Keinginan Kapten Kapal Sebelum Disandera Kelompok Abu Sayyaf

Kontak terakhir kapten kapal yang disandera kelompok Abu Sayyaf dengan ibundanya adalah dua hari sebelum kejadian.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 30 Mar 2016, 19:00 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2016, 19:00 WIB
Orangtua Kapten Kapal yang Disandera Abu Sayyaf
Kontak terakhir kapten kapal yang disandera kelompok Abu Sayyaf dengan ibundanya adalah dua hari sebelum kejadian.

Liputan6.com, Manado - Kapten kapal yang disandera kelompok Abu Sayyaf, Peter Tonsen Barahama, ternyata sempat berkomunikasi dengan kedua orangtuanya saat hendak pergi melaut. Ia mengontak Sofitje Salemurung (60 tahun), sang ibu, untuk mengutarakan niatnya pulang ke rumah.

"Opo (Peter) cuma bilang, kalau balik dari Filipina, dia mau turun dulu ke darat. Mau istirahat," ujar Sofitje dengan nada lirih, Rabu (30/3/2016).

Kontak terakhir Peter dengan ibundanya adalah pada 24 Maret 2016 atau dua hari sebelum disandera kelompok Abu Sayyaf bersama sembilan ABK kapal Brahma 12. Sedangkan pertemuan tatap muka Peter dan kedua orangtuanya terjadi pada Natal 2015 lalu.

"Natal itu Opo pulang ke kampung. Kami bertemu. Itu yang terakhir," ucap Sofitje.

Ia menuturkan kabar penyanderaan putra bungsunya oleh kelompok Abu Sayyaf diketahui pada 27 Maret 2016. Saat itu ia dan suaminya, Charlos Barahama (64), diberitahu anak sulung mereka, Sam, yang tinggal di Tahuna, Kabupaten Sangihe.


"Kebetulan kami ada di Manado sejak Januari lalu. Sam, anak tertua kami yang berada di Tahuna, Kabupaten Sangihe, memberitahu kalau Opo kena musibah," tutur Sofitje dengan mata berkaca-kaca.

Kesedihan serupa dirasakan Charlos, ayah Peter. Matanya menerawang saat menceritakan perjalanan hidup Peter, sang anak. Ia mengungkapkan Peter sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja di kapal.

"Berbekal ijazah SMP, Opo merantau untuk cari kerja. Saya kurang tahu persis sudah berapa tahun bekerja di kapal yang terakhir ini (Brahma 12). Mungkin sekitar tiga tahun," ujar Charlos yang juga pensiunan guru.

Charlos mengaku sebelum kejadian nahas yang menimpa putranya, dia mendapat firasat buruk.

"Sejak hari Sabtu, 26 Maret, hari di mana Opo bersama kawan-kawannya disandera, saya tidak bisa tidur. Badan terasa panas, sehingga kami pindah dari rumah kami ke sini, di rumah adik dari istri saya. Sampai akhirnya pada Minggu, 27 Maret kami menerima kabar itu," tutur Charlos.

Baik Charlos maupun Sofitje mengaku terus mengikuti perkembangan upaya penyelamatan putra mereka dari media massa. Keduanya berharap Peter dan kawan-kawannya yang disandera kelompok Abu Sayyaf bisa segera dibebaskan.

"Kami berharap Opo dan kawan-kawannya bisa segera dibebaskan dari penyanderaan kelompok Abu Sayyaf," ujar Charlos.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya