Penjelasan Jaksa Soal Kasus Perusakan Rumah di Makassar

Jaksa Penuntut Umum minta penyidik Polda Sulsel seret kembali para buruh menjadi tersangka dalam kasus perusakan rumah warga di Makassar, meski terikat dengan putusan praperadilan

oleh Eka Hakim diperbarui 22 Feb 2019, 23:01 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2019, 23:01 WIB
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Kasus dugaan pidana perusakan rumah milik warga di Makassar terkatung-katung hingga memakan waktu nyaris dua tahun.

Berkas perkara dua orang tersangka dalam kasus tersebut masing-masing pemberi pekerjaan Jemis Kontaria dan Edi Wardus Philander selaku pemborong pekerjaan, hingga saat ini tak memperlihatkan isyarat akan dinyatakan lengkap (P 21). Malah berkas berulang kali hanya bolak-balik antara penyidik Kepolisian dalam hal ini Polda Sulsel dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut, Fitriani didampingi oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Salahuddin mengaku jika pihaknya sulit memaksakan berkas kedua tersangka Berstatus P 21, karena hingga saat ini penyidik Polda Sulsel belum memenuhi kelengkapan berkas sebagaimana telah dituangkan dalam petunjuk yang diberikan pihaknya.

"Pasal yang diterapkan dalam perkara ini kan Pasal 406 Jo Pasal 55. Nah Pasal 55 ini kita minta ada pelaku materil (yang melakukan perusakan langsung dalam hal ini buruh) tidak hanya pelaku tidak langsung (yang menyuruh). Ini yang belum dipenuhi oleh penyidik karena keduanya harus dipidana, ini kan yang dimaksud 'vicarious liability'," kata Fitriani saat ditemui di ruangan kerja Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Kamis 21 Februari 2019.

Mengenai adanya putusan praperadilan bernomor 15/Pid.Pra/2016/PN.Makassar tertanggal 16 Agustus 2016 yang memutuskan dengan tegas jika para buruh yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Wajo, tidak dapat dibebankan pidana karena mereka hanya menjalankan pekerjaan untuk memperoleh upah.

Sehingga berdasarkan putusan praperadilan tersebut, penyidik Polsek Wajo menghentikan proses penyidikan terhadap para buruh yang dimaksud, diakui Fitriani, itu tidak mengikat, tapi tetap akan menjadi pertimbangan dalam perkara yang telah menjerat pemberi pekerjaan Jemis Kontaria dan pemborong pekerjaan Edi Wardus sebagai tersangka.

Ia menjelaskan dalam putusan praperadilan yang meloloskan buruh dari jeratan pidana tersebut, sepengetahuannya juga terdapat pertimbangan Hakim bahwa jika terdapat kerusakan rumah seperti yang dipermasalahkan, sebaiknya ditempuh jalur gugatan perdata.

"Jadi amar putusan praperadilan yang meloloskan buruh dari jeratan pidana jangan juga dibaca sepotong-sepotong dong. Harus utuh," kilah Fitriani.

Ia pun membantah ketika pihaknya dituding menolak kehadiran saksi ahli pidana untuk menjelaskan secara utuh mengenai petunjuk 'vicarious liability' (pertanggung jawaban pidana pengganti) yang diberikan pihaknya sebagai syarat kelengkapan berkas perkara kedua tersangka.

"Tidak pernah ada permintaan penyidik Polda Sulsel secara tertulis ke kami untuk gandeng ahli pidana menerangkan utuh terkait petunjuk yang kami berikan yakni tentang unsur 'vicarious liability' itu," ujar Fitriani.

Ia berharap penyidik Polda Sulsel segera memenuhi petunjuk yang diberikan oleh pihaknya agar syarat kelengkapan berkas perkara kedua tersangka bisa segera terpenuhi dan dinyatakan perkara ini P.21.

"Hingga saat ini petunjuk kami sepertinya masih diupayakan dipenuhi oleh penyidik. Mendekat ini kami akan undang penyidik membicarakan masalah kelengkapan berkas perkara kasus perusakan rumah milik warga Makassar ini. Waktunya belum ada kepastian tapi jadwal gelar perkara bersama kita pasti akan lakukan secepatnya," ungkap Fitriani.

Saksikan Video Pilihan Di Bawah Ini:

 

Korban Tantang Jaksa Arahkan Penyidik Gandeng Ahli Hukum Pidana

Korban, Irawati Lauw melalui Penasehat Hukumnya, Jermias Rarsina menantang Jaksa gelar terbuka dan hadirkan ahli pidana dalam kasus perusakan rumah yang terkatung-katung (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Korban, Irawati Lauw melalui Penasehat Hukumnya, Jermias Rarsina menantang Jaksa gelar terbuka dan hadirkan ahli pidana dalam kasus perusakan rumah yang terkatung-katung (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Korban sekaligus pelapor kasus perusakan rumah, Irawati Lauw melalui Penasehat Hukumnya, Jermias Rarsina menanggapi pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitriani yang menafsirkan Pasal 55 KUHP dalam perkara kasus perusakan rumah yang dilaporkan korban (kliennya) sejak tahun 2017 namun tidak menemui kepastian hukum.

Menurut Jermias, dalam hukum pidana dikenal adanya ajaran tentang delneming (penyertaan) Pasal 55 KUHP dan sudah banyak yurisprudensi (putusan hakim) mengenai hal itu dalam praktek peradilan pidana.

Seperti contoh yurisprudensi klasik dan itu semua orang hukum tahu tentang bagaimana pelaku langsung yang dipersamakan dengan pelaku tidak langsung didasarkan pada hal yang disebut sifat pribadi yang melekat pada manusia sebagai subyek hukum.

Di antaranya menurut Arrest Hoge Raad pada tanggal 21 April 1913, kata Jermias, berpendapat bahwa seorang pelaku tidak langsung itu bukan merupakan pelaku tetapi dipersamakan dengan seorang pelaku. Dimana sifat pribadi itulah yang merupakan unsur suatu kejahatan.

Olehnya itu, lanjut Jermias, inilah yang harus (wajib) ahli pidana dihadirkan sebagai salah satu instrumen alat bukti untuk membuat terang petunjuk Jaksa Penuntut Umum terkait unsur 'vicarius liability' terhadap pelaku penggantinya yaitu Jemis Kontaria (pemberi pekerjaan) dan Edi Wardus (pemborong pekerjaan) atas perbuatan pekerjaan dari buruh sehingga berakibat rusak rumah.

Dengan menyimak penjelasan diatas, kata Jermias, justru hukum pidana telah membuat batasan pertanggung jawaban pidana bagi buruh.

"Di sinilah berfungsi ajaran delneming, yang mana 'vicarious liability' dapat berlaku bagi pelaku tidak langsung. Jadi tidak berarti karena ada pelaku langsung yang sudah dibatasi pertanggung jawaban pidana, lalu tidak dapat dibebankan kewajiban bertanggung jawab secara pidana kepada pelaku tidak langsung. Keliru jika ada yang beranggapan demikian," jelas Jermias via telepon, Jumat (22/2/2019).

Tanpa mengurangi peran dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam bertafsir mengenai penerapan Pasal 170 dan Pasal 406 Jo Pasal 55 KUHP perihal perusakan, Jermias menyarankan sebaiknya lebih tepat jika Jaksa Penuntut Umum menghadirkan ahli pidana untuk membuat terang ajaran delneming tentang vicarious liability.

"Apa susahnya? Jika berlama lama, ada apa?," Jermias menandaskan.

Diketahui, perkara dugaan pengrusakan rumah di Jalan Buruh Makassar awalnya ditangani Polsek Wajo dengan menetapkan beberapa orang buruh yang dipekerjakan oleh Jemis Kontaria (pemberi pekerjaan) menjadi tersangka.

Usai ditetapkan tersangka, Jemis pun mencoba membela para buruhnya dengan melakukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar. Alhasil Hakim Tunggal, Cenning Budiana yang memimpin sidang praperadilan kala itu menerima upaya praperdilan yang diajukan oleh para buruh. Perkara dugaan pengrusakan yang ditangani Polsek Wajo pun akhirnya berhenti (SP.3).

Kemudian perkara kembali dilaporkan ke Polda Sulsel dan akhirnya menetapkan Jemis Kontaria selaku pemberi pekerjaan dan Edi Wardus Philander selaku pemborong pekerjaan sebagai tersangka.

Namun belakangan, dia tak terima status tersangkanya tersebut, sehingga ia mengajukan upaya praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar. Alhasil sidang praperadilan yang dipimpin Hakim tunggal Basuki Wiyono menolak gugatan praperadilan yang diajukan Jemis melalui Penasehat Hukumnya dan menyatakan status tersangkanya sah secara hukum dan memerintahkan agar penyidikannya segera dilanjutkan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya