Karut-marut Dugaan Penjualan Kredit Macet Proyek Jaringan Pipa Avtur Pertamina

Kejati Sulsel fokuskan penyelidikan dugaan penjualan kredit macet proyek milik Pertamina yang bernilai Rp155 miliar. Dikabarkan, kredit macet proyek dijual ke perusahaan sirup, apa benar?

oleh Eka Hakim diperbarui 09 Jun 2020, 01:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2020, 01:00 WIB
Kepala Kejati Sulsel, Firdaus Dewilmar memerintahkan penyidik lakukan penyelidikan mendalam dugaan korupsi proyek pembangunan jaringan pipa distribusi avtur milik Pertamina senilai Rp155 miliar (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Kepala Kejati Sulsel, Firdaus Dewilmar memerintahkan penyidik lakukan penyelidikan mendalam dugaan korupsi proyek pembangunan jaringan pipa distribusi avtur milik Pertamina senilai Rp155 miliar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Kredit macet proyek pembangunan jaringan pipa distribusi avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin milik PT Pertamina dikabarkan dijual ke sebuah perusahaan sirup di Makassar.

Kontrak pekerjaan proyek ratusan miliar milik PT Pertamina tersebut awalnya dijaminkan ke tiga bank untuk mendapatkan kredit, salah satunya bank pelat merah.

Meski pekerjaan proyek itu digemborkan telah rampung sekitar 80 persen, tetapi belakangan terendus kabar jika pengerjaannya mangkrak dan hingga saat ini belum dapat difungsikan.

Manager Comunication PT Pertamina, Hatim Ilwan dikonfirmasi belum memberikan jawaban. "Nanti saya telepon yah," singkat Hatim via pesan singkat, Senin (8/6/2020).

Sikap yang sama juga ditunjukkan Kepala Regional CEO Sulawesi dan Maluku Bank Mandiri (Persero Tbk), Angga Erlangga Hanafie saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut.

Ia memilih tak menanggapi pesan konfirmasi yang dilayangkan Liputan6.com meski pesan konfirmasi tersebut tampak telah dibacanya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar mengatakan pihaknya hingga saat ini masih terus mendalami adanya aroma korupsi pada proyek pembangunan jaringan pipa distrubusi avtur milik PT Pertamina yang telah menelan anggaran ratusan miliar tersebut.

"Penyelidikan masih berjalan dan sudah banyak yang diperiksa terkait itu," ucap Firdaus saat ditemui di Kantor Kejati Sulsel, Senin (8/6/2020).

Mengenai kabar penjualan kredit macet proyek jaringan pipa distribusi avtur yang dimaksud oleh tiga bank di antaranya Bank Mandiri, Firdaus mengatakan pihaknya sementara mendalami hal tersebut.

"Tim sedang mendalami semuanya," ucap Firdaus.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Idil mengaku hasil penyelidikan sementara ditemukan adanya pencairan kredit dari tiga bank yakni Bank Mandiri, BCA, dan Permata dengan menjaminkan kontrak pekerjaan proyek jaringan distribusi pipa avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang bernilai Rp155 miliar tersebut.

"Terkait kredit macet dari kegiatan itu kemudian dikabarkan dijual ke perusahaan sirup, itu sedang dalam proses penyelidikan mendalam," ujar Idil saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin (8/6/2020).

Selama penyelidikan berlangsung, beber mantan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pare-Pare itu, tim telah memeriksa sejumlah pihak PT Pertamina meski sifatnya ada yang masih dalam tahap untuk dimintai dokumen mengenai proyek tersebut.

Tujuan dari Penyelidikan, lanjut Idil, untuk mengetahui penyebab mangkraknya proyek yang menelan anggaran ratusan miliar itu.

"Jika nantinya ditemukan ada unsur dugaan korupsinya, tentu kita akan proses lebih lanjut," tegas Idil.

Sebelumnya, Pegiat Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Angga Reksa mengaku mendukung penuh langkah penyelidikan Kejati Sulsel terhadap megaproyek milik Pertamina yang mangkrak tersebut.

Hanya saja, kata dia, Kejati Sulsel harus transparan dan tetap profesional nantinya dalam mengusut tuntas adanya dugaan korupsi pada proyek milik PT Pertamina itu.

"Aroma korupsi pada mangkraknya proyek tersebut sangat tampak sekali. Kita harap penyelidikan betul-betul maksimal dan segera ada kepastian hukum," ungkap Angga.

Manager Comunication PT Pertamina, Hatim Ilwan juga sempat membantah bila proyek tersebut dikabarkan mangkrak. Menurutnya, pengerjaan proyek yang dimaksud sudah terlaksana 80%.

Adapun kegiatan pembongkaran pipa jaringan yang ditanam di bawah tanah area Bandara, kata dia, itu dilakukan mengondisikan adanya pembangunan perluasan Bandara oleh PT Angkasa Pura.

"Jadi dibongkarnya bukan karena kesalahan spek," Humas Pertamina Makassar, Hatim menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Prediksi Difungsikan September 2018

Pihak PT Pertamina sempat menyampaikan jika jaringan pipa distribusi avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin diproyeksikan mulai dipergunakan pada September 2018.

Roby Hervindo, Area Manager Communication dan Relation Pertamina MOR VII Sulawesi saat itu mengatakan pengerjaan fisik dari jaringan pipa (pipeline) itu sudah mencapai 70 persen dari total panjang jaringan yang direncanakan sepanjang 22 kilometer.

Jaringan pipa khusus avtur tersebut, kata dia, menghubungkan tangki penyimpanan milik perseroan yang berada di Pelabuhan Makassar dengan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Pertamina yang berada di kawasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

"Konstruksi fisiknya (pipeline) sudah 70 persen. Jika tidak ada kendala, diperkirakan September 2018 nanti sudah bisa digunakan untuk distrubusi avtur ke bandara," kata Roby, Kamis, 22 Februari 2018.

Ia berharap seluruhnya berjalan sesuai dengan perencanaan tanpa kendala berarti sehingga optimalisasi penyaluran avtur bisa lebih ditingkatkan.

Adapun infrastruktur pipeline itu dipersiapkan, kata dia, tujuannya untuk memangkas durasi distribusi avtur yang selama ini masih menggunakan angkutan truk tangki.

"Sebagai perbandingan, kapasitas distribusi pipeline itu mampu mencapai 200 kilo liter (KL) per jam sedangkan melalui truk tangki dengan kapasitas 245 kiloliter (KL) per empat jam," terang Roby saat itu.

Pembangunan jaringan pipa pun, lanjut dia, sejalan dengan permintaan avtur oleh Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang terus meningkat ekuivalen dengan penerbangan yang semakin aktif.

Kecepatan dalam suplai avtur menjadi hal yang mutlak dilakukan Pertamina agar menekan potensi terjadinya gangguan jadwal penerbangan lantaran keterlambatan pengisian bahan bakar.

"Konsumsi avtur dalam kondisi normal di Bandara Hasanuddin itu secara retara mencapai 600 KL hingga 700 KL per hari," ucap Roby.

Dengan begitu, kata dia, konsumsi avtur mencatatkan grafik peningkatan setiap tahun mengikuti pergerakan pesawat di Bandara Internasional Sultan Hasanudin yang merupakan hub untuk Wilayah Timur Indonesia.

"Kapasitas tangki di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Sultan Hasanuddin mencapai 8.000 KL sedangkan kapasitas penyimpanan avtur di TBBM Makassar 6.400 KL," Roby menandaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya