Liputan6.com, Palu - Penyintas bencana gempa dan Tsunami di Kota Palu diduga menjadi korban intimidasi oleh pemilik lahan Hunian Sementara (Huntara). Korban gempa palu ini diminta meninggalkan bilik huntara yang mereka tempati.
Puluhan penyintas penghuni huntara yang ada di Jalan Buvu Kulu, Kelurahan Kabonena, Kecamatan Ulujadi itu akhirnya mengadukan dugaan intimidasi oleh pemilik lahan huntara yang mereka tempati ke Kantor Kelurahan Kabonena.
Di depan Kepala Kantor Kelurahan Kabonena, para penyintas gempa Palu itu mengaku diintimidasi dengan cara pemutusan kabel listrik, penebangan tanaman konsumsi yang mereka tanam di halaman huntara, serta pengerahan orang-orang yang diduga preman yang membawa senjata tajam ke lokasi huntara.
Advertisement
Baca Juga
“Tadi pagi ( 8/01/2020 ) ada sekelompok orang dengan menggunakan truk dan membawa senjata tajam dating ke huntara, kami jadi takut,” Kata Indah Anwar ( 36 th ) salah satu penghuni huntara, di kantor kelurahan, Rabu, 8 Januari 2020.
Upaya mediasi antara penghuni huntara dan pemilik lahan yang dilakukan kepala kelurahan beberapa kali diwarnai adu mulut. Amran, pemilik lahan huntara korban gempa Palu, dalam mediasi itu mengaku hanya meminta satu bilik huntara saja untuk ditinggalkan penghuninya.
Menurut Amran, listrik dari bilik tersebut akan digunakan untuk penerangan jalan. Sementara mengenai tuduhan mengerahkan preman, Amran mengaku tidak tahu soal itu.
Pemilik Lahan Bantah Kerahkan Preman
“Saya tidak tahu soal itu (pengerahan preman). Yang pasti saya setiap malam di lokasi itu (huntara) untuk bersantai di belakang, gelap sekali di situ makanya saya gunakan listrik dari huntara itu untuk lampu,” ujar Amran.
Sementara, Kepala Kantor Kelurahan Kabonena, Yasir Syam, menegaskan kelurahan menjamin tidak ada penghuni huntara Buvu Kulu yang akan dikeluarkan atau diusir oleh pihak mana pun apalagi dengan cara-cara kekerasan.
Jika terjadi, Syam mengancam pelaku akan berhadapan dengan pemerintah kelurahan dan aparat keamanan. Meski begitu Syam mengaku tetap akan mencari solusi agar kedua belah pihak tidak lagi berseteru.
“Huntara itu hak penyintas, urusannya dengan pemerintah karena sudah ada kontrak 2 tahun antara Pemda dan pemilik lahan. Tidak boleh ada main usir-usir,” ucap Syam.
Situasi dapat dikendalikan setelah pihak kelurahan menjamin akan mencari solusi untuk kedua pihak. Huntara Buvu Kulu sendiri dibangun di atas lahan 1,5 hektare oleh kementerian PUPR pascabencana 28 September 2018 lalu.
Di lokasi ini ada 96 bilik yang disediakan untuk hunian sementara bagi penyintas yang kehilangan rumah akibat bencana likuefaksi di Kelurahan Balaroa dan Tsunami di Teluk Palu bagian barat.
Para penghuni huntara nantinya akan dipindahkan ke hunian tetap yang sedang dibangun pemerintah di beberapa titik di Kota Palu. Para penghuni huntara berharap pemerintah segera merampungkan hunian tetap untuk mereka tinggali agar bisa hidup dengan tenang, tanpa khawatir konflik dengan pemilik lahan.
“Sudah lama hunian tetap itu dijanjikan untuk kami, tapi sudah setahun lebih kami di sini (hunian sementara). Kami mau hidup tenang,” ucap Indah Anwar, salah satu penghuni huntara Buvu Kulu kepada Liputan6.com di bilik huntaranya.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement