Kartu Sakti Jokowi Banyak Dicatut

Banyak calo mencetak sendiri kartu sakti program Presiden Joko Widodo.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 26 Nov 2015, 13:36 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2015, 13:36 WIB
Kala 'Kartu Sakti' Jokowi Dibagikan
Seorang warga menunjukkan tiga macam kartu yang telah didapatkannya di Jakarta, Senin (3/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Makassar - Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang juga program nasional Presiden Joko Widodo marak dicatut di Makassar. Pencatutan ini terdeteksi setelah terungkap banyak pihak yang sering menyalahgunakan layanan BPJS dan KIS untuk mengambil keuntungan pribadi.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar, Elsa Novalia mengimbau masyarakat agar waspada dan berhati-hati dengan calo yang sering mencetak kartu BPJS termasuk KIS. Sebab ketika peserta menggunakan kartu ilegal itu, layanan tidak dapat diterima rumah sakit lantaran tak terdaftar.

Selain itu, dia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi agar pihak rumah sakit menangani peserta BPJS apalagi yang mengantongi KIS. Modus surat rekomendasi juga rawan disalahgunakan.

"Kartu tanda peserta program JKN yang dikelola BPJS adalah gratis alias cuma-cuma. JKN adalah programnya, BPJS adalah pengelolanya, dan KIS itu adalah kartunya," kata Elsa Novalia di Makassar, Kamis (26/11/2015).

 



Hasil survei Populi Center 'Satu Tahun Kabinet Kerja, Kinerja Sudah Terasa?' menunjukkan 30,6 persen responden mengapresiasi program kartu sakti. Survei ini melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi dengan metode acak bertingkat atau multistage random sampling

Survei dengan margin of error sekitar 2,9 persen ini menggambarkan masyarakat puas akan program Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dibagikan presiden melalui Kementerian Sosial.

"Masyarakat memberi nilai mengenai prestasi Jokowi yang paling menonjol di persentase 30,6 persen adalah pembagian kartu pintar, sehat dan sejahtera, yang paling dirasakan keberhasilannya selama setahun masa jabatan," ujar peneliti Populi Center Evita di Jakarta Pusat, Senin, 26 Oktober 2015. (Hmb/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya