Liputan6.com, London - Di Eropa, upaya untuk menekan macet dan polusi bukan sekedar isapan jempol belaka. London contohnya, sikap tegas bakal diambil pemerintah untuk kendaraan yang menghasilkan emisi lebih dari 75 g/km.
Untuk masuk ke pusat kota, kendaraan kategori tersebut bakal dikenai biaya masuk sebesar 10 poundsterling atau sekitar Rp 191 ribuan (kurs Rp 19775 per US$).
Saat ini, biaya sebesar 11,5 poundsterling atau sekitar Rp 227 ribuan per hari sendiri telah dikenai untuk kendaraan yang dinilai melanggar ambang batas emiusi. Sebaliknya, kendaraan bermesin solar yang telah memenuhi standar emisi EURO 6 tak akan dikenakan bea masuk.
Melansir laman Carscoops, Senin (4/8/2014), adalah walikota London, Boris Johnson yang punya ide tersebut. Ia ingin menerapkan Ultra Low Emission Zone (ULEZ) atau zona rendah emisi di tahun 2020 mendatang. Untuk itu, pihaknya tengah giat melobi pemerintah guna penyesuaian ulang pajak kendaraan diesel. Harapannya, hal ini akan mendorong pengendara untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan.
Peraturan yang sama turut diberlakukan kepada kendaraan bermesin bensin dengan tahun pembuatan sebelum 2006. kendaraan dengan standar emisi dibawah EURO 6 akan dikenai bea masuk untuk menekan angka kemacetan di London.
Saat ini sendiri, tercatat tak kurang dari 30 juta unit kendaraan terdaftar di Inggris. Sepertiga dari jumlah tersebut teregistrasi dengan mobil bermesin diesel.
"Selama beberapa tahun terakhir, standar mesin diesel EURO belum dapat menekan emisi seperti yang diharapkan. Parahnya, insentif bagi calon pembeli mobil diesel belum mampu berbuat banyak," papar Pattew Pencharz, penasehat walikota di bidang lingkungan.
Sayangnya, langkah ini bakal banyak menemui kendala. Sebabnya, kendaraan yang masuk golongan tersebut didominasi oleh angkutan umum, mulai dari bus, taksi, dan truk.
Kebijakan ini malah dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas UKM. Pasalnya, usaha rintisan tersebut banyak menggunakan kendaraan lawas untuk operasional sehari-hari. Oleh karena itu, pemerintah kota London diminta untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk tersebut agar tepat sasaran.