5 Kerawanan di 1.055 TPS Bermasalah di Sumbar

Bawaslu akan fokus mengawasi TPS-TPS saat pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara.

oleh Muslim AR diperbarui 02 Des 2015, 14:45 WIB
Diterbitkan 02 Des 2015, 14:45 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Padang - Setelah memetakan 1.055 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang rawan di 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat (Sumbar), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar membagi tingkat kerawanan TPS tersebut kepada 5 tingkatan.

"Dengan adanya pembagian tingkat kerawanan ini, kita bisa fokus pada cara pengawasan TPS-TPS yang akan diawasi saat pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara," ujar Kepala Divisi Pengawasan dan Humas Bawaslu Sumbar, Surya Efitrimen di Padang, Rabu (2/12/2015).

Surya menjelaskan, untuk tingkat kerawanan pertama adalah tentang akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih.

Ia menjelaskan, bentuk kerawanan tigkat pertama ditandai dengan besarnya potensi jumlah pemilih yang menggunakan identitas diri (DPT-2). Kemudian juga besarnya potensi perubahan jumlah pemilih, khususnya daerah perkotan dan industri.

Selain itu, besarnya potensi pengeluaran Surat Keterangan Domisili oleh pemerintah bagi yang tidak atau belum memiliki identitas diri.

"Khususnya bagi mahasiswa di perkotaan dan daerah yang terisolir," lanjut Surya.

Untuk tingkat kedua, kerawanan akan diamati dari ketersediaan perlengkapan pemungutan suara dan dukungan perlengkapan lainnya. Menurut Surya, bentuk kerawanan itu antara lain besarnya potensi keterlambatan kedatangan perlengkapan TPS dan pungut hitung akibat kondisi geografis yang menghambat akses transportasi.

Lalu besarnya potensi kerusakan perlengkapan TPS dan pungut hitung, akibat ancaman kondisi cuaca, seperti hujan, longsor, dan banjir. Keterlambatan dalam pendistribusian perlengkapan TPS dan pungut suara akibat matangnya perencanaan pendistribusian yang disusun KPU setempat.

"Di tingkat ketiga, kerawanan akan terjadi jauh-jauh hari atau bahkan sesaat sebelum pemungutan suara. Atau yang lebih dikenal dengan serangan fajar. Kerawanan ini identik dengan pemberian uang atau materi lainnya. Kerawanan tingkat ini, seperti, besarnya potensi politik uang akibat daerah kecil dengan jumlah pemilih sedikit, namun pasangan calon (paslon) yang maju banyak," jelas Surya.

Lalu besarnya potensi politik uang di daerah terisolir akibat kekurangan SDM pemilih. Jauh dari jangkauan pengawasan masyarakat, media serta mudahnya memobilisasi pemilih jadi faktor pendukung bagi kerawanan tingkat ke tiga ini.

Keterlibatan Penyelenggara Negara

Tingkat kerawan ke empat, dipengarui keterlibatan penyelenggara negara. Bentuk kerawanan ini disebabkan besarnya potensi tekanan politik dan psikologis pasangan calon dari patahana terhadap penyelenggaran negara untuk memberikan dukungan politik. Serta memobilisasi jajarannya untuk mendukung paslon tersebut.

"Besarnya potensi keterlibatan penyelenggara negara, terutama kepada calon patahana akibat conflict of interest dan janji jabatan pascapemilihan," lanjut Surya.

Untuk tingkat kerawanan ke lima, Bawaslu Sumbar menyoroti soal ketaatan dan kepatuhan terhadap tata cara pemungutan dan perhitungan. Surya menjelaskan, bentuk kerawanannya berada pada potensi kesalahan besar dalam penyelenggaraan pemungutan suara akibat ketidaktahuan dan kelemahan Sumber Daya Manusia (SDM) di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Potensi keterlibatan KPPS sebagai bagian dari tim sukses paslon tertentu menjadi peluang kecurangan dan kerawanan akan semakin besar," jelas Surya.

Surya menegaskan, tingkat kerawanan itu akan menjadi patokan Bawaslu dalam mencari metode pengawasan di 1.055 TPS yang dianggap rawan tersebut.

"Tujuan pengawasan, pertama soal integritas proses penyelenggaraan, kedua menjaga integritas aktor yang terlibat dan ketiga, menjaga interitas hasilnya," pungkas Surya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya