Liputan6.com, Bandung Sepanjang tahun 2018, di Bandung, Jawa Barat, telah terjadi berbagai peristiwa yang banyak menyita perhatian pembaca khususnya media kami. Beberapa peristiwa tercatat sebagai peristiwa besar dan terpopuler.
Namun, tentu saja, tak semua berita itu penting. Ada yang layak dilupakan begitu saja dan ada yang penting untuk dicatat.
Kami telah mengumpulkan lima topik terpopuler sepanjang 2018 berdasarkan statistik kunjungan halaman. Apa saja topik terpopuler di Bandung? Berikut rangkumnnya.
Advertisement
1. Dokter Bantu Potong Cincin yang Lukai Jari Manis Mahasiswi Bandung
Dokter Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin membenarkan adanya pasien bernama Ratu Shelma Rickie Ferdiansyah (21), wanita yang dipaksa mengenakan cincin oleh David Timotius Tantosa (25).
Dokter spesialis ortopedi RSHS, Andri Primadhi, mengungkapkan, cincin yang melekat pada jari Ratu Shelma pada Senin, 12 Maret 2018 lalu berukuran tidak wajar. Sehingga aliran darah pasien tidak lancar, terasa sakit karena pembengkakan dan tampak kebiruan.
Karena itu, Andri yang turut menangani pasien, melakukan pemotongan terhadap cincin yang melekat pada jari manis Ratu Shelma.
"Kita fokus membuka sumbatan supaya aliran lancar lagi sebab tidak cukup hanya diberi obat dan pengurang rasa sakit," tutur Andri menerangkan.
Menurut Andri, cincin yang dipaksakan masuk ke jari pasien cukup tebal. Sehingga, pihaknya mengambil tindakan memotong cincin menggunakan tang yang cukup besar.
"Tang yang biasa memotong bahan metal. Prosesnya 5-10 menit setelah menenangkan pasien," tutur Andri.
Setelah cincin berhasil dipotong, aliran darah pasien kembali normal. Dokter pun tidak memberikan pembiusan umum saat melakukan pemotongan cincin.
"Setelahnya cukup dikasih obat pengurang rasa nyeri," jelasnya. Selengkapnya
2. Bungker Oplosan Maut dari Cicalengka
Ratusan korban keganasan miras oplosan yang mengalami keracunan mendatangi RSUD Cicalengka pada Kamis, 6 April 2018 lalu.
Polisi bahkan harus memburu pemilik dan peracik miras oplosan yang telah merenggut 44 nyawa di wilayah Kabupaten Bandung tersebut. SS, tersangka baru akhirnya ditangkap pada Rabu, 18 April 2018, setelah pelarian hampir seminggu lamanya.
Ia menyusul HM yang juga istri SS, yang bertindak sebagai pengelola keuangan. Bisnis itu juga melibatkan dua pegawainya JS dan W.
Dalam kegiatan ekspose yang langsung dipimpin Wakapolri Komjen Syafruddin saat itu, terungkap tempat pembuatan miras oplosan. Adalah sebuah bungker yang dijadikan tempat pengoplosan miras tersebut.
Bungker ini tepat berada di belakang rumah SS. Posisinya terletak di sebelah kolam renang yang di atasnya dibangun gazebo ukuran 2,5 m x 2,5 m.
Tembok yang agak kusam dan suasana pengap begitu terasa di dalam bungker sepanjang 18 meter dengan lebar 4 meter dan tinggi 3,2 meter itu.
Sebagai tempat peracikan, SS membuat sekitar 15 exhaust fan atau kipas angin yang dapat mengeluarkan udara keluar ruangan. Di sudut ruangan terdapat dus minuman mineral, jeriken, dan botol-botol bekas.
Terdapat pula satu ruangan khusus tempat meracik yang ditutup dengan sekat tripleks. Di tempat tersebut lah, para tersangka memproduksi miras oplosan yang kemudian diedarkan ke wilayah Cicalengka dan sekitarnya.
Syarifuddin menerangkan, masalah miras oplosan dalam sebulan terakhir menyita perhatian publik. Dalam catatannya, 112 nyawa tewas akibat menenggak miras oplosan dalam waktu satu bulan terakhir.
Kejadian miras oplosan dikatakan Syarifuddin tak hanya terjadi di Jawa Barat. Tetapi juga di provinsi lain seperti di DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan.
"Semua jajaran yang terkait melakukan operasi besar-besaran sehingga kita ungkap melalui langkah yang progresif," jelasnya.
Namun, dari pelaku yang berhasil diungkap, Polri menilai mereka melakukan secara sporadis.
"Jadi ini bukan merupakan jaringan meski satu sama lain saling mengetahui. Motifnya bisnis rata-rata sudah melakukan sekitar dua tahun di Jabar. Fenomenanya sendiri hampir 10 tahun, ini pasti tersebar di Indonesia," paparnya. Selengkapnya
Advertisement
3. Kisah Rumah Pak Eko yang Tak Punya Jalan Keluar
Warga Ujungberung, Bandung, Eko Purnomo (37), terpaksa pindah dari rumahnya lantaran tak punya akses jalan karena terisolasi tembok rumah tetangga.
Sudah tiga tahun Eko tak lagi tinggal di rumahnya yang berlokasi di RT 05 RW 06 Kampung Sukagalih, Desa Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Jawa Barat.
Kini ia bersama istri dan adik-adiknya mengontrak rumah di Kampung Ciporea, Kelurahaan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung. Ditemui Selasa (11/9/2018), Eko terlihat pasrah dan masih menyimpan kepedihan mendalam.
Eko mengatakan, rumah yang diwariskan orang tuanya sejak 2016 lalu tak lagi memiliki akses masuk maupun keluar rumahnya. Karena mulai dari samping kanan, kiri, depan dan belakang, rumahnya sudah terhalang bangunan tetangganya.
Ia bercerita, pada 1982, ibunya membeli sebidang tanah seluas 76 meter persegi kepada salah satu penjual tanah, yang pernah menjabat ketua RW setempat.
Alih-alih menyelesaikan pelunasan tanah, orang tuanya mengesahkan surat-surat rumah dari mulai akta hingga sertifikat pada 1998. Satu tahun kemudian rumah pun dibangun.
Eko termasuk yang cukup lama tinggal. Sejak dibangun hingga menikah pada 2008, Eko menghuni rumah tersebut. Tak lama kemudian dia mewariskannya kepada sang adik dan memilih tinggal mengontrak.
Namun pada 2016 lalu, ada seorang pendatang yang membeli tanah di depan dan samping kiri rumah secara bersamaan.
"Tidak terasa tahun 2016 ada seorang pendatang yang membeli tanah di depan rumah dan samping kiri rumah. Dulu (tak lama setelah membangun rumah) ada juga yang membeli tanah dan membangun rumah di samping kanan dan belakang rumah," tutur Eko.
Akibat dua rumah tetangga barunya berdiri di depan dan di kiri, rumah Eko sampai tidak memiliki akses jalan. Bahkan, untuk melihat rumah tersebut harus menaiki genting.
Pantauan Liputan6.com di lokasi, rumah Eko di Ujungberung, Bandung, memang sudah tak bisa terlihat lagi. Hanya tampak bangunan rumah yang mengelilingi rumah Eko. Selengkapnya
4. OTT Kalapas Sukamiskin
Ruang Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husen, malam itu menjadi incaran tim penyidik KPK. Tepat pukul 00.00 WIB, Sabtu dini hari, tim menggeledah ruang kalapas, termasuk laci dan lemari di dalam ruangan tersebut.
Tak hanya menggeledah ruang Kepala Lapas Sukamiskin, tim penyidik KPK juga menyasar kamar warga binaan pemasyarakatan (WBP) atas nama Andri dan Fahmi Darmawangsa.
Penggeledahan berlangsung selama sekitar 30 menit di kamar keduanya. Setelah kamar penggeledahan rampung, tim menanyakan posisi kamar Fuad Amin dan TB Chaeri Wardana.
Setiba di kamar Fuad dan TB Chaeri Wardana, tim penyidik tidak menemukan keduanya berada di dalam ruangan. Yang bersangkutan disebutkan tengah sakit dan dirawat di rumah sakit luar Lapas. Tim KPK pun hanya menyegel kamar Fuad Amin dan TB Chaeri Wardana.
Tak cukup sampai di situ. Tim penyidik KPK bergerak ke ruang kantor Bagian Perawatan dan ruang Kepala Lapas. Saat itu juga, KPK menyegel filing kabinet di ruang perawatan dan menyegel ruang Kalapas.
Selanjutnya, sekitar pukul 01.30 WIB, tim penyidik KPK, personel Kepolisian Resor Kota Bandung, Kepala Lapas Wahid Husen, Hendri dan dua orang WBP atas nama Fahmi Darmawangsa dan Andri keluar meninggalkan Lapas. Mereka digelandang menuju gedung KPK.
"Setelah kami kroscek dan ada bukti awal, maka sekitar 6 orang diamankan, termasuk pimpinan Lapas dan pihak swasta," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat dikonfirmasi, Sabtu (21/7/2018).
Keenam orang tersebut adalah Kalapas Sukamiskin Wahid Husen beserta istrinya, Dian Anggraini. Kemudian Fahmi Darmawansyah dan istrinya Inneke Koesherawati. Serta orang kepercayaan Fahmi bernama Andri.
Satu lagi yang diamankan tim penindakan yakni Hendri Saputra selaku orang kepercayaan Kalapas Wahid Husen yang juga merupakan PNS di Lapas Sukamiskin.
Setelah melalui pemeriksaan selama 1X24 jam, KPK akhirnya menetapkan tersangka terhadap 4 orang. Mereka adalah Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen dan stafnya, Hendri Saputra. Keduanya disebut sebagai penerima suap fasilitas napi korupsi di Lapas Sukamiskin.
"KPK tingkatkan status dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. WH, Kalapas Sukamiskin sebagai penerima, HND staf dari WH sebagai penerima," ujar Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018).
Sementara dua lainnya adalah Fahmi Darmawansyah napi korupsi dan Andi Rahmat narapidana kasus pidana umum/tahanan pendamping Fahmi.
"(Keduanya) Diduga sebagai pemberi," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018).
Kalapas Sukamiskin dan stafnya diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Fahmi, suami Inneke dan Andi Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Selengkapnya
Advertisement
5. Tewasnya Suporter Persija
Pertandingan Persib Bandung dengan Persija Jakarta yang berlangsung Minggu 23 September 2018 menjadi ajang penting bagi Haringga Sirla. Anggota Jakmania asal Cengkareng, Jakarta Barat, itu tak ingin ketinggalan menyaksikan secara langsung tim kesayangannya berlaga di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, Jawa Barat.
Padahal, pertandingan kedua klub sepakbola itu dinilai angker oleh para suporter sepakbola Tanah Air. Alasannya, laga itu acap menimbulkan korban jiwa, baik dari suporter Persija Jakarta, Jakmania maupun suporter Persib Bandung, Bobotoh.
Namun itu tidak menyurutkan niat Harlingga untuk tetap berangkat. Tanpa diselimuti rasa takut, dia meluncur ke Kota Kembang dengan menggunakan kereta api. Haringgapun tak pamit dengan keluarganya.
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, ia pun tiba di Stasiun Bandung pukul 13.00 WIB. Di saat bersamaan, kawasan Stadion GBLA telah ramai oleh aksi Bobotoh yang men-sweeping Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Namun nahas. Langkah Haringga terhenti setelah menjadi sasaran razia. Identitasnya sebagai warga Jakarta diketahui dari kartu anggota Jakmania yang dibawa. Dia pun diteriaki sebagai anggota pendukung klub Macan Kemayoran.
Mendapat teriakan itu, Haringga sekuat tenaga menyelamatkan diri dari kejaran bobotoh. Dia menjerit meminta tolong. Tubuh gempalnya dipaksa berlari sekencang mungkin agar terhindar dari maut.
Namun jeritan Haringga tak digubris. Dia pun berlindung di balik pedagang bakso. Namun sang pedagang itu juga tak kuasa menolong Haringga. Massa yang sudah beringas tak mampu dibendung lagi. Mereka menganiaya Haringga hingga tewas.
Kematian Haringga menambah panjang daftar kelam suporter Tanah Air. Pada musim lalu di tempat yang sama, Ricko Andrean juga menjadi korban salah keroyok usai duel kompetisi Liga 1 2017 antara Persib Bandung Vs Persija Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.
Data Save Our Soccer menyebut, Haringga menjadi korban tewas ke-7 dalam sejarah pertandingan antara Persib dan Persija. Bahkan selama 23 tahun, tercatat ada 56 fans sepak bola Indonesia tewas secara mengenaskan.
Menurut Peneliti Hukum Olahraga Eko Noer Kristiyanto, aksi keji itu terus terulang karena tidak adanya solusi yang konkret. Jalan keluar yang ditawarkan hanya mempertemukan para pentolan klub yang kemudian diminta bersalaman. Padahal di akar rumput ini sebetulnya ada dendam.
"Tidak menyentuh hal substantif. Intinya kan ada kebencian yang mengakar. Ini khusus buat Jakmania dan Bobotoh saja ya, ada kebencian yang mengakar dan enggak ada upaya serius untuk memadamkannya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (28/9/2018).
Sebagai solusinya, lanjut Eko, perlu ada regulasi khusus yang dibentuk pemerintah dan federasi. Termasuk aturan main bersifat teknis.
"Regulasi khusus ini dilaksanakan bukan cuma otoritas sepakbola tapi juga komunitas suporter," ujar Eko. Selengkapnya