Medan Merdeka di Balik `Jas Merah` Soekarno

Di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, presiden pertama RI Soekarno menyelipkan harapan besar kepada bangsa ini. Kemerdekaan.

oleh Nadya Isnaeni Panggabean diperbarui 01 Sep 2013, 00:18 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2013, 00:18 WIB
bung-karno-2130831-c.jpg
Di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, presiden pertama RI Soekarno menyelipkan harapan besar kepada bangsa ini. Kemerdekaan. Nama jalan ini merupakan simbolisasi kebanggaan bangsa atas kemerdekaan yang direbut dengan perjuangan, bukan pemberian Jepang atau pun penjajah lainnya.

Puluhan tahun berselang, kini Medan Merdeka terancam berganti nama. Kepada Gubernur DKI Jakarta Jokowi, sejumlah tokoh non-institusional yang tergabung dalam Panitia 17 mengusulkan pergantian nama jalan itu. Mereka memboyong 4 nama tokoh sebagai pengganti Medan Merdeka.

4 Nama jalan yang akan diubah itu, yakni Medan Merdeka Utara menjadi Jalan Soekarno, Medan Merdeka Selatan menjadi Jalan Mohammad Hatta, Medan Merdeka Timur menjadi Jalan Ali Sadikin, dan Jalan Medan Merdeka Barat menjadi Jalan Soeharto.

Ketua Panitia 17, Jimly Asshiddique mengatakan, penggunaan nama Soekarno dan 3 nama lainnya sebagai nama jalan merupakan bentuk penghargaan pada tokoh-tokoh itu.

"Maka diusulkan nama Bung Karno dan Bung Hatta. Karena penegasan mereka berdua sebagai pahlawan baru tahun lalu, selama ini memang nama Bung Karno masa Orba sering dihindari. Sehingga usulan perubahan nama jalan ini terkait dengan perkembangan politik," kata Jimly usai pertemuan bersama ketua MPR dan Jokowi di Gedung MPR, Jumat 30 Agustus 2013 kemarin.


Jas Merah

Rencana ini pun dinilai tak menghargai sejarah, tanpa mempedulikan makna di balik penamaan jalan itu. Wakil Sekjen Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno pun tergiang pada Jas Merah Bung Karno. Sementara Soekarno sendiri yang memberi identitas Medan Merdeka di sudut Ibukota itu.

"Presiden Soekarno mengingatkan 'jas merah', jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Jadi nama Medan Merdeka punya nilai sejarah yang panjang. Jadi gagasan untuk mengubah itu menurut saya kontraproduktif," ujar Teguh.

Teguh pun mengajak semua pihak untuk tak mengganggu Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok dengan rencana pergantian nama ini. Karena masih banyak masalah Ibukota yang harus ditangani keduanya. Menurutnya, penghormatan terbaik yang bisa dilakukan kepada bapak pendiri bangsa Soekarno-Hatta adalah dengan menghidupkan dan menjalankan nilai-nilai kebangsaan serta nasionalisme mereka.

"Untuk apa? Jangan kita ganggu Jokowi-Ahok yang sedang berkonsentrasi benahi Jakarta dengan gagasan yang malah menyita energi dan bisa menimbulkan kontroversi," tutur Teguh.

Senada dengan Teguh Juwarno, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Sidiq pun menilai ide penggantian nama Jalan Medan Merdekan tak penting. Yang terpenting saat ini menurut Mahfudz yakni bagaimana memecahkan penyakit kronis Jakarta, kemacetan.

"Enggak penting ide itu. Atasi kemacetan Jakarta itu yang diharapkan masyarakat, bukan ganti nama jalan," tegas Mahfudz kepada Liputan6.com.

Sementara itu, Jokowi mengaku, setuju dengan usulan Panitia 17. Namun dia baru menyetujui 2 di antara 4 usulan nama tokoh pengganti Medan Merdeka. Keduanya yakni Jalan Merdeka Utara dan Jalan Merdeka Selatan yang diusulkan diganti menjadi Jalan Ir Soekarno dan Jalan Mohammad Hatta.

"Setuju. Menurut saya baik. Ya penghargaan terhadap pahlawan. Kemudian, kita ini ingin membangun sebuah rekonsiliasi (perbaikan) lewat nama-nama itu," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta.


Soekarno-Hatta vs Soeharto

Di sisi lain, penggantian nama Jalan Medan Merdeka dinilai baik oleh Sejarawan dari Universitas Indonesia, JJ Rizal. 2 Tokoh yang diusulkan, yakni Soekarno dan Hatta dinilai sangat layak diabadikan menjadi sebuah nama jalan. Namun tak demikian dengan pemilihan nama mantan Presiden Soeharto.

"Kalau namanya diganti jadi nama Soekarno dan Hatta sangat baik. Bisa menjadi simbolisasi kita menghargai peran besar mereka yang telah menjadikan Jakarta Kota Juang. Tapi kalau di dalamnya ada nama Soeharto, itu kecelakaan," ucap JJ Rizal kepada Liputan6.com, Sabtu (31/8/2013).

"Soekarno-Hatta itu sosok keteladanan yang baik, sementara Soeharto itu tiran. Yang satu lagi orang besar, perumus negara (Soekarno-Hatta). Satunya lagi hantu yang berbahaya sekali," ujarnya.

Cita-cita kemerdekaan yang terangkum dalam nama Soekarno-Hatta akan terkhianati jika disandingkan dengan Soeharto. Oleh karena itu, Rizal menilai sang penggagas nama tokoh pengganti Jalan Medan Merdeka tak mengenal sejarah.

Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie memberikan dukungannya pada 4 tokoh yang diusulkan sebagai nama jalan itu, termasuk Soeharto. Menurutnya, setiap bangsa Indonesia harus bisa berpikir positif atas apa yang pernah dilakukan oleh para founding father bangsa Indonesia. Termasuk jasa mantan Presiden Soeharto atas pembangunannya untuk Indonesia.

"Manusia ada salah, biasa. Kita semua harus jadi orang pemaaf," ujar Marzuki.

Pada masa kolonial Belanda Jalan Medan Merdeka bernama Koningsplein atau Lapangan Raja. Namun saat penjajahan Jepang, nama ini berganti menjadi Lapangan Ikada.

Segera setelah Indonesia merdeka, Soekarno mengganti nama jalan itu menjadi Medan Merdeka. Tepat di tengahnya berdirilah Tugu Monumen Nasional (Monas). (Ndy)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya