Beli Rambut di Majalengka, 2 WN Tiongkok Ditangkap Imigrasi

Rambut yang dibeli kebanyakan rambut nenek-nenek atau hasil potong di tukang cukur.

oleh Panji Prayitno diperbarui 08 Okt 2016, 14:03 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2016, 14:03 WIB
Beli Rambut di Majalengka, 2 WN Tiongkok Ditangkap Imigrasi
Rambut yang dibeli kebanyakan rambut nenek-nenek atau hasil potong di tukang cukur. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Petugas Imigrasi Cirebon menangkap dua WN Tiongkok saat membeli rambut di Blok Rabu, Desa Penjalin, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka pada 2 Oktober 2016 lalu. Kedua WN Tiongkok itu diketahui bernama Zheng Haohui dan Zheng Weishu.

"Rambut yang dibeli kebanyakan rambut nenek-nenek atau rambut hasil potong di tukang cukur, tapi khusus dari warga Majalengka," ucap Kasubsi Pengawasan Imigrasi Cirebon Teuku Adelian Muda, Jumat, 7 Oktober 2016.

Penangkapan dua WNA asal Tiongkok tersebut, kata dia, berawal dari informasi warga Majalengka yang melihat dua WNA tersebut berkeliaran di kawasan mereka. Berdasarkan penelusuran, mereka sudah tinggal di lokasi tersebut lebih dari sebulan.

Adelian juga menuturkan, dua WNA tersebut sudah membeli dan mengirim 70 kg rambut ke Tiongkok melalui jasa pengiriman di Surabaya. "Jasa pengiriman DHL yang menjadi media pengiriman rambut itu sudah kami konfirmasi dan benar ada pengiriman ke Cina," ucap dia.

Dalam aksinya itu, Zeng Haouhui menyalahgunakan visa kunjungan budaya dengan menyuruh pamannya, Zheng Weishu, membeli rambut di Majalengka karena memiliki paspor bebas masuk. Rambut tersebut dibeli dua WNA seharga Rp 700 ribu per kg untuk dibuat wig, bulu mata dan produk kecantikan yang lain.

"Kami belum tahu berapa rambut dijual oleh dua WNA tersebut karena tidak mau bicara terus. Mereka pilih Majalengka karena dianggap bagus dan itu juga hasil referensi dari rekan-rekannya. Kami juga sambil menelusuri terus," ujar Adelian.

Atas perbuatan itu, petugas menjerat dua WNA dengan Pasal 122 huruf (a) dan (b). "Ada kemungkinannya dua WNA dideportasi tapi itu semua tergantung kebijakan pimpinan apakah harus pro-justisia," kata Adelian.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya