Amnesty International Minta Negara Tidak Represif ke Massa Demo 'Peringatan Darurat'

Amnesty international Indonesia meminta negara tidak mengganggu massa yang ikut dalam gelombang demo 'Peringatan Darurat' menanggapi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan melakukan revisi Undang-undang Pilkada.

oleh Winda Nelfira diperbarui 22 Agu 2024, 14:10 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2024, 14:10 WIB
Massa Mulai Padati Depan Gedung DPR/MPR RI
Demo ini bagian dari gerakan 'peringatan darurat Indonesia' yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Amnesty international Indonesia meminta negara tidak mengganggu massa yang ikut dalam gelombang demo 'Peringatan Darurat' menanggapi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan melakukan revisi Undang-undang Pilkada.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan setiap orang berhak untuk mengutarakan pandangannya secara damai terhadap situasi negara, termasuk aksi protes yang dilakukan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya.

"Protes terhadap kebijakan negara ataupun perilaku elite politik adalah hal yang wajar, sah, dan dijamin dalam hukum internasional hak asasi manusia. Jangan direpresi," kata Usman dalam keterangan tertulis, diterima Kamis (22/8/2024).

Menurut Usman, kekerasan negara terhadap massa demo hanya akan memperburuk kondisi hak asasi manusia (HAM). Usman meminta negara belajar dari kasus 2019 silam, saat mahasiswa dan pelajar dalam aksi reformasi di korupsi dan aksi tolak UU Cipta Kerja direpresi.

"Akibatnya, sejumlah mahasiswa tewas dan ratusan ditangkap," ujar Usman.

Usman menyampaikan, protes adalah representasi ruang sipil yang harus dijamin negara. Hukum internasional mewajibkan setiap negara untuk menghormati prinsip dasar hak asasi manusia seperti kebebasan berekspresi dan berserikat, termasuk beroposisi.

Usman menegaskan ruang sipil yang bebas tanpa ancaman dan penghukuman negara sangat diperlukan. Sehingga akses bagi keadilan bisa terbuka.

Oleh sebab itu, Amnesty International meminta negara tidak bertindak represif dan berlebihan dalam menyikapi massa aksi. Penggunaan gas air mata hingga meriam air yang serampangan diharapkan tidak dilakukan aparat.

"Kami mendesak negara agar tidak memakai kekerasan dan kekuatan berlebihan lainnya dalam menanggapi protes damai. Gas air mata, meriam air, maupun tongkat secara serampangan sering dilakukan oleh aparat dalam menanggapi protes-protes damai sebelumnya. Hal ini tidak boleh terulang," kata Usman Hamid.

Gelombang Demo Peringatan Darurat di Jakarta

Massa aksi unjuk rasa kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pilkada berhasil menggeruduk halaman Gedung MK, Jakarta Pusat.
Massa aksi unjuk rasa kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pilkada berhasil menggeruduk halaman Gedung MK, Jakarta Pusat. (Nanda Perdana Putra).

Aksi unjuk rasa besar-besaran dilakukan mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat lainnya. Gerakan ini muncul setelah Badan Legislasi DPR bersama pemerintah menyepakati Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa 21 Agustus.

Revisi UU Pilkada ini dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.

Padahal, MK melalui putusannya nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 memberikan angin segar untuk alam demokrasi di Indonesia. Obesitas koalisi yang merangkul hampir semua partai di parlemen dipatahkan dengan putusan MK nomor 60 yang memutuskan setiap partai politik bisa mengusulkan calonnya sendiri meski tak punya kursi di DPRD.

Pun dengan putusan MK nomor 70 yang memutuskan bahwa usia pencalonan seorang kepala daerah terhitung pada saat ditetapkan, bukan saat dilantik. Namun sayangnya, putusan progresif tersebut dipatahkan dengan rapat kilat revisi Undang-Undang Pilkada oleh Baleg DPR bersama pemerintah.

Mereka bersepakat, aturan partai tak punya kursi untuk mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai non-parlemen. Sementara aturan batas usia kepala daerah mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) yakni sejak saat dilantik, bukan merujuk putusan MK.

Seruan turun ke jalan menolak Revisi Undang-Undang Pilkada yang dilakukan DPR pun riuh. Sejumlah tokoh, aktivis hingga artis bersepakat untuk demonstrasi pada Kamis (22/8/2024) di sejumlah titik Jakarta.

 

Prihatin Kondisi Negara, Sejumlah Artis Ternama Ikut Demo Peringatan Darurat

15 Artis Ikut Aksi Tolak RUU Pilkada di Gedung DPR RI, Reza Rahadian hingga Komika
Kawal Putusan MK, puluhan artis ikut demo tolak RUU Pilkada di depan gedung DPR RI. (sumber: X/@NOTASLIMBOY)

Sejumlah artis ikut turun ke jalan bersama massa aksi lainnya. Mereka terlihat mengenakan pakaian serba hitam-hitam.

Mereka yang terlihat seperti Reza Rahadian, Abdel Achrian, Arie Kriting, Abdur, Yono, Indra Keling, Bintang Emon dan beberapa artis atau stand up komedian lainnya. Para artis itu ikut turun ke jalan karena prihatin dengan kondisi demokrasi di Tanah Air yang diobok-obok elit politik.

Reza Rahadian berdiri di atas mobil membawa mikrofon untuk berorasi mengkritisi kelakuan Baleg DPR yang mengabaikan putusan MK terkait syarat usia untuk maju Pilkada 2024 yang konon menghalangi Kaesang Pangarep.

Reza Rahadian mengaku selama ini tak mau terlibat dalam kegiatan politik termasuk memihak ke kubu tertentu dalam kontestasi pemilu atau Pilkada. Namun, setelah putusan MK diabaikan DPR, bintang film My Stupid Boss menolak diam.

"Saya hadir pada hari ini, karena sesederhana saya selalu cenderung berhati-hati dalam mengambil sebuah sikap. Saya tidak pernah mau ikut dalam kontestasi politik. Saya tidak ikut campur dalam pemilihan presiden dan lain-lain. Atau jadi kubunya siapa," kata Reza Rahadian.

"Saya sudah tidak bisa lagi diam. Saya tidak bisa tidur tenang di rumah. Saya merasa ini adalah waktu yang tepat untuk saya keluar bersama kawan-kawan semua. Melihat bagaimana MK sedang berusaha mengembalikan citranya," ujar Reza Rahadian.

Aktor peraih 5 Piala Citra ini mengingatkan, wajah MK sebelumnya porak-poranda. Namun, MK sebagai benteng terakhir konstitusi negeri telah membuat keputusan final yang harus dihormati semua pihak.

Sampai berita ini diturunkan, massa terus berdatangan ke depan DPR/MPR RI untuk ikut menyampaikan aspirasi mereka.

"Masuk gorong-gorong pake simpati, masuk istana pake relasi," tulis salah satu poster yang dibawa massa aksi di DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya