Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, menilai bahwa dakwaan yang menjerat klien mereka mengandung sejumlah kekeliruan dan menyimpang dari fakta hukum yang telah diputus oleh pengadilan.
Hal ini disampaikan oleh Febri Diansyah, salah satu kuasa hukum Hasto, dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025.
Baca Juga
Febri menjelaskan bahwa setelah melakukan kajian mendalam terhadap dakwaan, tim hukum menemukan beberapa kesalahan data, salah satunya terkait perolehan suara Nazarudin Kiemas.
Advertisement
"Dakwaan menyebut Nazarudin Kiemas memperoleh 0 suara, padahal faktanya ia mendapatkan suara terbanyak, yaitu 34.276 suara. Hal ini menjadi dasar bagi PDIP untuk menggelar rapat pleno guna menentukan pengganti almarhum Nazarudin Kiemas," ungkap Febri.
Selain itu, dakwaan juga dinilai mengandung tuduhan yang bertentangan dengan fakta hukum dalam persidangan terkait dugaan pertemuan Hasto Kristiyanto dengan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
"Dakwaan menuduh Hasto menemui Wahyu Setiawan dalam kunjungan tidak resmi pada 31 Agustus 2019. Padahal, dalam persidangan dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, saksi di bawah sumpah menegaskan bahwa pertemuan tersebut adalah bagian dari rekapitulasi suara yang berlangsung pada April dan Mei 2019, di mana setiap partai menyampaikan sikapnya," jelas Febri.
Febri juga membantah tuduhan bahwa Hasto menerima laporan dari Saeful Bahri dan menyetujui pemberian uang kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, Saeful Bahri tidak pernah melaporkan permintaan uang tersebut kepada Hasto.
"Kami juga ingin menegaskan bahwa tuduhan Hasto memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqamah bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan tersebut, sumber dana sebesar Rp400 juta berasal dari Harun Masiku, bukan dari Hasto Kristiyanto," tambahnya.
Menurut Febri, berbagai ketidaksesuaian antara dakwaan dan fakta hukum ini menunjukkan adanya pencampuran fakta, opini, bahkan imajinasi dalam dokumen yang disusun oleh jaksa. Hal ini dinilai berbahaya karena dapat mengaburkan upaya pencarian kebenaran materiel.
Percampuran Opini dan Fakta
Sebagai langkah hukum selanjutnya, tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto akan membedah satu per satu tuduhan yang dinilai keliru tersebut dalam proses persidangan yang akan berlangsung mulai Jumat (14/3).
"Kami akan menghadapi proses ini dengan paradigma berpikir yang menghormati forum pengadilan dan akan mengungkap setiap kejanggalan dalam dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto," pungkas Febri.
Dalam dakwaan yang disusun, Hasto dituduh memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqamah. Namun, berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst., yang mengadili terdakwa Saeful Bahri, jelas disebutkan bahwa sumber dana Rp400 juta tersebut berasal dari Harun Masiku, bukan Hasto Kristiyanto.
Putusan itu menjelaskan bahwa Harun Masiku menitipkan uang dalam sebuah tas kepada Kusnadi, yang kemudian menyerahkannya kepada Donny Tri Istiqamah. Dana tersebut digunakan untuk keperluan operasional dengan rincian Rp100 juta diberikan untuk kebutuhan operasional, Rp300 juta diserahkan kepada Saeful Bahri di Metropole Megaria, serta Rp200 juta yang telah ditukarkan ke mata uang dolar Singapura sebesar SGD 19.000 diserahkan kepada Wahyu Setiawan oleh Agustiani Tio Fridelina.
Empat perbandingan utama antara dakwaan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi bagian kecil dari catatan tim penasihat hukum terhadap dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto.
Selain itu, Febru mengatakan, tim kuasa hukum juga menemukan adanya pencampuran fakta dan opini yang dinilai dapat mengaburkan fakta hukum yang sesungguhnya.
"Hal ini tentu saja berbahaya dan sangat riskan karena dapat menjauhkan kita dari upaya menemukan kebenaran materiel,” tutup Febri.
Advertisement
