dirasakan. Jika kita merasa suhu 36°, tetapi karena dampak El Nino, suhu sesungguhnya adalah 38-39°. 

“Kalau kita ke Arab Saudi, terasa seperti 31°, suhu aslinya bisa 36°-37°. Jadi lebih panas dari yang terasa,”  ungkap dia.

Edvin menjelaskan, Fenomena El Nino adalah kenaikan rata-rata suhu air laut Samudra Pasifik yang di atas normal. Hal ini mengakibatkan curah hujan berkurang dan musim kemarau memanjang. 

“Di Indonesia, hal ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu dan terus bertransisi,” jelas dia.

 

Musim Hujan Januari-Februari 2024

Edvin memprediksi, musim hujan diperkirakan baru akan terjadi di sekitar Januari sampai Februari 2024, sebelum masuk lagi ke musim panas. Musim hujan yang pendek ini, lanjut Edvin, menimbulkan kekhawatir karena curah hujan yang tumpah bisa lebih intens. 

“Bencana yang terkait dengan air seperti banjir dan longsor bisa semakin di depan mata,” wanti dia.

Edvin berkesimpulan, dunia kini sedang panas-panasnya. Wilayah basah semakin basah, sementara yang kering akan menjadi lebih kering. 

“Jadi yang dikhawatirkan di Indonesia itu adalah yang basah semakin basah. Seperti yang terjadi di Sumatera Barat yang kena banjir bandang,” dia menandasi.

Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar? (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya