Mengenal Penjaga Kebasahan Gambut di Kota Dumai

Keberadaannya mengelilingi bibit pohon Jelutung yang biasanya tumbuh di hutan. Banyak harapan digantungkan puluhan masyarakat di lahan ini agar ekonomi mereka bangkit lagi.

oleh M Syukur diperbarui 31 Mar 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2019, 08:00 WIB
Nanas yang ditanam masyarakat sebagai tumpang sari agar pendapatan bertambah.
Nanas yang ditanam masyarakat sebagai tumpang sari agar pendapatan bertambah. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Dumai- Tumbuhan nanas itu terhampar di lahan puluhan hektare Desa Mundam Jaya, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, Riau. Keberadaannya mengelilingi bibit pohon Jelutung yang biasanya tumbuh di hutan. Banyak harapan digantungkan puluhan masyarakat di lahan berkontur gambut ini agar ekonomi mereka bangkit lagi.

Medio 2017, lahan di taman wisata alam (TWA) di bawah naungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) itu pernah terbakar hebat. Gambut dalam di sana luluh lantak karena api melahapnya meter demi meter.

Puluhan warga yang punya lahan di sana hanya bisa pasrah. Satu-satunya sumber mata pencaharian di lahan yang selama ini ditanami sawit hilang dalam sekejap mata. Tak banyak yang diperbuat kala, selain memadamkan api agar tak makin dalam sampai ke dasar gambut.

Awal tahun 2018, secercah harapan timbul. Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mundam Jaya yang diketuai Idam Jarot mengetahui program revitalisasi dan revegetasi gambut Badan Restorasi Gambut (BRG). Permohonan bantuan diusulkan hingga akhirnya disetujui.

Hanya saja, sawit tidak boleh lagi ditanam di sana. Jelutung dan Meranti akhirnya jadi pilihan karena dinilai bersahabat serta bisa menjaga ekosistem gambut karena serapan akarnya tak 'serakus' sawit.

"Apalagi ini kawasan konservasi, tidak boleh sawit, itu syarat bagi masyarakat agar boleh memanfaatkan" kata Jarot ditemui wartawan di lokasi itu, Jum'at siang, 29 Maret 2019.

Jelutung dan Meranti sendiri baru bisa dipanen lima atau enam tahun ke depan. Meskipun dibiayai BRG, masyarakat di sana juga ingin pendapatan lebih secara ekonomis sehingga dipilih nanas sebagai tanaman tumpang sari.

Kini, anggota Pokmas itu menunggu nanas tumbuh besar. Panennya masih lama karena diprediksi akhir tahun tapi masyarakat tetap optimis hasil nanas lebih baik dari buah sawit yang harganya tak kunjung stabil.

"Secara ekonomi ya nanas lebih banyak, masyarakat ingin bangkit ekonominya," ucap Jarot.

Menjaga Kebasahan Gambut

Lahan bekas terbakar ditanami pohon jelutung karena bisa menjaga ekosistem serta kebasahan gambut.
Lahan bekas terbakar ditanami pohon jelutung karena bisa menjaga ekosistem serta kebasahan gambut. (Liputan6.com/M Syukur)

Di sisi lain, menanam Jelutung disebut Jarot bisa membuat gambut basah. Empat hingga lima kali per pekan masyarakat menyiraminya dari sumur bor yang dibuat di lokasi.

Masyarakat lebih intens ke lahan dan bisa memantau adanya perubahan cuaca drastis sebagai pemicu titik panas. Begitu muncul kebakaran, masyarakat langsung memadamkan dengan peralatan yang sudah tersedia.

"Kalau nanas tak usah disiram hanya diberi pupuk sekali sebulan. Jadi itu keuntungannya, gambut tetap basah dan perekonomian dibangun," tegas Jarot.

Terpisah, Kelompok Kerja Restorasi Gambut Wilayah Sumatera, Soesilo Indrarto, apa yang dilakukan Jarot bekerjasama dengan BRG merupakan program revegetasi dan revitalisasi.

Dia menjelaskan, revegetasi adalah program pemulihan gambut bekas terbakar dengan reboisasi atau menanam ulang lahan gambut dengan tanaman keras, seperti Meranti, Jati, Jeluton dan lainnya. Sementara, revitalisasi merupakan kegiatan budidaya tanaman cepat menghasilkan, seperti nanas yang dilakukan di Kota Dumai.

"Melalui revitalisasi, kita membantu masyarakat membudidayakan nanas di TWA Sungai Dumai untuk meningkatkan ekonomi," kata Soesilo.

Selama ini, tambah Soesilo, ada beberapa kegiatan BRG dalam memulihkan gambut terbakar. Di antaranya dengan Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) berupa sekat kanal, pembangunan sumur bor (R1), penimbunan kanal serta revegetasi (R2).

Selain di Desa Mundam, ada tempat lain di Dumai yang menjadi lokasi implementasi program BRG ini, totalnya 30 hektare. Berikutnya di Desa Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis ada tiga titik seluas 40 hektar.

"Untuk di Dumai, kombinasikan revegetasi dan revitalisasi, tergantung dari karakter sosial masyarakat. Revegetasi itu jangkanya panjang supaya membangkitkan ekonomi," katanya.

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya