Nama Baru Jalan di Yogya Redakan 'Konflik' Jawa dan Sunda

Penggunaan dua nama besar dalam sejarah dua suku dapat menghapus dendam di masa lalu. Kali ini tentang Jawa dan Sunda.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 04 Okt 2017, 07:34 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2017, 07:34 WIB
Peresmian
Peresmian jalan arteri Yogyakarta dihadiri oleh Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat. Foto: (Switzy Sabandar/Liputan6.com)

Liputan6.com, Yogyakarta - Pemberian nama jalan arteri di Yogyakarta dengan nama raja dan kerajaan besar di Jawa ternyata berkaitan dengan rekonsiliasi budaya Jawa dan Sunda.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 166 Tahun 2017 tentang Penamaan Jalan Arteri, ruas jalan yang dikenal sebagai ring road dipenggal menjadi enam nama jalan. Dua jalan menggunakan  nama raja besar, dua lain menyandang nama kerajaan, dan sisanya nama tokoh penting sejarah Indonesia modern.

Simpang tiga Jombor sampai simpang tiga Maguwoharjo (10 kilometer) bernama Jalan Padjajaran. Simpang empat Pelem Gurih sampai Jombor (5,8 kilometer) merupakan Jalan Siliwangi. Simpang empat Dongkelan sampai simpang tiga Gamping diberi nama Jalan Brawijaya.

Selanjutnya, simpang empat Janti sampai Ketandan disebut Jalan Majapahit. Simpang empat Dongkelan sampai simpang tiga Gamping dikenal dengan nama Jalan Brawijaya. Simpang empat Wonosari (Ketandan) sampai Imogiri Barat (Wojo) dinamai Jalan Ahmad Yani. Simpang empat Wojo sampai Dongkelan bernama Jalan Prof Dr Wirjono Projodikoro.

"Peresmian sebagai cara menyelesaikan permasalahan sejarah yang selama beberapa abad membebani psikologi suku Jawa dan Sunda," ujar Sultan HB X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, saat meresmikan nama baru jalan arteri di Yogyakarta, Selasa, 3 Oktober 2017.

Ia mengatakan penggunaan dua nama besar dalam sejarah dua suku dapat menghapus dendam di masa lalu. Stigma kurang baik antara Jawa dan Sunda berawal dari Perang Bubat yang melibatkan Kerajaan Majapahit dan Padjajaran. Stereotipe turun-temurun menghasilkan pandangan hidup antar-suku yang saling mengolok.

Menurut Sultan, kesalahan di masa lalu kemungkinan terjadi karena tindakan pemimpin yang khilaf dalam mengambil kebijakan.

"Marilah kita saling melupakan dan memaafkan semua kesalahan masa lalu, sebab apa yang terjadi di masa lalu adalah sejarah," ucapnya.

Sultan menuturkan, kedua suku harus bersatu dan bersama-sama menghadapi tantangan dalam membangun bangsa dan negara.

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, yang hadir dalam peresmian nama jalan menilai tindakan Sultan HB X sebagai Raja Jawa menjadi momentum penting dalam sejarah Pulau Jawa. Ia sepakat perselisihan yang sudah mendarah daging harus diakhiri.

"Sunda dan Jawa adalah suku besar yang jika bersatu bisa membawa kemajuan bagi Indonesia," kata Aher.

Ia juga berharap hal yang dilakukan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta ini bisa dilakukan juga oleh pemerintah Jawa Timur, bahkan segera mungkin Jawa Barat melakukan hal yang sama.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil berjanji untuk menghadirkan nama-nama kerajaan dan tokoh kerajaan di Jawa, seperti Hayam Wuruk, Majapahit, dan Brawijaya di Bandung. Ia mengaku akan membicarakan hal ini dengan DPRD setempat.

 Saksikan video pilihan berikut ini!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya