Liputan6.com, Purwokerto – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berjanji bakal mengajak bicara masyarakat dan aktivis lingkungan yang menolak dan menuntut dicabutnya izin proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden di lereng selatan Gunung Slamet, Banyumas.
Para penolak beranggapan PLTP mengancam ekologi Gunung Slamet yang akhirnya mengancam pula sumber penghidupan masyarakat di daerah penyangga. Beberapa yang terancam langsung antara lain kondisi mata air.
Baca Juga
"Ya, nggak pa pa (ditolak). Ya jelaskan dulu saja, Jelaskan saja dulu, apa manfaatnya, apa dampaknya, dampaknya seberapa. Saya kira masyarakat memang perlu diajak bicara," ujar Ganjar ketika menghadiri Hari Lingkungan Sedunia, tingkat Jawa Tengah, di Purwokerto, Rabu, 19 Juli 2017.
Advertisement
Ganjar menilai penolakan itu terjadi akibat mampetnya informasi dan komunikasi antara pemangku kepentingan, dalam hal ini pemerintah dan pelaksana proyek, dengan masyarakat dan para aktivis. Padahal, menurut dia, proyek ini sudah dicanangkan sejak 2011 lalu.
Menurut Ganjar, aktivis lingkungan perlu diajak bicara untuk bersama-sama memahami tujuan pendirian PLTP sebagai bagian dari proyek percepatan pembangkit listrik 10 ribu MW yang sekian lama mangkrak lantaran terlibas oleh proyek listrik 35 ribu MW.
"Ini kan sebenarnya bagian dari proyek 10 ribu megawatt yang nggak jalan-jalan karena terlibas proyek 35 ribu megawatt. Sebenarnya yang perlu adalah ajaklah bicara. Justru ajaklah bicara aktivis lingkungan," katanya.
Ia berpendapat, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) merupakan pilihan terbaik di antara beberapa proyek pembangkit lain, seperti energi fosil, nuklir dan energi lainnya. Jika terjadi dampak negatif, aktivis akan diajak berbicara solusinya.
Ganjar memperkirakan, ketika aktivis lingkungan diajak memilih antara PLTP dengan teknologi nuklir, aktivis dan masyarakat juga akan semakin khawatir. Begitu pula dengan energi fosil yang dinilai amat mencemari lingkungan dan menyumbang pemanasan global.
"Lingkungan yang paling bersih itu apa sih? Apa kita mau ke nuklir? Aktivisnya diajak ngobrol dong. Kalau kita tidak punya energi kita ke nuklir saja yuk. Saya yakin hipotesis ini akan dijawab pasti takut dan tidak mau. Apa kita akan memakai solar, fosil, mau? Tidak ada," tuturnya.
Soal pilihan menggunakan PLTP tinimbang energi lainnya, seperti sel surya dan tenaga angin, Ganjar mengakui di Indonesia saat ini belum ada yang berhasil mengaplikasikan surya dan angin. Namun begitu, di masa mendatang dia mengatakan energi terbarukan dan ramah lingkungan akan menjadi pilihan utama.
Saat ditanya apakah PLTP termasuk energi ramah lingkungan dan baik, Ganjar enggan berkomentar.
Sebelumnya, ratusan aktivis dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Slamet melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut supaya pemerintah mencabut izin PLTP Baturraden.
Data Aliansi Selamatkan Slamet menunjukkan dampak proyek PLTP paling tampak adalah keruhnya air Sungai Prukut pada November hingga Februari lalu lalu. Keruhnya air menyebabkan ratusan masyarakat di Cilongok Banyumas mengalami krisis air bersih, baik untuk keperluan rumah tangga, perikanan, peternakan, hingga industri kecil.
Mereka juga mencatat hewan-hewan di lereng Gunung Slamet lebih kerap turun ke lahan pertanian warga, seperti babi hutan dan kera. Hal itu, menurut mereka adalah tanda bahwa habitat mereka sudah terganggu proyek PLTP yang kini masih tahap eksplorasi ini.