Staf Ahli Gubernur Riau Jadi Tersangka Korupsi Rp 17 Miliar

Staf ahli Gubernur Riau terlibat korupsi dana pembebasan lahan embarkasi Haji Riau di Pekanbaru.

oleh M Syukur diperbarui 15 Jul 2016, 23:07 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2016, 23:07 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Pekanbaru - Staf ahli Gubernur Riau bernama Muhammad Guntur ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi Riau karena diduga merugikan negara Rp 8,3 miliar. Ia disangka menyelewengkan anggaran pembebasan lahan embarkasi Haji Riau di Pekanbaru, Riau.

Hal ini dilakukan setelah berkas mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau itu dinyatakan lengkap atau P-21 dan menjalani penyerahan tersangka serta barang bukti dugaan korupsinya pada Kamis, 14 Juli 2016.

"Yang bersangkutan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan langsung dibawa ke Rumah Tahanan Sialang Bungkuk, Kulim, Kecamatan Tenayanraya," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau Sugeng Rianta.

Sugeng menyebutkan, dalam proyek bernilai Rp 17 miliar itu, Muhammad Guntur merupakan Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Panitia Pengadaan Tanah untuk Embarkasi Haji Riau pada  tahun 2012.

Dalam kasus ini, penyidik juga menetapkan seorang pihak swasta, Nimron Varasian. Namun, dia belum ditahan karena sedang berada di luar daerah menjenguk keluarganya yang sakit.

"Lawyer (pengacara) NV (Nimron Varasian) minta penundaan pemeriksaan. Kita jadwalkan lagi pemanggilan Selasa depan (19/7/2016)," kata Sugeng.

Sugeng menjelaskan, lahan yang dibeli untuk Embarkasi Haji Riau seluas 5,2 hektare. Tanah dibeli melalui broker dan diduga digelembungkan. Modus yang digunakan adalah uang yang diterima Guntur digunakan sebagai uang muka pembelian tanah.

"Uang itu selanjutnya diserahkan seorang warga berinisial MF ke pemilik tanah. Satu meter lahan seharga Rp 100 ribu tapi di-markup jadi Rp 400 ribu. Berdasarkan audit BPKP negara dirugikan sekitar Rp 8,3 miliar," ucap Sugeng.

Penyimpangan Pembebasan Lahan

Penyidik telah menyita tanah dan empat sertifikat hak milik tanah. "Dua sertifikat sudah dititipkan di kantor notaris," tambah Sugeng.

Penyidik menetapkan Muhammad Guntur sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajati Riau Nomor Print : - 04.a/N.4/ Fd.1/ 05/2015 tanggal 21 Mei 2015.

Kasus yang menjerat Guntur berawal pada 2012 lalu saat dirinya menjabat Kepala Biro Tata Pemerintahan dengan alokasi anggaran Rp 17,958 miliar lebih.

Status kepemilikan tanah sebanyak 13 persil, di antaranya sertifikat, Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Berdasarkan penetapan tim appraisal, harga tanah bervariasi antara Rp 320 ribu sampai Rp 425 ribu per meter.

Dalam perjalanan, diduga terjadi penyimpangan dalam pembebasan lahan.

"Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tahun berjalan," kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau Mukhzan yang mendampingi Sugeng.

Selain itu, berdasarkan penyidikan, pembelian lahan di Jalan Parit Indah, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru itu tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.

"Akibat perbuatan itu, Guntur dan tersangka lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Mukhzan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya