Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyampaikan perkembangan proses pendaftaran calon kepala daerah, di Pilkada Serentak yang digelar 27-29 Agustus 2029.
Komisioner KPU Idham Holik menyebutkan, jumlah calon tunggal di Pilkada 2024 meningkat dibandingkan Pilkada 2020.
Baca Juga
“Dibandingkan Pilkada 2020 adanya peningkatan calon tunggal cukup sifnifikan, 2020 hanya 25 calon tunggal, saat ini 48 calon tunggal,” kata Idham.
Advertisement
Untuk di tingkat provinsi, hanya ada 1 provinsi yakni Papua Barat. Sementara 47 di tingkat kabupaten/kota.
“Tapi dari sisi prosentase berkurang, 2020 ada 9,26 persen sekarang 8,81 persen artinya menurun dari persentasi,” kata dia.
Menurut Idham, dari 48 calon tunggal kemungkinan besar akan memperpanjang masa pendaftaran selama 3 hari.
“Mulai 2-4 September KPU Provinsi dan kab/kota yang calon tunggal dipersilakan melakukan pendaftaran,” kata dia.
Sementara itu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin, menyebutkankan, total terdapat 51 paslon yang mendaftar lewat jalur independen, yang terdiri dari perseorangan cagub 1 palson, bupati 38 paslon, dan walikota 12 paslon.
“Sementara calon yang mendaftar lewat parpol/gabungan parpol yakni gubernur 100 paslon, bupati 1095 paslon, dan walikota 272 paslon. Total 1.467 paslon,” kata Afif di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2024).
Sementara jumlah wilayah dengan hanya 1 paslon atau berpotensi melawan kotak kosong ada 48 wilayah.
“1 calon tunggal di tingkat provinsi, di tingkat kabupaten ada 42 kabupaten, dan 5 di kota, total 48 wilayah dengan 1 calon tunggal,” kata Afif.
Apa itu Kotak Kosong Pilkada?
Apa itu kotak kosong Pilkada? Kotak kosong dalam konteks Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di Indonesia merupakan fenomena unik yang muncul, sebagai solusi demokratis ketika sebuah daerah hanya memiliki satu pasangan calon yang berkompetisi. Istilah ini merujuk pada opsi pilihan yang diberikan kepada pemilih selain pasangan calon tunggal yang ada, di mana pemilih dapat memilih "kotak kosong" sebagai bentuk ketidaksetujuan atau ketidakpuasan terhadap calon yang tersedia.
Apa itu kotak kosong Pilkada? Munculnya konsep kotak kosong dalam Pilkada tidak terlepas dari dinamika politik lokal yang kompleks. Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya Pilkada dengan calon tunggal, mulai dari kurangnya figur yang memenuhi syarat, tingginya biaya politik, hingga kondisi sosial politik yang tidak memungkinkan munculnya kompetitor. Dalam situasi seperti ini, kotak kosong berfungsi sebagai mekanisme checks and balances, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap calon yang ada.
Apa itu kotak kosong Pilkada? Keberadaan kotak kosong dalam Pilkada membawa implikasi yang signifikan bagi dinamika politik lokal. Di satu sisi, hal ini dapat mendorong pasangan calon tunggal untuk bekerja lebih keras dalam meyakinkan pemilih dan membuktikan kelayakan mereka. Di sisi lain, kemenangan kotak kosong atas pasangan calon dapat mengakibatkan penundaan Pilkada, dan membuka peluang bagi munculnya calon-calon baru pada periode berikutnya.
Fenomena ini juga memicu diskusi dan perdebatan di kalangan pemangku kepentingan politik, tentang efektivitas sistem ini dalam menjamin kualitas kepemimpinan daerah. Berikut ini pengertian kotak kosong Pilkada dan aturannya yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (20/8/2024).
Advertisement
Apa Itu Kotak Kosong Pilkada
Kotak kosong dalam Pilkada adalah istilah yang merujuk pada situasi unik, di mana hanya ada satu pasangan calon (paslon) yang berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah. Dalam kondisi ini, pemilih diberikan dua pilihan di surat suara: memilih pasangan calon yang tersedia atau memilih "kotak kosong." Kotak kosong ini tidak hanya sekadar opsi tambahan, tetapi memiliki makna politis yang penting, memberikan peluang kepada pemilih untuk menolak calon tunggal yang ada. Jika suara untuk kotak kosong melebihi suara untuk pasangan calon, maka Pilkada akan diulang, memberi kesempatan bagi calon-calon lain untuk maju dalam pemilihan ulang.
Fenomena kotak kosong bukan sekadar peristiwa kebetulan dalam proses demokrasi di Indonesia. Ini sering kali mencerminkan situasi politik di daerah tertentu, di mana dominasi kekuasaan oleh satu partai atau kelompok politik sangat kuat, sehingga calon-calon lain enggan atau tidak mampu bersaing. Dalam konteks seperti ini, kotak kosong menjadi simbol resistensi dan alat untuk mengekspresikan ketidakpuasan publik terhadap dominasi politik tersebut. Dengan demikian, kotak kosong tidak hanya berfungsi sebagai opsi teknis dalam surat suara, tetapi juga sebagai elemen penting dalam menjaga keseimbangan demokrasi.
Munculnya kotak kosong dalam Pilkada didorong oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang mengharuskan pemilihan tetap dilaksanakan meskipun hanya ada satu pasangan calon yang lolos verifikasi. Undang-undang ini memastikan bahwa proses demokrasi tidak terhenti meski dalam situasi minimnya partisipasi calon. Namun, untuk menjaga esensi demokrasi itu sendiri, pemilih diberikan opsi kotak kosong sebagai bentuk penolakan terhadap calon tunggal yang ada. Secara teknis, jika kotak kosong mendapatkan lebih banyak suara daripada pasangan calon, Pilkada tersebut dianggap tidak menghasilkan pemenang yang sah. Konsekuensinya, pemilihan harus diulang dengan pembukaan pendaftaran calon baru. Dalam skenario ini, kotak kosong memainkan peran sebagai penyeimbang, mencegah calon tunggal terpilih secara otomatis tanpa adanya kompetisi yang sehat.
Aturan Kotak Kosong dalam Pilkada
Dalam konteks demokrasi Indonesia, konsep kotak kosong dalam Pilkada memiliki peran yang krusial, terutama dalam menjaga integritas dan keberlanjutan proses pemilihan kepala daerah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu di Indonesia, telah mengeluarkan berbagai aturan untuk mengakomodasi situasi di mana hanya ada satu pasangan calon (paslon) yang maju dalam Pilkada. Aturan-aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa proses demokrasi tetap berjalan, meskipun dalam kondisi terbatasnya pilihan bagi pemilih.
Peraturan mengenai pasangan calon tunggal dalam Pilkada pertama kali diatur dalam Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015. Peraturan ini mengatur tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon. Peraturan ini merupakan respons terhadap kebutuhan untuk menjaga proses pemilihan tetap berjalan meskipun hanya ada satu calon yang lolos verifikasi.
Namun, seiring berjalannya waktu dan kebutuhan untuk penyesuaian terhadap dinamika politik yang terjadi, peraturan ini mengalami pembaruan. Pada tahun 2018, KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018, yang merupakan revisi dari Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015. Revisi ini memperkuat ketentuan terkait tata cara pemilihan di wilayah dengan pasangan calon tunggal, termasuk aturan lebih rinci mengenai mekanisme penentuan pemenang dan pengaturan tentang pelaksanaan pemilihan ulang jika kotak kosong mendapatkan suara lebih banyak.
Aturan terbaru mengenai calon tunggal dalam Pilkada diatur dalam Peraturan KPU RI Nomor 20 Tahun 2020. Peraturan ini merupakan pembaruan kedua atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015. Dalam peraturan ini, KPU menegaskan kembali pentingnya menjaga proses demokrasi yang sehat, termasuk memberikan panduan yang lebih jelas tentang penentuan pemenang dan langkah-langkah yang harus diambil jika kotak kosong menang dalam pemilihan.
Advertisement