Liputan6.com, Jakarta -                                                             Akan berwisata ke laut untuk menikmati keindahan terumbu karang minggu ini?  Jangan lupa ingatkan crew kapalmu untuk tidak membuang jangkarnya di atas terumbu karangÂ
(1000 Mooring Buoy Project)
Perairan Pulau Seribu, Sabtu sore 15 Desember 2018. Sekitar sepuluh penyelam muncul di permukaan air setelah menyelam sekitar 40 menit. Mereka tak langsung naik ke perahu. "Ambilkan besinya," begitu teriaknya.
Advertisement
Sejurus kemudian sebagian masuk ke air, yakni Bryan Goei, Andry Effendy, Jerry Wiratama, Yanto Mazu, dan Morrytius Septian. Mereka turun sambil membawa besi semacam pantek. Sebagian mengapung berjaga di permukaan, bersiap membantu.
Baca Juga
Dari pengamatan Liputan6.com, mereka menyelam lagi hingga ke dasar hingga kedalaman sekitar 10 meter. Kesibukan pun dimulai. Mereka memasang besi pantek itu di dasar. Besi untuk tambatan itu yang disebut mooring.
Besi pantek dengan panjang sekitar 1 meter itu ditanam di dasar laut. Prosesnya seperti orang mengebor tanah mencari air. Awalnya hanya seorang penyelam yang memutar tuas besi. Selanjutnya diputar dua penyelam.
Setelah pantek tertanam kuat, selanjutnya tali tambang dari plastik diikatkan di besi pantek tersebut. Kemudian tali tambatan itu ditandai dengan pelampung atau buoy, seperti bola yang mengambang di permukaan air.
Maka, mooring buoy atau tambat apung pun terpasang di salah satu titik selam di perairan Pulau Seribu itu. Mooring yang dipasang saat itu berupa besi pantek untuk cantolan. Selain besi, mooring juga bisa dari drum yang diisi semen dan kerikil.
"Dengan ada mooring buoy, kapal tak perlu buang jangkar, tinggal menambat di tali itu," kata Antonius, pegiat komunitas Hobby Dive.
Komunitasnya intensif memasang mooring buoy di sejumlah titik selam (dive spot) di berbagai daerah Indonesia. Aksi itu bagian dari proyek bersama kalangan penyelam memasang mooring buoy.
Sejauh ini segenap komunitas selam dari berbagai daerah di Indonesia aktif melakukan aksi pemasangan mooring buoy. Aksi bersama itu terhimpun dalam gerakan Proyek 1000 Mooring Buoy.Â
Antonius melanjutkan, mooring buoy biasa terpasang di dermaga untuk memudahkan kapal-kapal berlabuh. Jika tak ada tambat apung itu, kapal niscaya membuang jangkar.
Dengan keberadaan mooring buoy, kapal tidak perlu melepaskan jangkar ke dasar laut sehingga ekosistem laut tetap terjaga. Selain itu kapal dapat merapat dengan jarak aman sehingga kemungkinan kapal untuk membentur dasar laut mengecil.
Sementara, kapal-kapal tak hanya berhenti di dermaga. Untuk kegiatan penyelaman misalnya, kapal akan berhenti di titik selam yang kadang jauh dari dermaga. Apa jadinya jika di titik itu tak ada penambat?
"Kapal akan membuang jangkar di dive spot. Padahal jangkar akan mencari cantolan. Akibatnya karang akan rusak tertarik jangkar," jelas Antonius.
Manfaat lainnya, mooring buoy itu juga menjadi penanda dive spot. Biasanya dive spot ditandai dengan koordinat. Dengan mooring buoy, para penyelam langsung mengetahui posisi titik selam yang dicari.
Pemasangan mooring buoy merupakan salah satu inisiatif menjaga terumbu karang yang menjadi kekayaan berharga laut Indonesia.
Itu juga yang menjadi motivasi Andry Effendy untuk aktif ikut kegiatan pemasangan mooring buoy. "Saya tertambat keindahan bawah laut, karena itu saya senang ikut memasang tambat ini," katanya.
Mooring buoy merupakan salah satu alat bantu untuk mengurangi kerusakan terumbu karang di perairan Indonesia. Pemasangan Mooring buoy diharapkan menjadi program prioritas pegiat di perairan sehingga kerusakan terumbu karang bisa diminimalisir.
Â
Terumbu Karang Indonesia
Catatan Greenpeace menunjukkan luas terumbu karang di Indonesia mencapai 50.875 kilometer persegi. Itu menyumbang 18 persen luas total terumbu karang dunia dan 65 persen luas total di Pusat Segitiga Terumbu Karang atau disebut juga coral triangle, wilayah perairan di daerah tropis dengan luas 5,7 kilometer persegi yang meliputi Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.
Sebagian besar terumbu karang ini berlokasi di bagian timur Indonesia. Terumbu karang Indonesia memiki berbagai macam keanekaragaman hayati, tercatat ada lebih kurang 590 spesies karang keras, 76 yang mewakili lebih dari 95 persen jumlah spesies yang tercatat di Pusat Segitiga Terumbu Karang. Di terumbu karang Indonesia terdapat populasi ikan dan biota laut lain yang banyak dan beraneka ragam dengan sedikitnya tercatat 2.200 spesies ikan karang di perairan Indonesia.
Pada akhir tahun lalu, Lembaga konservasi Coral Triangel Centre (CTC) memaparkan, saat ini Indonesia memiliki 165 kawasan konservasi perairan yang sangat potensial untuk mendukung konsep perikanan berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Coral Triangel Centre, Rili Djohani menjelaskan, kawasan konservasi memegang peranan penting dalam manajemen perikanan berkelanjutan. Hal itu mengingat kawasan ini mempunyai potensi untuk memastikan terciptanya ekosistem kondusif bagi ikan-ikan untuk berkembang biak.
"Konsep perikanan berkelanjutan harus mengacu kepada triple bottom line yaitu, menciptakan potensi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan sosial kehidupan masyarakat, dan juga memastikan terciptanya keseimbangan lingkungan hidup," ujar Rili.
Kawasan konservasi perairan amat penting bagi perikanan berkelanjutan di Tanah Air. Dari sana kita bisa mengukur stok ikan yang kita miliki termasuk di dalamnya keanekaragaman bawah laut Indonesia.
Dari semua itu, Rili menilai yang paling penting adalah menjaga terumbu karang yang kita miliki. Indonesia sendiri masuk ke dalam kawasan segitiga dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Kawasan segitiga itu, Rili melanjutkan, memiliki 76 persen karang yang terdapat di seluruh dunia. "Kawasan paling kaya di dunia. Kalau tidak dilestarikan, maka akan menjadi persoalan rumit dan berdampak pada wilayah lain di dunia. Penting membangkitkan kesadaran masyarakat soal ini," ujarnya.
Sayang, kata dia, 80 persen karang di Indonesia mengalami kerusakan dengan skalanya masing-masing. Kerusakan itu disebabkan beberapa faktor. Mulai dari perubahan iklim, polusi laut, penangkapan ikan dengan peralatan yang merusak kelestarian terumbu karang, sampah dari darat, erosi, sedimentasi, dan sejumlah hal lainnya.
"Terumbu karang yang masih bagus ada di wilayah Indonesia Timur. Kita harus membicarakan persoalan ini dengan serius dan segera mencarikan jalan ke luarnya," tutur Rili.
Advertisement