Liputan6.com, Jakarta - Naman, sang pengadang kampanye calon Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat melakukan pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dalam pleidoinya itu, dia menyatakan tidak melakukan pengadangan.
Kuasa hukumnya, Abdul Haris meminta hakim membebaskan klien dari segala tuntutan. Pleidoi yang dibacakan selama dua jam itu menepis semua tuduhan Jaksa Penuntut Umum.
"Posisi Naman tak di depan para pendemo, justru Djarot yang mendatangi kerumunan massa, sehingga terjadilah dialog yang terlihat dalam dakwaan JPU," ujar Haris di PN Jakarta Barat, Selasa (20/12/2016).
Advertisement
Haris selanjutnya menerangkan identitas Naman, kronologi kejadian, dan kapasitas serta tujuan dia melakukan aksi yang dianggap sebagai pengadangan kampanye.
"Sangat tidak benar, dakwaan dari penuntut umum. Sebab, menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi UUD," ucap Haris.
Aspirasi yang disampaikan Naman, kata dia, terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan pasangan Djarot, yakni Basuki Tjahaja purnama atau Ahok.
"Itu dilakukan secara spontan, karena ucapan saudara Ahok diduga penistaan," jelas Haris.
Saat ditanya hakim, Naman mengaku bersalah saat menyampaikan aspirasi tersebut. Dia meminta maaf atas sikapnya tersebut.
"Saya merasa bersalah, sebab yang saya ajak bicara bukan Ahok, saya minta maaf pada Pak Djarot," ucap Naman.
Dalam pembelaan itu, Haris juga menegaskan bahwa Naman bukanlah pemimpin aksi. Dia disebutkan hanya ikut-ikutan.
"Komandan demo juga tak benar. Naman hanya ikut-ikutan apa yang dilakukan massa. Tak ada kesepakatan dengan massa aksi bahwa Naman adalah Komandan demo," jelas Haris.