Cerita Pengusaha Konveksi Asal Bandung Usung Konsep 'Green Company'

Inovasi di bidang usaha konveksi sebagian besar fokus pada mode dan desain kekinian namun melupakan dampak lingkungan akibat limbah yang dihasilkan

oleh Panji Prayitno diperbarui 15 Apr 2021, 22:01 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2020, 13:00 WIB
Cerita Pengusaha Konveksi Asal Bandung Usung Konsep Green Company
Cottonology produk usaha konvesi yang mengusung konsep Greeen Company berhasil masuk top selling ranked di platform ecommers Indonesia. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Semangat berusaha sambil menjaga lingkungan sudah tertanam dalam benak Carolina Danella Laksono. Perempuan kelahiran Bandung itu menyatakan akan terus konsisten tidak mencemari lingkungan.

Usaha kecil menengah yang dirintis Carolina ini sejak awal mengusung konsep green company. Menurut dia, tidak banyak pelaku usaha khususnya UMKM peduli terhadap dampak lingkungan.

"Di Jawa Barat misalnya, sungai Cilamaya, Cileungsi dan Citarum sudah tercemar limbah domestik dan limbah industri oleh pelaku usaha baik skala korporasi maupun menengah," kata CEO Cottonology saat berada di Cirebon, Sabtu (7/3/2020).

Padahal, selain merusak lingkungan, pelaku usaha juga dinilai telah melanggar hukum dan dianggap telah melakukan tindakan pidana. Menurutnya, pencemaran sungai oleh limbah cair merupakan salah satu contoh pelaku industri tidak peduli terhadap pelestarian alam.

Dalam menjalankan konsep usahanya, Carolina memanfaatkan kembali limbah hasil olahan produk di bidang fesyen. Limbah konveksi tersebut didaur ulang.

"Limbah ini merupakan hasil dari celupan benang yang dpintal untuk mendapatkan warna yang sesuai,” sebut dia.

Dia menyebutkan, berdasarkan data yang ia peroleh dari The Waste and Resources Action Programme (WRAP). Perkembangan industri mode yang begitu cepat mendorong produksi 80 miliar potong kain setiap tahunnya dan tumpukan pakaian senilai Rp2,5 triliun ditemukan di tempat pembuangan sampah.

Sementara itu, usaha yang dirintis Carolina sudah memproduksi ratusan item pakaian per hari.

“Kalau dilihat dalam kacamata industri, banyak sekali limbah yang kami hasilkan. Namun karena sejak awal kami berorientasi pada keberlangsungan lingkungan hidup di sekitar pabrik, maka limbah yang kami hasilkan pun bisa didaur ulang sehingga tidak menimbulkan bahaya," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Ramah Lingkungan

Cerita Pengusaha Konveksi Asal Bandung Usung Konsep Green Company
Cottonology produk usaha konvesi yang mengusung konsep Greeen Company berhasil masuk top selling ranked di platform ecommers Indonesia. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Limbah hasil olahan tekstil tersebut dapat melepaskan racun dan emisi metana ke udara. Bahkan serat-serat mikronya bisa masuk ke saluran air.

"Jika tidak diantisipasi, industri mode nantinya akan menjadi penyumbang polusi dua terbesar setelah minyak,” ungkap pengusaha muda lulusan bidang studi ekonomi politik ini.

Dia menjelaskan, ada dua pencemaran yang harus diantisipasi dalam proses produksi pakaian. Yakni saat produksi berlangsung dsn saat produk tersebut digunakan oleh masyarakat.

Menurut dia, konsep green company merupakan keharusan bagi perusahaan dalam skala apapun saat ini.

“Kami menggunakan bahan katun organik, maka tidak akan merusak lingkungan baik saat pembuatan maupun perawatan karena tidak membutuhkan bahan kimia," ujar dia.

Dalam menjalankan usahanya, ia tidak ingin fokus hanya pada pencapaian dari sisi bisnisnya saja, namun juga kontribusi dari sisi sosial dan lingkungan.

Oleh karena itu, Cottonology melibatkan banyak penjahit lokal terutama yang berada di sekitar Bandung. Mereka terdiri dari perajin rumahan, individu bahkan perajin lepas.

“Dari sisi lingkungan, kami berusaha meminimalisir pencemaran zero tolerance sehingga Cottonology menjadi UMKM yang ramah lingkungan," ujar dia.

Cottonology berhasil masuk top selling ranked di platform ecommers Indonesia seperti Shopee, Lazada, BliBli, Tokopedia dan Zalora. Saat ini produk asli dalam negeri tersebut telah membuka 60 top-up store di 30 kota dan telah menjual lebih dari 400 ribu item pakaian pria di seluruh Indonesia.

“Proses produksi kami tangani dari hulu ke hilir, jadi kami bisa memantau dari sisi lingkungannya sehingga benar-benar terjaga dari proses pencemaran. Selain itu, dari sisi bisnis, dampaknya terasa pada harga yang jauh lebih terjangkau sehingga pasar kami masuk ke semua kalangan,” kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya