Liputan6.com, Tasikmalaya Sebanyak empat penderita penyakit HIV/AIDS di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat meninggal dunia dalam satu tahun terakhir. Tercatat aktifitas homoseksual naik hingga 57 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan total penderita HIV/AIDS yang telah meninggal dunia sejak tahun 2004 silam, mencapai 86 orang.
Kepala Seksi Pencengahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan, Kota Tasikmalaya, Juhandi, mengatakan penyebaran HIV/AIDS membutuhkan penanganan khusus, selain faktor medis yang benar-benar steril, juga dibutuhkan penanganan yang cukup intensif dari pemerintah.
Dalam tiga tahun terakhir, jumlah kasus HIV/AIDS di kota Tasikmalaya masih fluktuatif. Tercatat tahun 2016 sebanyak 88 orang, kemudian turun menjadi 68 pada 2017 tercatat 68 orang, namun 2018 lalu, penderita HIV/AIDS kembali naik hingga 99 orang.
Advertisement
"Empat orang diantaranya meninggal dunia," ujar dia.
Baca Juga
Saat ini jumlah penderita AID/HIV yang berada di kota Tasikmalaya diperkirakan mencapai 500 orang. Sedangkan jumlah warga Kota Tasikmalaya yang telah diperiksa sejak 2004 lalu mencapai 5.290 orang.
"Tahun 2018 lalu jumlah laki-laki yang kami periksa 73 dan perempuan 27 orang," ujarnya, Selasa (15/1/2019).
Ia mengaku, penanganan kasus itu memang tidak mudah, selain membutuhkan pendekatan eksta kepada penderita, juga mayoritas penderita selama ini enggan melakukan pemeriksaan secara rutin.
"Kebutuhan obat sendiri selama ini masih tetap aman terutama bagi para penderita ODHA menggunakan obat ARV yang sifatnya tertutup," kata dia.
Saat ini penyumbang terbanyak penderita HIV/AIDS di Kota Tasikmalaya berasal dari kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 38 persen, kemudian disusul karyawan swasta 24 persen. “Untuk usia 1 sampai 10 mencapai 5 persen dari 99 orang positif tahun lalu,” ujar dia.
Sedangkan dari segi penyebaran, faktor Homoseksual menempati posisi pertama dengan 57 persen, hetero seksual 20 persen, ibu rumah tangga ke anak 4 persen dan biseksual 2 persen.
"Tak sedikit dari mereka telah mengalami putus asa, gelisah dan putus obat, tapi dari mereka tidak mau melakukan test berkelanjutan," papar dia.
Untuk menangani para pasien khusus tersebut ujar Juhandi, lembaganya telah menyediakan tiga klinik khusus penderita HIV/AIDS, yakni Klinik Teratai, PTRM dan Dot yang berada di RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. Penderita ini memang bukan dari faktor ekonomi, tetapi suaminya sendiri yang selama itu telah berbuat dan mengakibatkan istrinya menjadi menderita.
Selain itu,untuk menekan pertumbuhan penyakit itu, lembaganya terus mendorong agar mereka melanjutkan pemeriksaan, sehingga tidak menyababkan kegelisah, putus asa bagi penderita. "Meskipun obat yang diderita mereka masih tetap aman, tetapi harus adanya kemauan dilakukannya pemeriksaan berkelanjutan," pinta dia.