Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap KPK. Akil dalam satu kesempatan pernah mengatakan hukuman potong jari tangan bagi mereka yang terbukti korupsi. Semangat pemberantasan korupsi di kalangan pejabat dinilai hanya sebagai jargon semata.
"Ternyata banyak omongan dan komitmen yang dilontarkan pejabat publik cuma sebagai jargon penghibur rakyat," kata Pengamat pemilu dan politik Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (4/10/2013).
Titi menilai, jargon `berantas korupsi` yang selama ini digembar-gemborkan bukan bagian dari integritas. Padahal, MK adalah salah satu produk reformasi yang dibanggakan bangsa Indonesia.
Bisa dikatakan selain KPK, MK adalah institusi yang masih dipercaya integritas dan kredibilitasnya. "Bukan sebagai bagian dari integritas dan komitmen yang sesungguhnya," ujar Titi.
Kasus ini menjadi preseden bagi para petualang hukum sebagai peluang untuk mengambil kemenangan mereka dalam beracara dan penanganan kasus di MK. Tentu, kata Titi, ini berdampak besar tak hanya bagi MK di mata internasional, juga wibawa Indonesia sebagai sebuah bangsa di mata dunia.
"Saya kira kita amat malu sebagai sebuah bangsa. Yang lebih memalukan lagi, lembaga yang sudah susah payah dibangun untuk mencapai wibawanya sebagai anak kandung reformasi dikoyak-koyak orang dalamnya sendiri," tegas Titi. (Rmn/Ism)
"Ternyata banyak omongan dan komitmen yang dilontarkan pejabat publik cuma sebagai jargon penghibur rakyat," kata Pengamat pemilu dan politik Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (4/10/2013).
Titi menilai, jargon `berantas korupsi` yang selama ini digembar-gemborkan bukan bagian dari integritas. Padahal, MK adalah salah satu produk reformasi yang dibanggakan bangsa Indonesia.
Bisa dikatakan selain KPK, MK adalah institusi yang masih dipercaya integritas dan kredibilitasnya. "Bukan sebagai bagian dari integritas dan komitmen yang sesungguhnya," ujar Titi.
Kasus ini menjadi preseden bagi para petualang hukum sebagai peluang untuk mengambil kemenangan mereka dalam beracara dan penanganan kasus di MK. Tentu, kata Titi, ini berdampak besar tak hanya bagi MK di mata internasional, juga wibawa Indonesia sebagai sebuah bangsa di mata dunia.
"Saya kira kita amat malu sebagai sebuah bangsa. Yang lebih memalukan lagi, lembaga yang sudah susah payah dibangun untuk mencapai wibawanya sebagai anak kandung reformasi dikoyak-koyak orang dalamnya sendiri," tegas Titi. (Rmn/Ism)