Wamenhan: Revisi UU TNI Tidak Akan Dwifungsi ABRI Seperti Era Orba

Herindra menyatakan TNI tidak bisa mengisi jabatan sipil di Kementerian tertentu jika tidak ada permintaan dari kementerian dan lembaga terkait.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 07 Jun 2024, 09:40 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2024, 09:40 WIB
RAPAT KERJA KOMISI 1 DPR
Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Muhammad Herindra mengikuti rapat kerja bersama Komisi I DPR di Senayan, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Liputan6.com, Jakarta

Wakil Menhan Muhammad Herindra menyatakan, isu kembalinya dwifungsi TNI seiring Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tak mungkin terjadi. 

"Kan negara demokrasi lah enggak mungkin kita balik kayak dulu lagi. Kekhawatiran itu terlalu berlebihan bagi saya," kata Herindra di Kompleks Parlemen Senatan, Jakarta, dikutip Jumat (7/6/2024).

Menurut Hendrawan, tugas dan fungsi TNI sudah diatur dengan regulasi yang jelas sehingga tidak akan ada dwifungsi.

"Sekarang kan sudah diatur oleh regulasi yang ketat ya jadi tidak semena-mena lah. Semua juga sudah ada aturannya, regulasi," ucap dia.

Dia mencontohkan, TNI tidak bisa mengisi jabatan sipil di Kementerian tertentu jika tidak ada permintaan dari kementerian dan lembaga terkait.

"Kita pun TNI pun kalau mengirim personel ke kementerian lain tentunya juga atas permintaan dari K/L tersebut, tidak ujug-ujug sehingga saya pikir kalau ada kekhawatiran seperti itu terlalu berlebihan lah ya," ucap dia.

Oleh karena itu, ia meminta semua pihak tak perlu khawatir dan melupakan trauma masa lalu terkait dwifungsi TNI.

"Tidak bakal (balik dwifungsi). Ini negara demokrasi kok. Itu kan zaman dulu, jangan dibandingkan, okelah dulu mungkin ada yang namanya traumatis masa lalu, tetapi mari kita lihat dalam apa tuh istilahnya kondisi sekarang ini," katanya.

 
 
 
 

Batas Usia Pensiun di Revisi UU TNI

Pantang Menyerah, Seorang Anak Pedagang Bakso ini Akhirnya jadi Prajurit TNI Setelah Gagal Lolos Seleksi Selama 7 Kali
Ilustrasi Prajurit TNI AD (Foto: instagram.com/tni_angkatan_darat)

Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani, menilai negara akan rugi jika TNI/Polri pensiun di usia 58 tahun. Sebab, di usia tersebut TNI/Polri masih aktif dan bugar.

Hal itu dia sampaikan, merespons terkait Revisi Undang-undang TNI dan UU Polri yang mengubah ketentuan batas usia pensiun.

"Salah satu cara berpikirnya adalah TNI Polri, itu adalah aset negara. Ketika dia pensiun di usia 58, dia pada posisi yang masih sangat aktif. Kesehatannya masih prima. Daya pikirnya masih kuat. Kemampuan fisiknya juga masih oke," kata Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dikutip Kamis (30/5/2024).

Menurut dia, untuk mendidik seorang TNI-Polri memerlukan effort dan biaya yang cukup tinggi. Sehingga, akan rugi negara jika di usia 58 tahun pensiun.

"Negara akan sangat dirugikan ketika dalam posisi itu kemudian dia pensiun. Padahal untuk mendidik, atau menjadikan seseorang dalam usia yang matang, itu memerlukan effort dan biaya yang sangat tinggi. Ketika usia 58 harus pensiun itu akan sangata sayang," jelas dia.

 


Tidak Rebut Jabatan Sipil

Namun, dia menyebut pihaknya masih mengkaji revisi UU TNI dan UU Polri. Akan tetapi, Muzani menilai seharusnya pensiun TNI/Polri tidak di usia 58 tahun.

"Karena itu Fraksi Gerindra terbuka peluang untuk mendapatkan masukan-masukan dari seluruh stakeholder termasuk civil soviety untuk memberi masukan untuk hal tersebut," ujar dia.

Selain itu, Muzani menegaskan, bahwa Revisi UU TNI dan UU Polri tidak akan merebut jabatan sipil.

"Saya kira tidak akan terjadi karena pemerintah ini adalah hasil sebuah proses demokrasi yang panjang. Apa yang diharapkan oleh proses demokrasi itu juga akan menjadi sebuah pemikiran dan pertimbangan yang matang, baik Presiden Joko Widodo ataupun presiden terpilih Prabowo Subianto," imbuh dia.

Infografis Siap-Siap Personel TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Siap-Siap Personel TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya