Kampung Wayang, Wisata Edukatif di Kota Malang

Seluruh lukisan itu dikerjakan secara gotong royong oleh warga sejak ramadan lalu. Jumlahnya pun bertambah. Semua bermula dari keinginan warga untuk mempercantik kampung mereka. Sekaligus mengenalkan budaya wayang ke anak-anak muda.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 17 Nov 2018, 03:03 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2018, 03:03 WIB
Kampung Wayang Kota Malang
Tempa wayang dipilih warga untuk mempercantik kampung sekaligus melestarikan tradisi (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Jika anda ingin tahu karakter-karakter dalam dunia pewayangan, datang saja ke Jalan Kelapa Sawit RT 5 RW 3, Pisang Candi, Kota Malang. Ada berbagai karakter wayang dalam epos Mahabharata yang bisa dilihat. Dapat dikenalkan terutama ke anak–anak.

Tapi tidak dalam bentuk wayang kulit apalagi wayang orang. Melainkan berupa mural atau lukisan cantik aneka warna di dinding rumah – rumah warga. Total ada 50 karakter wayang yang tekstur tiap garis lukisan terasa menonjol jika diraba. Nama karakter tertulis di tiap sisi lukisan.

Seluruh lukisan itu dikerjakan secara gotong royong oleh warga sejak ramadan lalu. Jumlahnya pun bertambah. Semua bermula dari keinginan warga untuk mempercantik kampung mereka. Sekaligus mengenalkan budaya wayang ke anak-anak muda.

"Anak muda sekarang ini kan belum tentu mengenal karakter wayang," kata salah seorang warga, Saiman.

Saiman sendiri adalah pembuat sketsa seluruh karakter wayang tersebut. Proses melukis sebuah karakter wayang bisa butuh dua sampai tiga hari. Prosesnya, setelah sketsa selesai dibuat akan ada warga yang bertugas menebalkan garis rancangan gambar itu. Menggunakan adonan lem dan semen, sehingga garis lukisan tampak menonjol.

Setelah bahan direkatkan sesuai pola, cat minyak aneka warna menyempurnakan lukisan. Pilihan warna sengaja dibuat di luar pakem. Biasanya, warna wayang dominan kuning keemasan, cokelat, hitam, dan merah. "Tapi kami memilih beragam warna agar tampak lebih cerah," ucap Saiman.

Alhasil lukisan karakter Pandawa Lima, Srikandi, Bambang Irawan dan Abimanyu (dua anak Arjuna) dan karakter lainnya pun tampak lebih ceria. Ini sesuai dengan keinginan warga yang melestarikan tradisi wayang dengan riang gembira, menyenangkan anak-anak.

Di kampung ini juga terdapat sebuah sanggar seni yang memanfaatkan rumah salah satu warga yang kosong tak dihuni. Di sanggar ini, jadi tempat belajar membuat kaligrafi dengan pola wayang di medium bambu. Serta kerajinan berbahan limbah serabut kelapa.

Secara filosofis, tiap karakter wayang itu sendiri dinilai tetap cocok dengan situasi saat ini. Termasuk menggambarkan seluruh aktivitas warga kampung. Sosok Srikandi seorang kesatria perempuan dari kubu Pandawa misalnya, layak disematkan pada ibu-ibu yang aktif di PKK. Para pemuda di karang taruna yang berbuat positif untuk kampung adalah sosok Abimanyu.

"Secara filosofis karakter pewayangan itu tetap sesuai dengan kondisi hari ini," ujar Sumanto, sesepuh kampung.

Ia berharap, melalui media lukisan ini anak–anak muda di Kota Malang tetap tak asing dengan budaya mereka sendiri. Tetap mengenal, memahami dan bahkan turut serta melestarikan budaya pewayangan dengan ikut terlibat dalam berkesenian. Tapi memang butuh proses agar semua warga bisa terlibat bersama menata kampung. 

Kurator : Devi Yunita Parede 

Baca berita menarik lainnya terakota.id atau di sini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya