Mengenang Arswendo Atmowiloto, Jadi Manusia Bebas di Penjara dan Tertawa

Arswendo menulis tentang pengalamannya di penjara melalui tiga buku, Khotbah di Penjara (1994), Menghitung Hari (1994), dan Surkumur Mudukur dan Plekenyun (1995).

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 21 Jul 2019, 03:00 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2019, 03:00 WIB
[Bintang] Arswendo Atmowiloto
Preskon film Keluarga Cemara (Adrian Putra/bintang.com)

Liputan6.com, Bandung - Kabar duka meninggalnya wartawan senior Arswendo Atmowiloto membuat jurnalis menyatakan kehilangan. Arswendo pernah sukses menarik banyak penonton saat melahirkan serial televisi legendaris Keluarga Cemara.

Selain itu, karyanya terkait pengalaman di penjara masih disukai dan menyisakan sejumlah kenangan bagi pembaca.

Jurnalis yang tinggal di Bandung ini mengenal Arswendo setidaknya lewat tiga buku yang ditulis Arswendo tentang pengalamannya di penjara, yakni Khotbah di Penjara (1994), Menghitung Hari (1994), dan Surkumur Mudukur dan Plekenyun (1995).

"Aku terakhir kali bertemu waktu diskusi Anugerah Adinegoro 2015 di Batam. Dia juri untuk kategori televisi," kata jurnalis Pikiran Rakyat, Tri Joko Her Riadi saat berbincang via pesan elektronik, Sabtu (20/7/2019).

Buku pertama memuat renungan yang ditulis Arswendo ketika mengikuti kebaktian di penjara. Sedangkan dua buku terakhir berisi ratusan anekdot yang dialami atau didengar Arswendo dari teman-teman senasib. Namun dari ketiga bukunya, Arswendo malah seperti orang yang bebas saat dipenjara.

"Aku membaca beberapa buku wartawan tentang waktu-waktu mereka di penjara. Arswendo ini unik. Banyak wartawan menulis dengan getir, protes, bahkan tetap kritis. Wendo malah menyodorkan anekdot-anekdot yang jenaka," kata Joko.

Meski begitu, menurut Joko, karya-karya Arswendo terkait pengalaman di penjara tetap disertai buah perenungan yang dalam. Dia mengaku menjadi pembaca setia karya penulis dan wartawan Indonesia yang aktif di berbagai majalah dan surat kabar seperti Hai dan Kompas itu.

"Ketiga buku tentang pengalaman di penjara ini membuktikan Arswendo tidak kehilangan naluri wartawannya. Ia mengamati dan mencatat dengan cermat setiap peristiwa yang dialami," kata Joko.

Hobi Mengumpulkan Buku Wartawan

Ilustrasi buku
Ilustrasi (iStock)

Joko yang hobi mengumpulkan buku-buku tentang wartawan, punya beberapa buku lain mengenai jurnalis yang dipenjara atau dibuang.

Dia mencontohkan catatan Mochtar Lubis selama di Nirbaya yang harus diterbitkan dalam bahasa Belanda. Bahkan buku tersebut baru bisa beredar di Indonesia pada 2008 lalu.

Hal yang berbeda dengan tiga buku Arswendo tadi yang justru bisa terbit di masa Orde Baru.

"Sebagai bonus, ia (Arswendo) menambahinya dengan butir-butir hikmah. Mungkin itu sebab buku-buku ini bisa tetap terbit di masa orba," ujar Joko.

Arswendo Atmowiloto meninggal dunia di kediamannya di Komplek Kompas, Petukangan, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2019), sekitar pukul 17:50 WIB. Dia tutup mata selama-lamanya pada usia 70 tahun.

Sebelumnya, penulis asal Surakarta ini berjuang untuk melawan kanker prostat stadium 2 dan sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya