`Orkestra Lama` SBY Vs Mega

Presiden SBY akan menerbitkan buku memoar pribadi selama menjadi Presiden RI. Kritikan Megawati menjadi catatan tersendiri dalam buku ini.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Nov 2013, 00:07 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2013, 00:07 WIB
sby-tinjau-mk-131005b.jpg
Ketertarikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap jejaring sosial media sebenarnya terhitung terlambat. Ketika banyak orang mulai bosan dan tak lagi punya waktu untuk menulis di Facebook, SBY baru menyatakan ketertarikan. Demikian pula ketika Twitter sudah dianggap sebagai `sarapan' kedua, Presiden Indonesia pertama hasil pemilihan langsung ini malah baru tertarik untuk ikut berkicau.

Tercatat, akun Twitter pribadi SBY pertama kali muncul di jagad maya pada Sabtu 13 April 2013. Tak lama kemudian, Jumat 5 Juli 2013 giliran akun Facebook dan YouTube pribadi SBY yang diperkenalkan di Istana Bogor, Jawa Barat. Sejak itu, SBY kerap menuliskan komentarnya tentang berbagai isu, kasus, kejadian, atau ucapan selamat atas pencapaian prestasi seseorang atau lembaga.

Kini, ketika SBY berniat untuk menerbitkan sebuah buku buah pengalamannya selama menjabat sebagai presiden, langkahnya aktif di Twitter maupun Facebook dianggap tepat. Sebab, SBY bisa menjadikan kedua akunnya untuk promosi habis-habisan. Apalagi di kedua akun itu SBY punya follower jutaan orang.

Maka tidak heran ketika Minggu malam, 10 November 2013, akun Twitter SBY muncul dengan promosi buku berjudul `Selalu Ada Pilihan` (SAP) yang akan diluncurkan pada awal Desember mendatang. "Berbagi cerita selalu menyenangkan, apalagi di balik kegiatan saya sebagai Presiden. Banyak dugaan dan kejutan," tulis SBY mengawali pengenalan bukunya.

"Saya menulisnya sendiri, termasuk judulnya, 'Selalu Ada Pilihan'.#SAP," kata Presiden.

"Anggaplah buku ini hak jawab saya terhadap gunjingan, kritik, cemooh bahkan fitnah yang saya alami selama memimpin lebih dari 9 tahun ini.#SAP"

Sayang, SBY agaknya harus menambah jumlah bab dalam buku yang belum terbit ini untuk menjawab gunjingan, kritik, dan cemooh atas rencana menerbitkan buku SAP. Bayangkan, buku yang belum lagi diketahui isinya ini sudah diserang kanan-kiri, seolah ada titik dan koma yang salah di dalamnya.

Strategi

Seperti Ketua Fraksi Partai Hanura DPR Syarifuddin Sudding yang menilai rencana penerbitan buku ini tak jauh-jauh dari strategi politik SBY dan Partai Demokrat. "Ini kan menjelang pemilu, supaya ada kesan di masyarakat seakan-akan dia dizalimi untuk mendapatkan simpati dari masyarakat dan menaikkan elektabilitas partai yang dipimpinnya," kata Sudding.

Lain lagi dengan politisi PDIP Eva Kusuma Sundari yang menyarankan SBY lebih mendahulukan kepentingan rakyat ketimbang curhatan pribadinya. "Hak beliau, tetapi sepatutnya mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi apalagi curhat. Seperti Clinton, Tony Blair, Mandela, mereka menulis biografi setelah turun dari kekuasaan. Tahun terakhir untuk ngegenjot prestasi," ujarnya [baca juga: Bambang Golkar: Buku SBY Tak Pulihkan Kepercayaan Publik].

Yang jelas, dengan banyaknya komentar, baik atau buruk, telah menjadi promosi gratis bagi buku karya Doktor Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor ini. Apalagi SBY dan kalangan istana tetap menyimpan rapat-rapat isi buku, mungkin dengan harapan rasa penasaran publik akan terpenuhi saat buku SAP memenuhi rak-rak di toko buku.

"Isinya tentang apa, itu nanti saja kita baca bersama. Yang pasti buku ini mengungkapkan bagaimana pengalaman beliau memimpin selama 9 tahun. Bagaimana suka duka dan dinamikanya, sesuai pengalaman beliau. Jadi ini story telling dari seorang pelaku langsung," jelas Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha setengah berpromosi di Kantor Presiden, Senin (11/11/2013).

Sayang, Presiden SBY rupanya tak cukup punya kesabaran untuk menyimpan jawaban hingga awal Desember. Melalui salah satu kicauan di Twitter dengan tagar #SAP, SBY menuliskan komentarnya tentang kritikan atau cemoohan paling mutakhir dari seorang mantan Presiden RI. Berturut-turut SBY menuliskan komentar bernada sindiran di Twitter.

"Banyak komentar pesimis dan negatif, "Heran, kenapa banyak yang ingin jadi Presiden, emang enak? Memang bisa bikin baik negeri ini? #SAP."

"Pengorbanan yang harus dibayar juga luar biasa. Pemimpin adalah sosok yang dipuji sekaligus dibenci. Tapi bagaimanapun itu sesuatu yang mulia. #SAP *SBY*."

"Setiap Presiden tentu memiliki ambisi dan tujuan besar untuk bisa atasi persoalan bangsa, juga ambisi untuk cetak prestasi dan hasil nyata. #SAP *SBY*," kata SBY.

Ketawa

Mungkin komentar itu terbaca sangat umum, padahal tidak. Sebab pada hari yang sama, Ketua Umum PDI Perjuangan dan mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri melontarkan kritik yang sama persis dengan bahan yang dipakai SBY untuk menuliskan komentarnya.

"Monggo saja bila mau maju (capres), apalagi sekarang jadi tahun politik. Saya ketawa loh, karena prihatin saya pada negara ini. Kok mudah sekarang orang katakan ingin jadi presiden," kata Mega di Gedung Lemhanas, Jakarta.

"Kamu tahu untuk jadi presiden gampang sekali. Ingat ya mudah sekali. Yang sulit itu jadi pemimpin. Konteks saya katakan itu karena pemimpin itu politiknya harus suci, nggak bisa kalau kotor," imbuhnya.

Bisa ditebak, `kicauan` mantan Menteri Pertambangan dan Energi di era Megawati ini menjadi titik serang sejumlah tokoh PDIP. "Pak SBY kurang memahami pernyataan Bu Mega, karena intinya pernyataan Bu Mega itu bagaimana para tokoh dapat menjadi seorang pemimpin dan bukan hanya ingin menjadi seorang presiden saja," kata Wasekjen PDIP Hasto Kristianto.

Lain lagi dengan politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka. Dia menilai kritikan Presiden SBY kepada Mega seperti ABG. "SBY kaya ABG ah curhat di twitter. Jangan kaya ABG dong kalau marahan sama temannya terus langsung curhat di twitter," kata Rieke.

Anggota Komisi IX DPR ini menjelaskan, tak selayaknya Presiden SBY selaku kepala negara berkomentar di jejaring sosial media hanya untuk menanggapi pernyataan orang lain. "Seharusnya dia sebagai kepala negara melihat problem rakyat Indonesia yang dideportasi puluhan ribu orang di luar negeri," jelasnya.

Direktur Political Communication Insitute Heri Budianto menilai saling sindir 2 tokoh itu ibarat mengulang kembali cerita lama hubungan keduanya. "Tanggapan SBY soal pernyataan Mega seolah mengulang orkestra lama dulu saat Mega menjadi presiden," ujar Heri.

Heri menuturkan, saat itu SBY mengundurkan diri dari posisi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) karena sudah tidak cocok dan merasa disakiti oleh Mega. "Pernyataan Mega sebenarnya bukan ditujukan pada SBY, namun ke tokoh lain. Namun Presiden menanggapi itu," tambah Pengajar Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. [baca juga: Pengamat: Saling Sindir SBY-Mega Orkestra Lama].

Mengingat dekatnya jarak antara kritikan Megawati dengan komentar balasan dari SBY yang hanya berselang satu hari, bisa jadi sebenarnya lontaran Megawati tidak akan masuk materi buku SAP. Namun, karena ada tagar #SAP di setiap kicauan SBY, besar kemungkinan kritik, cemooh, gunjingan atau apalah namanya ini, akan masuk dalam buku hasil karya Presiden.

Kalau memang akhirnya SBY memutuskan untuk memasukkan topik ini ke dalam bukunya, apresiasi harus diberikan kepada Megawati. Alasannya, karena komentarnya di Hari Pahlawan berhasil mengobrak-abrik sistematika penulisan buku SAP. Bayangkan, saat naskah akan memasuki mesin percetakan, Presiden SBY dipaksa untuk membuat bab tambahan yang baru untuk menjawab sindiran Megawati. Bahkan, bukan tak mungkin saat ini Presiden SBY sedang sibuk di salah satu ruangan Istana Negara mengetik bab yang seharusnya tak pernah ada. (Ado/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya