Ini Kelebihan dan Kekurangan Mudik via Jalan Tol dengan Non Tol

Salah satu yang dipilih untuk mudik adalah moda transportasi darat. Saat ini kepemilikan kendaraan pribadi meningkat dan ditambah dengan akses jalan yang semakin banyak membuat pilihan mudik dengan kendaraan selalu menjadi prioritas.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Apr 2022, 18:06 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2022, 18:06 WIB
penerapan one way di KM 110 ruas tol Cikopo-Palimanan
Kendaraan pemudik melintas saat penerapan kebijakan jalur satu arah atau one way di ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan, Subang, Jawa Barat, Jumat (29/4/2022). Kepadatan kendaraan pemudik masih terlihat di beberapa titik, meskipun kebijakan one way telah dilakukan sejak pagi hari Jumat ini dimulai dari KM 47 sampai KM 414 Tol Kalikangkung. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu yang dipilih untuk mudik adalah moda transportasi darat. Saat ini kepemilikan kendaraan pribadi meningkat dan ditambah dengan akses jalan yang semakin banyak membuat pilihan mudik dengan kendaraan selalu menjadi prioritas.

Namun pertanyaannya, memilih jalur mudik yang mana? Apakah jalan tol atau menggunakan jalan non tol? Semua ada plus dan minusnya. Mari kita simak bersama.

Jalan Tol

Ini merupakan pilihan paling umum. Fasilitas jalan tol sudah tersedia di beberapa daerah, terutama Pulau Jawa yang kini memiliki jaringan tol Trans Jawa. Bagi pemudik di wilayah Jabodetabek, ini akan menjadi pilihan utama.

Ini juga sesuai dengan survey Badan Litbang Kemenhub di mana pemudik akan memilih tol Trans Jawa sebesar 24,1 persen.

Angka ini lebih tinggi dari pilihan jalur lintas tengah Jawa sebesar 9,7 persen, tol Cipularang 9,2 persen, jalur Pantai Utara Jawa 8,2 persen, trans Sumatera non tol 4,7 persen, Tol Jagorawi 4,2 persen, jalur lintas selatan (pansel) Jawa 3,7 persen, Tol Jakarta-Merak 3,5 persen dan Tol Bocimi (Bogor-Ciawi-Sukabumi) 0,7 persen, sisanya jalan lainnya 31,8 persen.

Melihat data di atas bisa dipastikan rute tol menjadi pilihan utama. Selain itu keberadaan tol dapat mengurangi waktu tempuh.

Tol Trans Jawa misalnya membentang dari Cilegon hingga Pasuruan sepanjang 933 kilometer. Pernah disebutkan, tol Trans Jawa mengurangi waktu perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta hanya dalam 9 sampai 10 jam.

Selain waktu yang lebih singkat, pemudik juga tidak perlu khawatir dengan layanan pada rest area. Terutama di tol Trans Jawa kini sudah tersedia layanan lengkap yang dibutuhkan pengguna kendaraan.

Sebut saja area makan dan minum, tempat istirahat, pengisian bahan bakar, tempat ibadah serta beragam fasilitas lainnya sepanjang jalur tol.

Penggunaan tol juga membuat perkiraan ke berbagai tempat tujuan lebih mudah. Misal soal waktu tempuh, kemungkinan selama perjalanan jika lancar bisa membuat pengguna kendaraan merencanakan rute perjalanan dengan lebih pasti untuk tiba di tempat tujuan.

Namun, kemudahan-kemudahan di atas juga dibarengi dengan beberapa kekurangan. Salah satunya, pemilihan jalur tol tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit, terlebih jika tempat tujuan merupakan titik paling jauh.

Jasa Marga mengungkapkan untuk pemudik dari Jakarta yang menuju Surabaya misalnya, membutuhkan dana sebesar Rp 746.000 dalam sekali jalan. Tentu ini perhitungan pergi, jika dengan pulang berarti butuh Rp1,4 jutaan belum termasuk bahan bakar selama mudik.

Kekurangan lain adalah naiknya volume kendaraan yang kemungkinan bisa membuat kemacetan di tol, terutama di area gerbang tol. Memang pihak pengelola tol sudah mempersiapkan langkah strategi untuk mengatasi kondisi ini, namun tidak ada kenyamanan dalam kondisi macet.

Kenaikan volume kendaraan juga berarti kemungkinan rest area sepanjang jalur tol akan terisi penuh dan membuat kemacetan.

Bahkan ada kemungkinan rest area tersebut bakal ditutup jika sudah menimbulkan kemacetan akibat kepadatan di dalamnya. Ini artinya pemudik wajib mempersiapkan makanan dan minuman agar tidak terlalu bergantung dengan rest area.

Berkendara sepanjang tol justru membutuhkan perhatian yang lebih ekstra. Jalan tol yang menawarkan rute lurus terkadang membosankan dan membuat kantuk selama perjalanan. Pemilik kendaraan juga harus menyempatkan diri beristirahat setiap maksimal tiga jam perjalanan.

Selain itu wajib juga menjaga batas kecepatan untuk tidak melebihi aturan atau kurang dari aturan yang sudah ditetapkan. Belum lagi di beberapa ruas tol, pencahayaannya belum optimal.

Ini akan berbahaya bagi pemudik yang memilih untuk berkendara di malam hari. Alangkah baiknya berangkat dengan beberapa orang yang bisa menyetir bergantian.

Khusus untuk mudik 2022, pemilik kendaraan juga wajib memperhatikan tanggal bepergian. Ini karena pengelola jalan tol dan pihak kepolisian sudah mengungkapkan akan menerapkan aturan ganjil genap selama mudik.

Aturan ini juga rencananya akan dilaksanakan bersama aturan one way dan contraflow jika terjadi kepadatan kendaraan selama masa mudik.

**Pantau arus mudik dan balik Lebaran 2022 melalui CCTV Kemenhub dari berbagai titik secara realtime di tautan ini

Jalan Non Tol

Jalur Selatan ruas Banyumas-Cilacap terpantau ramai lancar pada H+5 Lebaran 2018, atau puncak arus balik 2018. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pemudik juga bisa memilih melalui jalan raya lintas provinsi yang tersebar di berbagai wilayah. Melalui jalan biasa ini, pengendara mendapatkan beberapa keuntungan. Pertama, jalur non tol biasanya menawarkan pemandangan yang indah. Ini sebagai hiburan selama perjalanan dan membuat waktu berpergian menjadi tidak terasa lama. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono bahkan menyebutkan, pemudik juga bisa melewati jalur Pantai Selatan (Pansela) untuk ke kampung halaman dan menjadi alternatif rute yang memungkinkan. Lintas Pansela dibangun mulai dari Bayah, Lebak, Banten melewati Kebumen, Cilacap, Wonosari sampai ke Pacitan di Jawa Timur dengan total panjang jalan mencapai 1.242 kilometer. Selain itu pemilihan jalur non tol biasanya untuk menghindari biaya tol yang dibayarkan untuk menuju kota tujuan. Perjalanan non tol juga menjadi kesempatan untuk mampir ke berbagai daerah yang dilewati terutama untuk melihat spot wisata atau kuliner. Berada di jalan umum juga mengurangi kesulitan mendapatkan bantuan jika kendaraan mengalami masalah. Masih ada bengkel umum atau tempat makan yang banyak ditemui di sepanjang jalan sehingga tidak merasakan kekhawatiran. Tambahan lain, melewati jalur non tol bisa dilakukan kapan saja. Tidak perlu menunggu aturan ganjil genap yang dilaksanakan pihak kepolisian dan pengelola jalan tol. Namun pemilihan jalur non tol bukan berarti tanpa kekurangan. Sudah menjadi rahasia umum, jalur non tol memiliki waktu perjalanan yang lebih panjang dibanding jalan tol. Ini membuat pemudik yang hanya memiliki sedikit waktu tidak cocok untuk melewati jalur non tol. Selain itu, soal kondisi jalan juga tidak bisa diprediksi. Terkadang ada jalan dalam jalur mudik yang memiliki tanjakan ekstrem, jalan berkelok serta kondisinya rusak parah atau berlubang. Ini juga bisa terjadi di jalur tol, namun kemungkinan lebih besarnya ada di jalan umum. Soal kemacetan juga bisa berasal dari beragam faktor, misal ada keramaian pasar, bahkan sekadar genangan pun bakal menimbulkan kemacetan. Ini yang perlu diantisipasi oleh pemudik jika lewat jalur non tol, termasuk rute alternatif jika rute utama mengalami kendala. Kondisi tidak terprediksi di jalan umum ini juga membutuhkan kesiapan dari kendaraan. Pemudik wajib untuk memperhatikan kondisi kendaraan sebelum berangkat mudik. Juga untuk kesiapan pengemudi yang kemungkinan akan berada di balik setir dalam waktu lama. Sempatkan istirahat dan perhatikan beberapa kondisi kendaraan sebelum melanjutkan perjalanan kembali. Sumber: Oto.com
Infografis Aturan Perjalanan Mudik Lebaran 2022 dari Satgas Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Aturan Perjalanan Mudik Lebaran 2022 dari Satgas Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya