Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan, dirinya telah memberi kesempatan kepada para koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri. Namun, hingga mencapai 100 hari pemerintahan, tidak ada satupun yang melapor atau mengembalikan uang hasil korupsi tersebut.
Momen ini disampaikannya saat menghadiri Pembukaan Kongres Ke-XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) diJatim International Expo (JIExpo), Surabaya, Senin (10/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
"Saya katakan sudah 100 hari mbok sadar, mbok bersihkan diri ya kan. Hai koruptor-koruptor yang kau curi mbok kembaliin untuk rakyat. Kalau malu-malu nanti kita cari cara yang enggak malu. Tapi mbok ya oh kembaliin," kata Prabowo.
Advertisement
Ketua Umum Gerindra ini menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Ia mempersilakan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para koruptor.
"Saya tunggu 100 hari, 102 hari, 103 hari ini sudah 100 berapa hari ya. Apa boleh buat, ya terpaksa lah Jaksa Agung, Kapolri BPKP, KPK silakan," tuturnya.
Sementara, Ketua Dewan Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta, Rudyono Darsono, meyakini bahwa Presiden Prabowo akan mengambil kebijakan terbaik untuk rakyat dan bangsa Indonesia, terutama dalam hal pemberantasan korupsi.
Mengenai ide pengampunan koruptor, dia menyatakan bahwa mekanisme pengampunan tersebut harus diatur dengan sangat hati-hati untuk menghindari potensi penyelewengan.
"Itu ide yang sangat baik, malah lebih revolusioner dibanding negara-negara lainnya seperti China, Hongkong atau Singapura. Hanya skema kerjanya yang perlu dibuat dengan sangat baik dan memperhitungkan segala aspek sosial lainnya," kata Rudy dalam keterangan diterima.
Dia mencontohkan, misalnya, pengakuan dosa dilakukan dengan mencatat secara jujur harta haram yang dimiliki, tanpa kecuali, untuk diperhitungkan denda atau pengembalian uang haram tersebut kepada negara. Setelah masa batas tenggang pengakuan dosa berakhir, sanksi tegas harus diterapkan.
Hal ini penting untuk menciptakan kejelasan mengenai sumber harta haram yang dimiliki oleh politikus, birokrat, serta oknum penegak hukum dan peradilan yang terlibat korupsi.
Tak Cukup 100 Hari untuk Prabowo-Gibran
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia, menyampaikan bahwa untuk mengukur komitmen antikorupsi pemerintahan Prabowo-Gibran tidak bisa sepenuhnya dilihat dalam 100 hari kerja.
Namun demikian, pihaknya dapat menilai sejauh mana keseriusan pemimpin kali ini dalam membuktikan janji politik yang tertuang dalam Asta Cita.
"Bagi sebagian besar publik mungkin janji atau gimmick program pemerintah yang dirasakan sesaat sudah cukup. Namun lebih dari itu, banyak pekerjaan rumah warisan rezim Jokowi dalam banyak sektor termasuk korupsi, hingga kini tak kunjung selesai," tutur Yassar kepada Liputan6.com, Sabtu (25/1/2025).
Yassar mengulas agenda antikorupsi Prabowo-Gibran melalui Asta Cita sejak masa kampanye, yang mencakup langkah-langkah untuk memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
Agenda tersebut meliputi pengaturan sistem pendanaan politik yang transparan, penguatan KPK, Polri, Kejaksaan, dan Kehakiman, serta memastikan tidak ada intervensi dalam penegakan kasus korupsi. Selain itu, KPK diharapkan menjadi center of excellence dalam upaya pemberantasan korupsi yang preventif.
Agenda lainnya termasuk memperkuat program edukasi antikorupsi untuk generasi muda, bekerja sama dengan sektor swasta untuk memperkuat sinergi gerakan anti-korupsi, serta memperkuat revitalisasi pengawasan melalui inspektorat yang independen dan akuntabel. Pengawasan terhadap kebocoran penerimaan pajak juga akan dikombinasikan dengan sistem transaksi keuangan yang bankable dan pembayaran non-tunai.
"Agenda antikorupsi tersebut kemudian dibumbui pernyataan Presiden Prabowo yang tajam dan menjanjikan, seperti akan mengejar koruptor sampai antartika, ikan busuk dari kepala dan pernyataan jangan ada loyalitas jiwa korps yang keliru," jelas dia.
Advertisement
Masih Jauh dari Harapan
Berkaca pada catatan 100 hari dan proyeksi tahun 2025, Yassar menilai upaya pemberantasan korupsi pemerintah Prabowo-Gibran masih jauh dari harapan.
Bahkan, ia menyebutkan tidak ada sinyal atau gebrakan signifikan yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam merealisasikan agenda antikorupsi, yang malah terkesan berbalik arah dan toleran terhadap koruptor.
"Hal itu paling tidak terkonfirmasi dari pernyataan Prabowo yang akan memberikan pengampunan atau memaafkan koruptor jika mereka mengembalikan uang rakyat yang dicuri," ungkap Yassar.
Yassar juga menyoroti rencana kontroversial Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, yang akan mengeluarkan kebijakan denda damai bagi koruptor. Ia menilai kebijakan ini berpotensi tidak transparan, sulit dipertanggungjawabkan, dan tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku korupsi.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)