Memetakan Mitra Industri Kreatif Tanah Air

Pelaku industri harus jeli melihat pasar, termasuk memperhitungkan harga jual dan ongkos kirim.

oleh Felek Wahyu diperbarui 02 Sep 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2018, 21:00 WIB
JNE
Suasana Talkshow interaktif dengan tema "Industri Kreatif di Era Digital" di Altitude Lounge, Hotel Aston Inn Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Liputan6.com, Semarang - Didatangi pembatik yang terancam tutup usaha lantaran terbelit hutang, bukan menjadi hal mengejutkan bagi Irma Susanti pemilik Identix Batik. Kisah persaingan usaha batik yang makin ketat  ini disampaikan Irma Susanti, pemilik Identix Batik dalam sebuah talkshow interaktif dengan tema "Industri Kreatif di Era Digital" di Altitude Lounge, Hotel Aston Inn Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Irma Susanti, kekurangan dana ratusan juta, berbanding terbalik dengan banyaknya stok batik di gudang. Itu karena barang tidak terserap pasar.

"Karenanya, bantuan yang kita berikan berupa order," kata Irma.

Order bukan sekadar membeli batik di dalam gudang. Order bisa berupa desain untuk diproduksi kemudian hasilnya dibeli tunai. Pemasukan ini menjadi modal untuk membangkitkan usaha lagi. Inilah roh kerjasama dalam industri kreatif.

"Desain batik tradisional seperti parang baris, sidomukti memang masih ada pasar. Tapi, untuk kalangan orang tua. Tapi, pasar batik dengan desain kekinian juga pasarnya besar," kata Susanti.

Pasar milenial dan corporate sangatlah besar. Logo kantor apapun bisa jadi materi desain.

"Untuk merebut pasar batik harus up to date. Ada yang seperti kimono. Desain kimono untuk pasar di Jepang," katanya. 

Pasar industri kreatif memang terus bergerak dinamis. Pelaku harus responsif.

* Saksikan keseruan Upacara Penutupan Asian Games 2018 dan kejutan menarik Closing Ceremony Asian Games 2018 dengan memantau Jadwal Penutupan Asian Games 2018 serta artikel menarik lainnya di sini.

Simak video menarik pilihan berikut di bawah:

Dukungan Industri Logistik

JNE
Suasana Talkshow interaktif dengan tema "Industri Kreatif di Era Digital" di Altitude Lounge, Hotel Aston Inn Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Data di Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri kreatif di Indonesia mencapai 7 persen per tahun. Pada tahun 2014-2015, nilai tambah dari sektor ekonomi kreatif mencapai Rp 111,1 triliun. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor kerajinan dengan laju pertumbuhan ekspor 11,81 persen, diikuti fesyen dengan pertumbuhan 7,12 persen, periklanan sebesar 6,02 persen dan arsitektur 5,59 persen.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Akumandiri Jawa Tengah, Madiyo Sriyanto menyebutkan bahwa kemampuan produksi harus diikuti pengenalan pasar dan produk yang dimiliki.

"Produsen harus lebih jeli melihat pasar, sehingga menghasilkan harga kompetitif yang menguntungkan," kata Madiyo Sriyanto.

Dunia usaha juga telah merambah ke kaum muda. Wirausahawan muda makin banyak bermunculan.

Anak-anak muda dengan ide-ide kreatifnya menghasilkan hal bermanfaat bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk masyarakat.

Perkembangan industri kreatif tak luput dari dukungan industri logistik. Mayland Hendar Prasetyo, Head of Marketing Communication JNE mengatakan, JNE dan UKM adalah mitra, sehingga JNE concern dalam memberikan dukungan dengan semangat tagline Connecting Happiness.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya