Upaya Meredam Dampak Bencana di Pasigala Saat Hujan Lebat

Bencana alam yang terjadi secara berentetan membuat masyarakat menderita berkali-kali lipat. Kehilangan tempat tinggal, sulitnya air bersih, kehilangan harta benda dan lapangan pekerjaan, menjadi dampak dari bencana yang terjadi.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2019, 14:00 WIB
Kapal KM Nusantara 39 yang Terseret Tsunami Palu
Pandangan udara, sebuah kapal KM Sabuk Nusantara 39 terseret ombak akibat tsunami Pelabuhan Wani, Donggala, Sulawesi Tengah Kamis (4/10). Kapal yang membawa 20 anak buah kapal tidak berpenumpang saat tsunami terjadi. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Palu - Gempa, tsunami, dan likuefaksi yang menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala (Pasigala), Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018 telah berlalu lebih dari setahun lalu.

Berlalunya bencana itu, bukan berarti bahwa daerah kawasan Pasigala tersebut telah bebas dari segala bentuk bencana alam. Ada potensi bencana banjir yang bisa saja terjadi seiring dengan musim hujan untuk daerah tersebut.

Belum hilang dari ingatan sebagian warga di kawasan Pasigala, khususnya Kabupaten Sigi sebagai salah satu daerah terdampak gempa dan likuefaksi, 28 September 2018, yang terpaksa mengungsi.

Beberapa bulan setelah gempa dan likuefaksi, tepatnya pada Minggu malam, tanggal 28 April 2019, ratusan warga Desa Bangga di Kabupaten Sigi harus mengungsi karena tempat tinggal mereka terdampak banjir bandang.

Selain desa itu, Desa Tuva, Omu dan Salua termasuk Sadaunta juga menjadi daerah-daerah di Sigi yang setiap musim hujan berpotensi terdampak banjir.

Bencana alam yang terjadi secara berentetan membuat masyarakat menderita berkali-kali lipat. Kehilangan tempat tinggal, sulitnya air bersih, kehilangan harta benda dan lapangan pekerjaan, menjadi dampak dari bencana yang terjadi.

Dari situ, lansia, perempuan hamil, perempuan, anak, menjadi pihak komponen yang paling terdampak dalam situasi darurat bencana.

Tentu hal itu dijadikan sebagai pelajaran utamanya bagi pemerintah di Pasigala, untuk segera melakukan langkah-langkah antisipasi secara dini, agar hujan tidak berdampak banjir bandang.

Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu melaporkan tiga daerah terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi, yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala (Pasigala) berpotensi dilanda banjir pada musim hujan tahun 2019.

Koordinator Analisa dan Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu, Affan Nugraha Diharsya, mengemukakan curah hujan di Palu, Sigi, dan Donggala mulai terlihat.

"Palu dan Sigi dalam intensitas curah hujan sedang, namun Donggala dalam intensitas curah hujan lebat," ucap Affan Nugraha, dilansir Antara.

Hujan dengan intensitas lebat terjadi di Donggala meliputi wilayah Banawa dan Kecamatan Riopakava. Kemudian, untuk Kabupaten Sigi, Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu melaporkan, curah hujan dengan intensitas sedang mulai terlihat di Sigi bagian barat meliputi wilayah Dolo Barat dan Marawola.

Curah hujan dengan intensitas sedang, juga dilaporkan oleh Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri terpantau di Kabupaten Sigi bagian Utara, meliputi Dolo, Gumbasa dan Kecamatan Biromaru.

"Curah hujan intensitas sedang dan lebat, dapat berpotensi terjadinya banjir," katanya.

Prakiraan curah hujan oleh Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu mulai terjadi bulan Okotber 2019 hingga Januari 2020 mendatang.

Affan menerangkan umumnya cuaca di Palu, Sigi dan Donggala pada waktu pagi hingga siang masih bersahabat atau cerah berawan. Namun, sore dan malam ada potensi hujan dengan intensitas sedang dan lebat untuk tiga daerah tersebut.

Siklus Pengulangan

Pandangan Udara Kota Palu Usai Dilanda Gempa dan Tsunami
Pandangan udara memperlihatkan sejumlah bangunan rusak usai dilanda gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). Gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo disusul tsunami melanda Palu dan Donggala pada 28 September 2018. (JEWEL SAMAD/AFP)

Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu memberikan gambaran bahwa jika terdeteksi berpotensi terjadi banjir di musim hujan tahun 2019, maka Stasiun Meteorologi memperkirakan banjir yang terjadi merupakan siklus pengulangan.

Siklus pengulangan, menurut Stasiun Meteorologi perlu diwaspadai, karena berpotensi merusak. Potensi terjadinya siklus pengulangan yaitu pada November atau Desember untuk daerah yang mengikuti pola iklim monsunal di Sulteng.

Tidak hanya hujan, Stasiun Meteorologi melaporkan bahwa tiga daerah terdampak hujan juga berpotensi disertai angin kencang dan petir.

"Hujan dengan intensitas sedang dan lebat berpotensi disertai dengan angin kencang dan petir," katanya.

Adanya potensi itu, membuat Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Dr Nilam Sari Lawira mendesak pemerintah kabupaten dan kota di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) untuk segera melakukan langkah-langkah antisipasi dini bahaya banjir di musim hujan.

"Ya, tentu pemerintah di Pasigala diharapkan harus bisa lebih dini mengantisipasi bencana banjir di musim hujan, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah terjadi dari bencana banjir sebelumnya," katanya.

Pencegahan dini untuk meminimalisir dampak atas musim hujan, dengan memperhatikan daerah-daerah yang dianggap dapat berpotensi dilanda banjir.

"Yang terpenting adalah mengatasi apa yang menjadi sumber penyebab adanya banjir di wilayah tersebut. Jika yang menjadi sumber masalah karena adanya hutan yang mulai gundul atau kerusakan daerah aliran sungai, tentu harus dicari solusi perbaikan untuk sumber masalah tersebut," kata Nilam Sari Lawira.

Nilam yang merupakan politikus Partai NasDem juga meminta pemerintah di Pasigala agar rutin memberikan informasi yang benar kepada masyarakat di Pasigala terkait potensi-potensi banjir, untuk meminimalisir dampak.

"Disamping itu informasi yang kredibel harus disampaikan oleh pemerintah di Pasigala kepada masyarakat, tentang daerah-daerah yang rawan banjir perlu untuk diingatkan kepada seluruh masyarakat," ujar Nilam Sari Lawira.

Belajar dari Pengalaman

Pandangan Udara Masjid Terapung Usai Diguncang Gempa dan Tsunami Palu
Warga melintas di depan Masjid Terapung Arqam Bab Al Rahman pasca gempa dan tsunami Palu di Pantai Talise, Sulawesi Tengah. Masjid yang dibangun tahun 2011 awalnya menampung 150 jamaah. (Liputan6.com/Fery Padolo)

Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, bahwa banjir bandang yang terjadi di Sigi dan Donggala selain menyulitkan masyarakat, juga merusak infrastruktur umum seperti jalan dan jembatan yang menambah keparahan wilayah terdampak dalam evakuasi.

Seperti ruas jalan poros Palu-Bangga dan jembatan yang rusak karena terdampak banjir pada pada 28 April 2019 atau Minggu malam.

Sebelum bencana banjir melanda, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang telah merencanakan pembangunan Jalan Poros Palu-Bangga, Kabupaten Sigi.

"Iya, ini sudah direncanakan, mudahan-mudahan tahun 2020 segera terealisasi," kata Kepala Dinas Bina Marga Sulawesi Tengah Ir Saifullah Djafar, di Palu Sabtu.

Saifullah mengaku pihaknya telah menyusun perencanaan peningkatan kualitas Jalan Poros Palu-Bangga sejak pascabencana gempa 28 September 2018.

Namun, rencana itu harus dipending sementara dikarenakan beberapa wilayah di Sigi, seperti Desa Bangga, Balongga, terdampak banjir bandang yang tidak hanya merusak permukiman warga. Melainkan juga merusak jalan. Bencana itu juga merusak jembatan, yang akibatnya menyulitkan akses masyarakat menuju wilayah tersebut.

Selain di desa itu, bencana banjir juga menghantam dan merusak sarana umum seperti Jalan Poros Palu-Kulawi di Desa Omu, Tuva dan Salua.

Untuk Jalan Poros Palu-Bangga dan Bangga-Simoro, akan dilakukan perbaikan mulai tahun 2020 dengan panjang kurang lebih 40 km dari Bundaran Palupi di Kota Palu.

"Selain jalan, beberapa jembatan juga akan dilakukan pembangunan pada tahun 2020," kata Saifullah.

Salah satu jembatan yang masuk dalam rencana pembangunan kembali karena rusak terdampak banjir bandang, yakni jembatan di Desa Bangga. Jembatan yang panjangnya kurang lebih 20 meter tersebut kini tidak terlihat fisiknya di permukaan. Deker yang ada di jembatan pun tidak nampak.

Namun, sebut Saifullah, pihaknya akan tetap melakukan koordinasi dengan pihak Balai Wilayah Sungai III Sulawesi sebelum dilakukan pembangunan jalan dan jembatan. Koordinasi ini penting, sebab kerusakan sarana umum jalan dan jembatan disebabkan menurunkan kualitas sungai dan alur sungai.

"Sebaik apapun jalan dan jembatan yang kita buat, bila sungai tidak diperbaiki, akan sia-sia," ujar dia.

Putusnya sarana umum disebabkan oleh banjir atau air sungai yang tidak beraturan mengikuti alur. Karena itu, perlu normalisasi sungai agar tidak memberikan dampak yang lebih besar.

Normalisasi Sungai

Tsunami Palu dari NASA
Foto yang diabadikan oleh satelit NASA, Landsat 8, terkait gambaran sebelum dan sesudah tsunami Palu. (Dokumentasi NASA)

Pemerintah Kabupaten Sigi akan memprioritaskan normalisasi Daerah Aliran Sungai Bangga di Dolo Selatan guna mengantisipasi banjir saat musim hujan.

Bupati Sigi Moh Irwan di Sigi, membenarkan prioritas normalisasi sungai itu, sebab rawan banjir bandang. Beberapa waktu lalu, terjadi banjir bandang mengakibatkan puluhan rumah hanyut dan terendam, menyusul hujan deras mengguyur hulu sungai.

Kondisi DAS Bangga, katanya, cukup memprihatinkan karena terjadi pendangkalan dan banyak limbah kayu dalam sungai yang sudah tertimbun pasir dan batuan.

Ia mengatakan jika tidak segera dilakukan pengerukan, ketika banjir, airnya dipastikan meluap ke permukiman warga di beberapa desa di sekitarnya.

Banjir bandang selain karena fenomena alam, juga karena fungsi hutan terus berkurang akibat dampak pembukaan lahan untuk kebun masyarakat.

Apalagi, katanya, kalau hal itu terjadi di daerah aliran sungai, akan bisa menimbulkan banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu, Bupati Irwan mengimbau masyarakat tidak lagi membuka kebun baru di sepanjang DAS untuk mencegah banjir dan longsor.

Dia mengajak masyarakat menanam pohon, termasuk di lahan-lahan yang terlihat tandus karena?fungsi utama hutan sebagai daerah penyangga air untuk kebutuhan manusia maupun makhluk hidup lainnya.

Terkait hal itu, Bupati Donggala, Sulawesi Tengah, Kasman Lassa memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait lainnya untuk melakukan normalisasi sejumlah sungai untuk mencegah bencana banjir.

"Salah satu penyebab terjadinya banjir selama ini adalah karena alur sungai tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya untuk tempat mengalirnya air," kata Kasman Lassa

Menurut Bupati, Dinas Pekerjaan Umum harus segera menyusun rencana dan anggaran untuk penataan alur sungai agar ketika terjadi hujan di bagian hulu sungai, air tidak keluar dari alurnya yang kemudian menghantam rumah-rumah penduduk dan perkebunan, sawah atau tambak.

Saat ini, katanya, kondisi sungai di Kabupaten Donggala sangat mencemaskan karena alur sungai telah rusak. Selain mengembalikan alur, sebut Kasman, Dinas PU juga harus segera membangun talud atau dinding di sisi kiri dan kanan sungai untuk mencegah terjadinya erosi.

Ia juga meminta SKPD tersebut untuk merancang kembali jalan dan jembatan, agar posisinya lebih tinggi dari sugai.

"Ketika banjir, jembatan dan jalan kita pasti rusak, hal itu karena posisi sungai lebih tinggi ketimbang jalan dan jembatan. Akibatnya banjir menghatam rumah warga dan jembatan serta jalan raya," urainya.

Dirinya juga meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menyusun daerah tanggap darurat serta mengatur jalur evakuasi di daerah-daerah yang dinyatakan rawan bencana.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya