BPK: Kerugian Negara di Kasus Century Rp 7,4 T, Bukan Rp 6,7 T

Berdasarkan laporan BPK terakhir, kerugian negara akibat kasus Bank Century bukan Rp 6,7 triliun.

oleh Oscar Ferri diperbarui 23 Des 2013, 16:34 WIB
Diterbitkan 23 Des 2013, 16:34 WIB
century130116c.jpg
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Rupanya, kerugian negara akibat kasus itu bukan Rp 6,7 triliun.

Dari hasil pemeriksaan BPK dalam LHP itu terkuak, ternyata uang negara yang 'ditilep' dalam kasus FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik mencapai Rp 7,4 triliun.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan terdapat penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait," kata Ketua BPK, Hadi Poernomo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2013).

Kesimpulannya, kata Hadi, pertama ditemukan kerugian negara akibat pemberian FPJP dari BI kepada Bank Century sebanyak Rp 689,39 miliar. Nilai tersebut merupakan penyaluran FPJP pada 14, 17, dan 18 November 2008.

Kedua, lanjut Hadi, proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 6,76 triliun. Nilai tersebut merupakan keseluruhan penyaluran Penyertaan Modal Sementara (bail out) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Itu terhitung selama periode 24 November 2008 sampai 24 Juli 2009," ujar Hadi. Sehingga jika dijumlahkan, total kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 7,449,39 triliun.

Pemeriksaan LHP kerugian negara itu dilaksanakan berdasarkan surat permintaan KPK pada 15 April 2013 lalu. Selanjutnya, setelah dilakukan koordinasi antara BPK dan KPK pada 18 Oktober 2013, BPK menerbitkan surat tugas pemeriksaan dalam rangka penghitungan kerugian negara.

"BPK pun telah menyelesaikan perhitungan kerugian negara dalam kasus ini pada 20 Desember 2013," ujar Hadi. (Ein/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya