Liputan6.com, Yogyakarta - Sultan HB I sebagai pendiri Kasultanan Ngayogyakarta ternyata menciptakan sejumlah tarian yang kerap ditampilkan pada acara khusus. Tariannya pun mengandung cerita yang sarat pesan moral.
Salah satunya Beksan Jebeng. Tarian yang dilakukan oleh empat orang laki-laki ini dipertontonkan di hadapan peserta dan undangan simposium internasional bertajuk Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Selasa (5/3/2019).
Sesuai namanya, tarian ini menggunakan properti utama berupa jebeng. Bentuk jebeng menyerupai tameng yang berpadu dengan anak panah besar yang dihiasi dengan gambar tertentu. Biasanya, permukaan jebeng bergambar Dewi Srikandi dan Dewi Larasati.
Advertisement
Baca Juga
Tarian yang dimainkan selama 20 menit ini menggambarkan adegan peperangan antara beberapa raja di tanah Jawa dengan raja dari tanah seberang, yaitu Purwakencana. Pertempuran sengit menimbulkan banyak korban berjatuhan.
Tuhan menyadarkan kedua belah pihak. Mereka menyadari pihak pihak yang bernilai ternyata masih memiliki ikatan tali persaudaraan. Kemudian, mereka bersepakat untuk hidup rukun dan damai demi kemajuan bersama.
Merunut sejarah, selain Beksan Jebeng, masih banyak tarian yang diciptakan Sultan HB I. Sebut saja, Beksan Sekar Madura, Beksan Guntur Segara, Beksan Lawung Ageng, dan sebagainya.
Beksan Lawung Ageng, bukan tarian perang dan biasanya disajikan pada hari pertama resepsi pernikahan putra atau putri Sultan. Namun, tarian ini bisa juga dimainkan atas perintah Sultan pada kesempatan lain.
Lawung Ageng dimainkan oleh 16 penari laki-laki yang berperan sebagai lurah, jajar, botoh, pengampil, dan salaotho. Tarian ini menyuarakan nafas gerak keprajuritan menggunakan properti tongkat kayu panjang tumpul.