Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan aspirasinya jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Salah satunya terkait keterlibatan penyandang disabilitas dalam Pemilu.
Pria yang karib disapa Bamsoet ini menilai, sampai kini keterlibatan penyandang disabilitas dalam Pemilu masih sangat minim.
Baca Juga
"Padahal, konstitusi telah menjamin hak-hal politik difabel atau penyandang disabilitas sejak tahun 2011," ujar Bamsoet melalui keterangan tertulis, Selasa (21/2/2023).
Advertisement
Oleh karena itu, ia pun menyampaikan sejumlah permintaan, khususnya kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia atau KPU RI.
"Pertama, meminta pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk concern terhadap permasalahan tersebut, mengingat penyandang disabilitas tetap mempunyai hak suara dalam Pemilu," ucap Bamsoet.
Untuk itu, lanjut dia, KPU dapat melakukan sensus dengan memetakan data pemilih disabilitas yang dibagi sesuai kategorisasi disabilitasnya, hingga menetapkan sejumlah mekanisme pemilihan bagi penyandang disabilitas.
Sehingga diharapkan Bamsoet, dengan upaya-upaya tersebut mampu meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam Pemilu.
"Kedua, meminta KPU untuk terus berupaya melakukan pemutakhiran data dan mengintegrasikan pendataan khusus terhadap penyandang disabilitas," kata dia.
Pendataan itu, lanjut Bamsoet, mulai dari mendata identitas, hingga soal kebutuhan khusus mereka agar pemenuhan aksesibilitas, pelayanan dan fasilitas dapat disesuaikan dengan kebutuhan para penyandang disabilitas di setiap tempat pemilihan suara (TPS).
Â
Permintaan Selanjutnya
Ketiga, Bamsoet meminta pemerintah untuk memberikan pemahaman dan meminta masyarakat menghilangkan stigma negatif terhadap penyandang disabilitas.
Di samping, terus mengingatkan seluruh pihak bahwa penyandang disabilitas memiliki hak, kedudukan dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.
"Mengingat ketidakpercayaan difabel karena faktor keterbatasan fisik serta pola pikir di masyarakat sangat mempengaruhi mereka untuk berpartisipasi dalam Pemilu hingga mengakses layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan," terang dia.
"Terakhir, meminta negara benar-benar menjamin hak-hak para penyandang disabilitas khususnya saat perhelatan Pemilu 2024, di samping memastikan Pemilu 2024 nantinya dapat menjadi sangat ramah dengan para penyandang disabilitas maupun kelompok minoritas lainnya," jelas Bamsoet.
Â
Advertisement
Harap Tak Ada Politik Identitas
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet berharap tidak terjadi adanya politik identitas pada Pemilu 2024. Dia menilai, dampak politik identitas pada pemilu sebelumnya, masih terasa hingga saat ini.
"Saya sebagai Ketua MPR tentu saja tidak menghendaki politik identitas, kita pernah merasakan itu dan residunya masih ada sampai hari ini," kata Bamsoet, saat diwawancarai di Graha PENA 98, Menteng, Jakarta, Minggu 19 Februari 2023.
Dia berharap, pada pesta demokrasi di 2024 persaingan terjadi tak seperti di Pemilu 2019 yakni terjadi perpecahan antarmasyarakat.
"Ke depan kita bicara soal persaingan yang sehat siap bersaing dan siap bersanding tanpa membawa isu-isu yang berpotensi memecah belah di antara kita sesama anak bangsa," tegas Bamsoet.
Â
Isu Politik Identitas
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, dalam Rakernas dengan tegas menyatakan bahwa partai mereka berlandaskan politik identitas dan akan menggunakan masjid untuk kepentingan "politik gagasan".
Ridho menyampaikan pendapatnya bahwa politik tak bisa dipisahkan dari agama.
"Sedangkan nilai-nilai moralitas agama memberikan referensi yang absolut yang permanen yang tidak pernah berubah lintas zaman, lintas generasi. Kemudian kalau kita pisahkan dari politik, maka politik kita yang tanpa arah, politik yang nanti referensinya kebenaran yang relatif situasional," ujar Ridho.
Atas dasar itu, Ridho menyebut Partai Ummat menganut politik identitas. Menurut dia, politik identitas adalah politik yang Pancasilais.
Dalam pidatonya, dia juga menyinggung bahwa politik gagasan semestinya tidak dilarang di masjid. Sebab, menurut dia, hal yang seharusnya dilarang di masjid adalah politik provokasi.
"Yang seharusnya dilarang di masjid bukanlah politik gagasan, tapi politik provokasi. Keduanya sangat berbeda," kata Ridho.
Advertisement