Kinerja Tuai Sorotan, Polri Diminta Lakukan Reformasi Total di Internal

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Ilmu Politik dari Universitas Nasional, Firdaus Syam menilai kinerja Polri saat ini banyak menuai sorotan. Menurut dia, hal itu ditandai dengan serangkaian peristiwa yang dilakukan oknum Polri seperti pemerasan, penembakan sesama anggota polisi atau terhadap warga sipil, hingga kasus narkoba dan kasus lain yang merupakan puncak gunung es.

"Problem utama di institusi Polri yakni budaya, mentalitas atau hipokrit. Kenapa budaya dan mentalitas Polri ini penting untuk kita soroti yakni dugaan kasus narkoba, penembakan, pemerasan dan sejenisnya," ujar Firdaus dalam keterangan diterima.

Firdaus mengatakan, dirinya setuju saja jika Polri direposisi. Artinya, Polri tidak lagi berada langsung di bawah presiden dan akan ditempatkan di bawah kementerian atau lembaga.

“Hanya saja, kata dia, sebelum dilakukan reposisi, perlu melakukan reformasi total di internal tubuh Polri, khusus pembenahan soal budaya, perilaku dan pendidikan di tubuh Polri,” saran Firdaus.

Akan tetapi, Firdaus mengatakan, reposisi Polri harus dilalui dengan beberapa tahapan seperti pembenahan budaya, perilaku, pendidikan, atau sistem dalam melakukan perbaikan dan pembenahan terhadap institusi Polri.

“Fakta hari ini polisi sudah seperti militer. Padahal polisi itu tugasnya mengayomi, melayani dan menjaga ketertiban masyarakat. Belum lagi, tambahnya, dugaan keterlibatan polisi dalam politik praktis serta dugaan kriminalisasi yang membuat warga takut menyampaikan aspirasi,” kritik dia.

"Reposisi Polri sangat bisa, akan tetapi pertanyaan selanjutnya yakni siapa yang berwenang dalam melakukan reposisi Polri? Yang bisa melakukan reposisi terhadap institusi Polri yakni dapat dilakukan atas kemauan politik Presiden," imbuh dia.

Firdaus meyakini, jika tak ada evaluasi lebih dulu, maka mau ditempatkan dimanapun Polri akan tetap buruk, sebab watak, mentalitasnya dan budaya di level institusinya tidak dibenahi.

“Reposisi Polri harus dimulai dari perubahan budaya dan pendidikan di institusi Polri agar lebih melayani," Firdaus menandasi.

Sebagai informasi, dari survei yang dilakukan Civil Society for Police Watch menunjukkan publik ingin membuka wacana soal reposisi Polri yang saat ini berada di bawah presiden. Peneliti Civil Society for Police Watch, Hasnu mengatakan survei menunjukkan, mayoritas responden tetap ingin Polri berada di bawah presiden sebanyak sebesar 32,3 persen.

“Usulan selain itu, juga mendapatkan perhatian responden, seperti Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri 15,8 persen, di bawah Kejaksaan 24,6 persen, sementara yang menjawab Polri di bawah Kementerian Pertahanan sebesar 15,2 persen, dan responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 12,2 persen," ujar Hasnu dalam rilis hasil survei tersebut.

Hasnu menambahkan, responden juga menginginkan Polri berada di bawah Kementerian Hukum sebanyak 19,7 persen; di bawah Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan sebanyak 9,6 persen; di bawah TNI sebanyak 11,6 persen; dan lainnya 5,3 persen. Sementara responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 38,6 persen.

Diketahui, survei ini dilakukan pada 1-7 Februari 2035 terhadap 1.700 responden yang merupakan warga Indonesia berusia lebih besar 17 tahun/sudah menikah dan tersebar di 28 provinsi. Responden dipilih menggunakan metode simple random sampling.

Margin of error survei +/- 1,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Teknik pengumpulan informasi menggunakan wawancara tatap muka dan microsoft form. Surveyor minimal adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan pelatihan survei dari tim pusat.