Penyadapan, Fahri Hamzah PKS: Ponsel SBY Kok Tak Bisa Diproteksi?

PKS menilai penyadapan terhadap Presiden SBY sebagai bukti Indonesia tidak siap menangkap spionase.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 20 Nov 2013, 11:34 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2013, 11:34 WIB
pm-aus-sby131119b.jpg

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai isu penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat menjadi bukti Indonesia tidak siap menangkap spionase. PKS pun menyarankan pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Keterkejutan ini menandakan kita nggak punya persiapan. Kalau Pak SBY dan penasihat intelijennya itu nggak sadar kalau seluruh dunia sekarang saling menyadap, itu naif. Nggak usah jadi pemimpin negara bila tak sadar," kata Wasekjen PKS Fahri Hamzah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2013).

Fahri menyanyangkan telepon selular Presiden SBY tidak diproteksi sehingga bisa disadap oleh Australia. Penyadapan terhadap SBY, kata Fahri, menjadi bukti bahwa lembaga intelijen Indonesia tidak profesional.

"Tanyakan kenapa kita bobol. Ini kerugian buat kita dan bukti kita nggak profesional. Kirain kita sudah punya lembaga hebat, masak HP SBY nggak bisa diproteksi," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR ini menyarankan agar Indonesia tidak permisif dengan penyadapan. Fahri pun mengaku punya solusi. "Saya tantang buat Perppu Penyadapan. Inilah satu-satunya negara yang nggak punya UU tentang penyadapan," tutur Fahri.

Atas isu penyadapan, Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa telah memanggil pulang Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema. Kini, Nadjib sedang menghadap SBY untuk memberitahukan perkembangan dan situasi terakhir terkait penyadapan di Negara Kanguru.

Dalam dokumen yang dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional atau National Security Agency (NSA) AS Edward Snowden, Presiden SBY disadap Australia melalui telepon genggamnya selama 15 hari pada Agustus 2009.

Selain SBY, badan mata-mata Australia bernama Defence Signals Directorate (DSD) juga menyadap Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wapres Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan Menpora Andi Mallarangeng, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, mantan Menkeu Sri Mulyani, Widodo Adi Sucipto, dan Sofyan Djalil. (Baca juga: Ani Yudhoyono dan Pejabat RI yang Disadap) (Riz/Ism)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya