Liputan6.com, Sampang - Tim penyidik Polres Sampang, Jawa Timur, menerapkan pasal berlapis pada tersangka kasus penganiayaan guru seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Ahmad Budi Cahyanto, yang dipukul muridnya berinisial MH.
MH dijerat dengan Pasal 338 tentang Pembunuhan Berencana, dan Pasal 335 ayat 3 tentang Pembunuhan. Pasal 338 KUHP itu merupakan dakwaan primer, sedangkan Pasal 335 ayat 3 merupakan dakwaan subsider.
"Ancamannya 15 tahun hukuman penjara," ujar Kapolres Bangkalan AKBP Budi Wardiman seusai menemui perwakilan pengunjuk dari komunitas "Gerakan Solidaritas Duka Budi Duka Guru Kita" saat berunjuk rasa di Mapolres Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis, 8 Februari 2018, dilansir Antara.
Advertisement
Sebelumnya, polisi hanya menerapkan Pasal 335 ayat 3 KUHP tentang Tindak Pidana Penganiayaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pada MH dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
Baca Juga
Namun, masyarakat Madura dari berbagai kalangan tidak terima dengan penerapan pasal terhadap pelaku penganiayaan yang telah menyebabkan guru seni rupa itu meninggal dunia, karena dinilai terlalu ringan.
Warga yang tak terima kemudian menggelar aksi unjuk rasa menuntut keadilan bagi Guru Budi ke Mapolres Sampang pada Kamis pagi. Aksi itu diikuti ribuan orang dari aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Korps Alumni HMI (Kahmi), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), GMNI dan Aliansi Guru Sukwan (Agus) se-Madura.
Para pengunjuk rasa menilai, penerapan Pasal 335 ayat 3 KUHP untuk kasus kematian Guru Budi akibat dipukuli siswanya hingga tewas, tidak memenuhi rasa keadilan publik.
"Hemat kami sangat tidak tepat, apalagi nantinya masih ada upaya-upaya diversi pada pembunuh gurunya itu," ujar juru bicara Kahmi dari unsur pengacara, Sulaisi Abdurrazaq.
Â
Â
Â
Â
20 Pengacara Kawal Kasus
Sulaisi merupakan satu dari 20 pengacara yang ditunjuk oleh Kahmi Madura untuk mengawal kasus pembunuhan dengan korban Ahmad Budi Cahyanto itu.
Ia menjelaskan, Kahmi dan HMI peduli atas kasus itu karena korban merupakan anggota Kahmi Madura dan merupakan mantan aktivis lembaga kekaryaan HMI, yakni Lembaga Seni Mahasiswa Islam (LSMI), sebuah organisasi semi otonom di bawah naungan HMI Cabang Malang.
Selain ke Mapolres Sampang, aksi damai gabungan komunitas yang mengatasnamakan diri "Gerakan Solidaritas Duka Budi, Duka Guru Kita" itu juga ke Kejaksaan Negeri Sampang.
Di depan kejaksaan, Kahmi dan elemen ormas lainnya meminta agar tim penyidik kasus itu, memberikan petunjuk kepada penyidik Polres Sampang agar MH tidak hanya dijerat Pasal 335 ayat 3 saja, tetapi juga Pasal 338 KUHP.
Dasarnya, karena berdasarkan penelitian pengacara Kahmi, pukulan yang dilakukan tersangka terarah pada titik lemah tubuh manusia. Pukulan itu hanya bisa diketahui oleh orang tertentu, yakni yang memiliki teknik bela diri.
Ia juga mendesak agar aparat penegak hukum menerapkan restorative justice sehingga terwujud keadilan bagi keluarga korban dan membuat efek jera bagi pelaku.
Advertisement
Salat Gaib hingga Puisi Spesial
Massa pengunjuk rasa pada aksi bertajuk Duka Budi Duka Guru Kita itu juga melibatkan siswa, mahasiswa, guru, kiai, dan aktivis. Mereka mendorong agar kasus yang menimpa almarhum Achmad Budi Cahyanto diproses sesuai ketentuan.
Massa gabungan dari empat kabupaten di Madura berkumpul di depan Kantor Pemkab Sampang pukul 07.30 WIB. Setengah jam kemudian mereka berjalan kaki menuju mapolres yang berjarak sekitar 200 meter.
Setibanya di depan markas polisi yang beralamat di Jalan Jamaluddin itu massa melakukan salat Gaib. Salat itu dipimpin Habib Abdur Rahman. Lalu, mereka berzikir dan ditutup dengan doa oleh Tsabit.
"Yang membuat saya sedih, istri almarhum Budi (Sianit Sinta) malam harinya bicara ke istri saya. Pertama saya kehilangan anak dari Budi yang dikandung lima bulan. Saat ini, saya kehilangan Budi dengan kandungan lima bulan," ceritanya yang disertai tangisan sebagian peserta aksi.
Aksi dilanjutkan dengan orasi bergantian perwakilan tiap kabupaten. Para orator mengaku miris dunia pendidikan ketika ada insiden seorang murid berani memukul guru hingga meninggal dunia. Padahal, guru adalah insan yang mencerdaskan generasi bangsa.
Mereka meminta kepada kepolisian menegakkan hukum meski tersangka di bawah umur. Mereka tidak ingin pelaku bebas. "Tanpa guru kita tidak akan pernah tahu arti sebuah kehidupan. Guru harus digugu dan ditiru. Kami berharap kejadian ini pertama dan terakhir," teriak salah satu orator.
Para simpatisan juga membacakan puisi untuk guru Budi di depan puluhan personel keamanan. Sebab, honorer SMAN 1 Torjun itu merupakan guru muda yang inspiratif. Namun, akibat ulah muridnya sendiri, sosok seniman itu meninggal dunia.
"Saya persembahkan puisi untuk Budi dengan judul Belajar Membaca Budi," ucap guru SMAN 1 Sampang, Moh. Saiful, yang merupakan guru almarhum Achmad Budi Cahyanto.
Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.
Saksikan video pilihan berikut ini: