Liputan6.com, Yogyakarta - Banyak yang belum tahu jika warga di perkotaan bisa memanen padi. Walaupun memiliki keterbatasan lahan, warga di perkotaan Yogya memanfaatkan boks berisi belut sebagai "sawah".
Eko Yulianta dari Kelompok Tani Perkotaan Sidodadi RT 08 RW 03 Tompeyan, Tegalrejo, Kota Yogya, mengatakan sekarang warga di perkotaan bisa memanen padi dengan memanfaatkan boks.
"Ide awalnya sederhana. Kita, kan, cita-citanya panen padi di kota, sementara lahan tidak ada. Makanya konsep kita kembangkan awalnya kita polybag, enggak jadi lalu kita pakai ini boks," katanya beberapa waktu lalu, kepada Liputan6.com.
Advertisement
Baca Juga
Eka mengatakan dalam boks berukuran kecil dan besar, benih padi direndam dulu semalaman. Baru pada pagi harinya, benih disemai di dalam media tanam. Setelah 10 hari, benih dimasukkan ke dalam boks yang bisa ditaruh di halaman rumah.
"Pada 10 hari kedua, belut dimasukkan. Usia belut yang dimasukkan nanti sama dengan saat panen nanti," ucapnya.
Media tanam tidak dipupuk memakai pupuk pabrikan, tapi pupuk alami. Pupuk itu terdiri atas batang pisang, batang padi, kompos dari hewan, kompos dari daun ini dicampur menjadi satu.
"Kita blend, kita fermentasi kita jadikan media tanam ini tanah buatan. Keunggulannya kita hama berkurang hampir tidak ada. Belut juga hidup dan banyak keuntungan," katanya.
Ia mengaku sudah mencoba metode padi belut tersebut sejak 8 -9 bulan ini. Setidaknya, ada 40 boks yang ditempatkan di halaman rumah, gang, dan tepi jalan.
"Kita sudah dua kali panen. Setidaknya 90 hari lebih sudah bisa panen," ujarnya.
Â
Keuntungan Padi Belut
Menurut Eko, ada beberapa keuntungan menggunakan boks dengan media tanam kompos tersebut. Setidaknya tidak ada hama yang datang ke padi.
"Keunggulannya belut tidak kanibal karena nutrisi makan sudah tersedia," katanya.
Tidak hanya itu, belut tidak perlu lagi untuk diberi makan. Sebab, media tanam sudah memenuhi kebutuhan para belut ini, termasuk padi.
"Istilahnya kita kembali ke alam, kita tidak butuh lagi pestisida," katanya.
Selain itu, hasil padi yang sudah menjadi nasi pun berbeda ketahanannya. Bahkan, di percernaan lebih bagus dibanding nasi dari padi yang menggunakan pestisida.
"Kita coba giling ternyata di magic jar itu bisa dua hari. Kalau satu hari basi, itu pasti pestisida. Dan untuk orang diabetes itu lebih bagus," katanya.
Fakta lainnya ternyata belut yang ada di sawah boks ini bisa tumbuh dengan baik. Ini menunjukkan bahwa petani yang menggunakan pestisida pada sawahnya membuat belut mati.
"Kalau di sawah kan jarang, mereka mati karena pestisida," katanya.
Â
Advertisement
Panen Raya
Saat ini, setidaknya ada dua boks yang bisa digunakan mulai dari ukuran kecil sekitar setengah meter dan boks besar sekitar 1 meter. Boks berukuran kecil sekitar setengah meter bisa memanen padi seberat 0,4 kg, sementara yang besar itu 0,6 kg. Belut yang ditaruh di boks kecil jumlahnya enam dan yang di boks besar itu berjumlah delapan.
"Sementara baru dikembangkan 40 boks. Tapi nantinya akan ada penambahan dalam jumlah besar," katanya.
Nantinya akan ada 1500 boks yang dikembangkan oleh kelompok tani Sidodadi, sehingga dalam beberapa bulan lagi kelompoknya akan panen raya dari ribuan boks itu.
"Kita kasih Oktober itu makanya kita massal. Sebanyak 1500 boks jadi nanti setara sekian luasan dengan padi sawah lebih efektif mana. Kita panen raya padi pas Oktober itu pas mahal-mahalnya beras," katanya.
Ia mengatakan untuk boks berukuran kecil bisa menampung 12 ikat padi setiap ikatnya berisi 12 batang. Sementara, boks berukuran besar berisi 24 ikat batang padi belut.
"Di Jogja baru ini di Tompeyan Tegalrejo. Rata-rata pakai polybag, kita pakai boks," ujarnya.
Hasil panenan pertama padi belutnya menggunakan padi IR 64. Namun saat ini, ia tengah mencoba padi hitam dan merah. "IR kita sudah berhasil ini (padi hitam dan merah), semoga kita berhasil," katanya.
Hasil memuaskan ini menurutnya juga memiliki kendala. Mahalnya boks sebagai pengganti sawah terhitung mahal bagi para petani perkotaan. "Boks itu mahal juga. Tapi katanya akan ada bantuan," katanya.
Eka mengaku hasil panenan ini menjadi sebuah solusi dari permasalah pangan di wilayah perkotaan. Terlebih Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogya mendukung aksi warga.
"Itu masalahnya policy saja, alhamdulilah dinas kota sangat mendukung," katanya.
Dukungan Dinas
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Yogyakarta, Sugeng Darmanto mengatakan pihaknya terus memberikan dukungan kepada kelompok tani maupun warga perkotaan yang ingin bercocok tanam. Seperti kelompok tani yang mengembangkan padi di boks campur belut.
"Kita dapat bantuan boks itu untuk ditanami padi dengan belut. Dalam boks itu bisa sepuluh jadi intinya memanfaatkan lahan yang kosong," ujarnya.
Menurut dia, perkotaan memiliki keterbatasan lahan untuk bercocok tanam. Berbeda dengan di kabupaten yang memiliki lahan luas untuk bercocok tanam.
"Kita orientasinya bukan produksi tapi menamakan ketahanan pagan di masyarakat. Itu bisa dikonversikan ke tanaman lain sepeti cabe," katanya.
Ia mengatakan wilayah kota Yogya menampilkan kampung pangan lestari. Di mana di satu wilayah ada ikan, ternak, sayur-mayurnya dan pangan.
"Keliatan sepele tapi dalam satu wilayah ada itu jadi luar biasa. Ada Rejowinangun juga ada. Tempat lain itu tergantung kampung lainnya mau jadi follower atau maker," katanya
Menurutnya, wilayah Kota Yogya menjadi pertama yang mengembangkan wilayah pangan lestari. Berbeda dengan Kota Malang yang cenderung ke tanaman bunga.
"Danurejan itu sangat suka sayur, Kotagede sayur dan buah-buahan, tanaman pengganti beras juga ada. Malang itu lebih ke bunga ya kota ke sayur dan tanaman pangan," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement