Liputan6.com, Semarang - Dua siswa sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Semarang dikeluarkan dari sekolah karena tuduhan menganiaya junior saat pelaksanaan kegiatan latihan dasar kepemimpinan.
"Kebetulan, anak saya menjadi koordinator Satgas Anti Narkoba OSIS di SMA Negeri * Semarang," kata Suwondo, orangtua AN, salah satu siswa SMA yang dikeluarkan di Semarang, Minggu, 25 Februari 2018, dilansir Antara.
Sebagai pengurus OSIS, kata dia, putrinya yang duduk di kelas XII MIPA 11 tersebut ikut menangani kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK) yang berlangsung pada November 2017, bersama AF, pengurus OSIS yang juga ikut dikeluarkan.
Advertisement
Ia menjelaskan, persoalan itu bermula ketika ada tiga orangtua siswa berinisial BT, KR, dan NT, menghadap kepala sekolah tersebut mengenai dugaan bullying dan kekerasan yang menimpa anak-anak mereka.
Baca Juga
Atas desakan dari ketiga orangtua siswa SMA itu, kata dia, pihak sekolah menggelar operasi mendadak (sidak) terhadap telepon seluler milik pengurus OSIS dan ditemukan beberapa rekaman video kegiatan LDK.
"Dari beberapa rekaman video itu, ada yang diindikasikan semacam kekerasan. Padahal, itu bukan murni kekerasan. Itu pun dalam konteks mengajak adu argumentasi saat pembekalan LDK," katanya.
Dalam rekaman itu, kata dia, terlihat AN yang melakukan adegan penamparan kecil dan AF melakukan semacam adegan pemukulan di perut yang dipastikannya bukan penganiayaan karena tidak ada yang terluka sama sekali.
Pada 5 Februari 2018, Suwondo menerima surat dari SMA di Semarang itu yang menyebutkan anaknya telah menampar juniornya saat kegiatan LDK. Keesokan harinya, ia langsung mendatangi sekolah anaknya.
"Pihak sekolah langsung bilang, 'Anakmu mau dicabut atau dikeluarkan?'. Kalau saya yang mencabut, artinya mengundurkan diri, dan permasalahan selesai. Kalau tidak, sekolah mengancam akan diproses hukum," katanya.
Â
Â
Â
Â
Â
Anak Berprestasi
Karena Suwondo menolak mencabut, akhirnya sekolah mengeluarkan surat pengembalian kepada orangtua untuk AN dengan dasar dinilai telah melanggar pasal-pasal tata tertib yang dibuat oleh sekolah favorit itu.
Untuk AF, kata dia, orangtuanya ketakutan sehingga menulis surat pengunduran diri dalam kondisi tertekan, termasuk dikatakan sekolah sudah berkoordinasi kepolisian, komite sekolah, dewan guru, alumni dan Dinas Pendidikan, padahal belum.
Karena itu, dia menolak datang ketika dipanggil kembali oleh sekolah karena mengetahui sekolah akan memaksanya menandatangani surat pengunduran diri, sementara putrinya adalah anak baik-baik dan berprestasi.
"Saya merasa anak saya juga menjadi korban, Anin sempat masuk sekolah, kemudian disuruh pulang. Sampai sekarang, anak saya masih 'syok'. Padahal, tinggal beberapa bulan lagi kelulusan sekolah," kata Suwondo.
Selain dua siswa yang dikeluarkan, kata dia, ada sembilan pengurus OSIS yang terancam sanksi serupa yang juga dikaitkan dengan meninggalnya BT di kolam renang beberapa waktu lalu, tetapi tidak ada buktinya.
Indah, orangtua siswa pengurus OSIS lainnya juga prihatin dengan dikeluarkannya dua siswa SMA Negeri 1 Semarang tanpa alasan jelas yang membuat sejumlah orangtua siswa menjadi ikut resah.
"Kami orangtua siswa yang juga menjadi pengurus OSIS sepakat untuk mendukung AN dan AF. Anak-anak kami telah menjadi korban kekerasan psikis. Ini telah menjadi masalah bersama," katanya.
Sementara itu, Kepala SMA Negeri di Semarang tersebut belum bisa dikonfirmasi hingga saat ini. Saat dihubungi, nomor telepon selulernya juga tidak aktif.
Advertisement
Mengadu ke Ombudsman
AN, siswa sebuah SMA Negeri di Kota Semarang yang dikeluarkan dari sekolah atas dugaan penganiayaan terhadap adik kelasnya akan mengadu ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah.
Kuasa hukum AN, Hermansyah Bakrie, di Semarang, Minggu, 25 Februari 2018, mengatakan kliennya dikeluarkan oleh pihak sekolah bersama satu siswa lain yang berinisial AF.
Ia menyayangkan tindakan kepala sekolah yang dinilai otoriter itu. Menurut dia, pihak sekolah seharusnya melakukan evaluasi ke internal sebelum memutuskan untuk mengeluarkan siswanya.
"Jangan mentang-mentang AN ini berasal dari keluarga kurang mampu," katanya.
Ia menegaskan perbuatan kepala sekolah tersebut tergolong sebagai penyalahgunaan wewenang.
Saksikan video pilihan berikut ini: