Mendulang Rupiah Melalui Tanam Padi 'Nyeleneh' ala SRI Organik

Panen padi melalui budidaya SRI Organik bisa mencapai 1.600 kilogram gabah basah atau lebih tinggi dua kali lipat dari biasanya, harga jualnya pun bisa lebih tinggi.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 21 Mar 2018, 09:33 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2018, 09:33 WIB
Petani padi yang menerapkan SRI Organik memilih benih sendiri dengan teknik kuno, “nglonggori”, yakni memilih bulir padi terbaik. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petani padi yang menerapkan SRI Organik memilih benih sendiri dengan teknik kuno, “nglonggori”, yakni memilih bulir padi terbaik. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - The System of Rice Intensification Organic (SRI Organik) menjungkalkan logika umum petani yang terbiasa menanam padi secara konvensional, dengan jumlah benih antara tiga hingga tujuh batang per lubang.

Memang, beragam alasan melatarbelakangi mengapa tancapan selalu lebih dari dua batang benih. Antara lain, mengantisipasi serangan hama dan penyakit. Jika satu mati, masih ada setidaknya dua batang lainnya.

Alasan lainnya, satu batang tanaman hanya menghasilkan batang-batang muda yang terbatas jumlahnya. Dengan menanam lebih dari dua batang benih, diharapkan batang indukan akan bersama-sama menumbuhkan rumpun yang tebal dan menghasilkan banyak panen.

Umur benih pun biasanya lebih dari 20 hari. Alasannya, pada usia itu, benih dianggap sudah lebih kuat batangnya dan tak mudah roboh. Logika ini pun ditumbangkan oleh SRI Organik yang nyaris selalu berkebalikan dengan pendapat umum.

Pupuk kimia, terutama urea dan pupuk lengkap NPK pun harus ditebar sejak dini. Hal itu untuk memastikan tanamannya mendapatkan nutrisi yang cukup.

Bagi Fuad (52), hitungan matematis sederhana ala petani konvensional itu lah yang dipakai. Sebab itu, ia tercengang tatkala untuk pertama kalinya mengikuti pelatihan SRI Organik, sekitar tahun 2012 lalu.

Dia tertarik ikut pelatihan SRI Organik lantaran salah satu sawahnya berada di wilayah yang tak subur. Sawah itu berimpitan dengan sungai kecil yang letaknya lebih tinggi.

Sawah Miskin Hara Jadi Subur dengan Pupuk Kandang

Saat menanam, petani Sri Organik di Kelompok Petani Akar Rumput Cipari gembira mengingat hasil panen yang baik pada masa tanam sebelumnya. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Saat menanam, petani Sri Organik di Kelompok Petani Akar Rumput Cipari gembira mengingat hasil panen yang baik pada masa tanam sebelumnya. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Bukannya membuat subur sawah, kali mungil itu justru menyebabkan sawahnya penuh dengan pasir. Jika sawah diidentikkan dengan lumpur, maka sawah Fuad justru sebaliknya. Sawahnya penuh dengan pasir kali.

Meski diketahui, tanah berstruktur pasir lebih mudah diolah, tetapi miskin unsur hara. Sebab itu, berpuluh kali musim, tanaman padi Fuad tetap kerdil. Hasil panennya pun minim.

"Sudah diberi pupuk kimia lebih dari ukuran normal. Tapi padinya kerdil-kerdil, tidak tumbuh baik," ucap Fuad, beberapa waktu lalu.

Kembali ke SRI Organik, pada mulanya, saat itu petani asal Cipari Kabupaten Cilacap ini ragu apakah teori yang disampaikan oleh pemateri cocok diterapkan pada lahannya. Dia sama sekali tak dianjurkan untuk menambah pupuk kimia untuk membuat subur sawahnya.

Sebaliknya, dia diminta untuk menebar sekitar 30 karung ukuran sedang pupuk kandang dengan bobot sekitar 35 kilogram per karung. Satu ton pupuk kandang itu lah yang direkomendasikan untuk ditebar dan bakal memperbaiki hasil panen sawah seluas 1500-an meter persegi miliknya.

Ia pun dianjurkan untuk menanam benih berumur kurang dari 12 hari. Itu berarti, tingginya hanya sekitar 13 sentimeter dan dipastikan tenggelam dijejer dengan rumput-rumput mungil yang biasa disabit untuk pakan kambing.

Per lubang pun hanya berisi satu batang benih ukuran mungil. Jaraknya diperlebar, setidaknya 25 sentimeter antara tanaman dan harus benar-benar lurus.

Nutrisi Tambahan dari Pupuk Cair Padat

Pada awal tanam, padi yang ditanam nyaris tak kelihatan layaknya rumput, saking mudanya. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pada awal tanam, padi yang ditanam nyaris tak kelihatan layaknya rumput, saking mudanya. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Meski ragu, tak urung, ia lakukan juga saran fasilitator dalam pelatihan SRI Organik itu. Ia pun menyiapkan berbagai pupuk organik cair seperti, mikro organisme lokal (MOL) buah maja, sirisida, bambu muda (bung pring), nasi, hingga MOL keong.

"Masing-masing memiliki fungsi sendiri. Buah maja untuk memberikan asupan nitrogen, fospor dan kalium. Sudah lengkap. Lainnya, untuk pelengkap. MOL keong untuk menambah mineral juga," dia menjelaskan.

Hari ke-10 setelah tanam benih berumur sembilan hari, ia kaget bukan kepalang. Ternyata, benih padi yang 10 hari lalu masih setinggi rumput, kini sudah berkembang menjadi cabang tiga. Saat itu, ia menanam padi verietas lokal, mentik wangi.

Masa menyiangi tanaman pun dimulai. Jika biasanya ia menggunakan tangan, kini ia memakai alat sederhana, yakni roda bergerigi dan alat gosrok gulma yang dibuatnya sendiri.

Gunanya, selain untuk mencabut gulma, alat itu sekaligus kembali menggemburkan tanah sawah yang tadinya sudah padat. Alat itu juga memutus perakaran tanaman yang sudah memanjang. Setelah itu, ia semprotkan campuran MOL buah maja, sirisida, dan keong.

Tanpa disangka, tujuh hari kemudian, tanamannya sudah berkembang dari satu batang per lubang menjadi antara tujuh hingga 12 batang per lubang.

"Gunanya menggaruk tanah itu untuk menggemburkan. Kalau akar putus, itu akan merangsang tanaman untuk beranak," dia menerangkan.

Sering Menyiangi Gulma, Anakan Tanaman Padi Makin Banyak

“Matun” atau menyiangi gulma dengan alat roda bergerigi dan alat garuk 10 hari setelah tanam. Saat itu tanaman padi sudah beranak 3 sampai 5 batang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
“Matun” atau menyiangi gulma dengan alat roda bergerigi dan alat garuk 10 hari setelah tanam. Saat itu tanaman padi sudah beranak 3 sampai 5 batang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Usai menyiangi tanaman padi yang ketiga, atau yang terakhir pada umur 40-45 hari setelah tanam, satu rumpun tanaman padinya telah berkembang menjadi antara 35-40 batang di pinggiran atau di sebelah kamalir tengah. Adapun rumpun yang berada di tengah berkisar antara 17-23 batang tanaman.

"Ternyata sangat subur. Mulai matun yang kadua saya sudah yakin akan berhasil. Saya tambah semangat," dia menuturkan.

Masa generatif pun tiba. Padi-padinya mulai mapak dan akan berbunga. Saat itu lah ia menyemprotkan pupuk buah. Ia juga mencampur MOL buah pepayanya dengan bakterisida dan fungisida yang terbuat dari rendaman cengkir atau kelapa muda.

Lagi-lagi, tanpa disangka, hasil panen pada 2009 itu menciptakan rekor terbaik selama belasan tahun dia menggarap tanaman padi. Dari lahan seluas 1500 meter yang tadinya gersang itu, ia menghasilkan 1.200 kilogram gabah basah.

Sebelumnya, sawahnya itu hanya menghasilkan maksimal 850 kilogram gabah basah. Bahkan, pada musim tanam kedua, terkadang sawahnya hanya menghasilkan sekitar 500 kilogram gabah basah.

Panen Menakjubkan dari Teknik SRI Organik

Seorang petani memanen padi yang dibudidayakan dengan teknik SRI Organik, varietas mentik wangi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Seorang petani memanen padi yang dibudidayakan dengan teknik SRI Organik, varietas mentik wangi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Karenanya, ia semakin yakin dengan teknik SRI Organik yang tampak nyeleneh lantaran menabrak kebiasaan petani umumnya. Pada musim tanam berikutnya, dia menambahkan sekitar 40 karung pupuk kandang.

Pada akhir masa panen, ia takjub dan juga bersyukur. Panen dari budidaya padi SRI Organiknya mencapai 1.600 kilogram gabah basah, atau lebih tinggi dua kali lipat dari biasanya.

Rupanya gabah dan beras organik pun dihargai lebih tinggi dibanding harga gabah dan beras biasa. Harga gabah organik Rp 6.000 per kilogram, atau sekitar Rp 2.000 lebih tinggi dibanding harga gabah biasa yang hanya di kisaran Rp 4.000-an per kilogram.

Begitu pula, harga jual beras organik yang lebih tinggi satu setengah kali lipat dibanding harga beras biasa. Saat itiu, ia menjual beras yang dibudidayakan secara organik dengan harga Rp 12 ribu per kilogram, atau lebih tinggi dibanding harga beras biasa yang hanya di kisaran Rp 8.000 per kilogram.

Dan kini, harga beras organiknya dibeli konsumen dengan harga minimal Rp 18.000 per kilogram. Tentu jauh lebih tinggi dibanding harga beras biasa yang dijual di supermarket dengan harga kisaran Rp 14 ribu per kilogram, atau di pasar tradisional sekitar Rp 13 ribu per kilogram saat harga tertinggi.

"Saya kalau dihitung-hitung untungnya empat kali lipat dari sebelum menerapkan pertanian organik," ucap Fuad, bangga.

Ia pun yakin, jika diterapkan di sawah normal, hasilnya akan lebih tinggi lagi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya