Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus mendorong efisiensi anggaran di sejumlah kementerian dan Lembaga. Namun, hal ini menuai pro dan kontra.
Meski demikian, tak ada suara nyaring dari PDI Perjuangan (PDIP) di parlemen. Alih-alih, terkesan justru seperti sudah berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya soal efisiensi anggaran ini.
Advertisement
Baca Juga
Terkait hal tersebut, Anggota Banggar DPR RI sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit angkat suara. Dia menyatakan efisiensi bukan soal pro ke pemerintah atau pun tidak lagi di barisan oposisi. Namun bagaimana partainya menjalani Undang-Undang Keuangan Negara.
Advertisement
"Efisiensi dan efektivitas anggaran merupakan norma dalam pengelolaan keuangan negara, diatur dalam UU Keuangan Negara. Jadi merupakan amanat Undang-Undang (UU) dan melaksanakan amanat UU adalah kewajiban semua pihak," jelas dia melalui pesan singkat diterima, Selasa (11/2/2025).
"Oleh karena itu perlu penajaman efisiensi lebih lanjut dan pemerintah yang akan mempertajam hal itu," imbuhnya.
Menurut Dolfie, anggaran belanja negara adalah cara bagaimana pemerintah bergerak untuk memberi pelayanan kepada publik, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membangun ekonomi nasional.
Maka dari itu, jika saat ini dilakukan efisiensi, maka diharapkan alokasinya harus tepat sasaran.
"Efisiensi anggaran ditujukan untuk membuat cara kerja APBN lebih tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat cara kerja karena APBN merupakan instrumen untuk menyelenggarakan pemerintahan negara yang bertujuan untuk memberikan pelayanan," kata dia.
Dalam Rangka Optimalkan Keuangan Negara
Dolfie melanjutkan, penyusunan APBN sejatinya disusun berdasarkan pada kemampuan keuangan negara. Artinya, saat diperlukan efisiensi maka anggaran yang dipangkas akan teralokasi ke dalam hal yang lebih positif.
"Oleh hal-hal tersebut, maka efisiensi anggaran dalam rangka mengoptimalkan kemampuan keuangan negara tentu merupakan hal positif," yakin dia.
Namun saat ditanya bagaimana saat efisiensi tersebut justru memangkas anggaran kegiatan operasional dan lebih parahnya lagi pemutusan hubungan kerja (PHK), Dolfie mengaku tidak sepakat. Sebab sejatinya, efisiensi anggaran tidak boleh diarahkan kepada hal yang berpengaruh pada pelayanan masyarakat dan kesejahteraan.
"Seharusnya Efisiensi diarahkan pada belanja yang tidak mempengaruhi pelayanan umum dan upaya kesejahteraan rakyat," tegas dia.
Advertisement
Punya Efek Domino
Sementara Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Ihsan Ro'is, menilai kebijakan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi pada 2025.
"Penghematan yang dilakukan membuat uang yang beredar di masyarakat semakin sedikit. Jika jumlah uang beredar kecil, maka proyek-proyek pembangunan bisa terhambat, dan ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi," ujar Ihsan seperti dikutip dari Antara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia sepanjang 2024 hanya tumbuh sebesar 5,03 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2023 yang mencapai 5,05 persen.
Ihsan menyoroti bahwa dampak efisiensi anggaran akan sangat terasa di daerah yang bergantung pada sektor Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE). Nusa Tenggara Barat, misalnya, menjadi salah satu tujuan utama kegiatan MICE dari berbagai kementerian dan lembaga. Jika anggaran dipangkas, jumlah kunjungan ke hotel, restoran, dan destinasi wisata bisa menurun drastis.
"Ada daerah yang rentan dan ada yang lebih kuat menghadapi pemangkasan ini. Kita harus melihat dampaknya dengan bijaksana," kata Ihsan.
Secara nasional, ketergantungan daerah terhadap dana transfer pemerintah pusat masih sangat tinggi, terutama bagi wilayah timur Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025, anggaran transfer ke daerah akan dipangkas sebesar Rp50,59 triliun.
Lebih lanjut, Ihsan mengakui bahwa efisiensi anggaran sebenarnya dapat memperkuat kondisi fiskal negara, yang saat ini membutuhkan dana besar untuk berbagai proyek pembangunan. Namun, ia mengingatkan bahwa efek domino dari kebijakan ini harus diperhitungkan secara serius.
"Di satu sisi, kebijakan ini memang bagus karena bisa memperkuat keuangan negara ke depan. Tetapi, dampak negatif terhadap daerah juga harus diperhatikan. Belanja pemerintah masih menjadi faktor dominan dalam mendongkrak perekonomian daerah," pungkasnya.
Di Istana Bogor, Pre
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)