Didakwa Siksa Istri, Perwira Polisi di Bengkulu Divonis 2 Tahun Penjara

Dalam laporannya, AMS mengaku dianiaya dalam rentang waktu bulan April 2018 hingga Februari 2019

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 20 Jun 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2020, 12:00 WIB
Tersandung Kasus KDRT Perwira Polisi Bengkulu Divonis 2 Tahun Penjara
Majelis hakim PN Bengkulu menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada salah seorang perwira pertama atas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu yang diketuai Rizal Fauzi bersama hakim anggota Hascahyo dan Candra Gautama menjatuhkan vonis hukuman pidana selama dua tahun penjara kepada Inspektur Polisi Satu (Iptu) M. Perwira pertama di jajaran Kepolisian Daerah Bengkulu ini tersandung kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT terhadap istrinya sendiri.

Majelis hakim berkeyakinan Iptu M bersalah, berdasarkan keterangan para saksi dan alat bukti yang diajukan di dalam persidangan atas kasus yang dilaporkan istri terdakwa AMT (29). AMT sendiri adalah seorang sarjana kedokteran yang dinikahi terdakwa pada bulan Februari tahun 2018 silam.

Terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 44 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

"Menjatuhkan hukuman dua tahun pidana penjara terhadap terdakwa," ucap Rizal saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama PN Bengkulu Jumat 19 Juni 2020.

Terdakwa Iptu M dilaporkan korban AMS sang istri ke Mapolda Bengkulu pada tanggal 23 September 2019 dengan Laporan Polisi nomor: LP/B/944/IX/2019/Polda Bengkulu. Dalam laporannya, AMS mengaku dianiaya dalam rentang waktu bulan April 2018 hingga Februari 2019 di Polsek Maje Kabupaten Kaur, Bandar Lampung dan Polsek Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara.

Korban juga mengaku selalu mendapat tindakan kekerasan berupa pemukulan yang mengakibatkan cedera fisik. Ini dibuktikan dengan hasil visum yang diajukan yang menerangkan terdapat pergeseran pada tulang rahang dan cedera pada mata bagian bawah.

Terdakwa Iptu M melalui kuasa hukumnya Danny Apeles dan rekan menyatakan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim belum memenuhi rasa keadilan. Sebab hanya satu alat bukti yang dijadikan patokan dalam memutus perkara ini. Sedangkan alat bukti dan saksi pembanding yang mereka ajukan di muka persidangan diabaikan.

"Atas putusan ini kami nyatakan pikir-pikir dulu dan akan berkonsultasi dengan klien kami secara rinci," kata Danny.

Mereka berkeyakinan dakwaan yang dilajukan terdakwa terhadap korban tidak bisa dibuktikan. Ini sangat jelas digambarkan dalam nota pembelaan yang diakukan pada persidangan sebelumnya. Bukti yang diajukan sangat valid dan keterangan para saksi membantah empat peristiwa yang digambarkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pertama perbuatan dilakukan di Polsek Maje, saat peristiwa yang dilaporkan itu, posisi terdakwa sudah tidak ada di Polsek Maje. Di sisi lain, saat itu, menurut kuasa hukum terdakwa, korban sedang berada di Medan.

Peristiwa kedua di Kecamatan Batik Nau Bengkulu Utara, tidak ada saksi yang melihat adanya KDRT yang dilakukan terdakwa terdahap korban. Empat saksi yang diajukan, semuanya menyatakan tidak melihat terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan terdakwa terhadap korban.

"Salah satu saksi yang kami ajukan setiap hari bersama dengan terdakwa menyatakan tidak pernah melihat adanya KDRT," tegas Danny.

Saksi juga menyatakan tidak melihat adanya bekas-bekas kekerasan seerti yang digambarkan korban bahwa seminggu dua kali dipukuli, diinjak-injak, ditendang dan sebagainya.

Dalam nota pembelaan peristiwa yang ketiga adalah tindak kekerasan saat terdakwa dan korban dalam perjalanan dari Lampung ke Bengkulu. Tidak ada saksi yang melihat adanya kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap korban.

Dua orang saksi yang bersama-sama dalam perjalanan itu juga menyatakan tidak melihat adanya tindakan seperti yang dilaporkan korban. Berikutnya TKP Pantai Berkas. Dalam peristiwa ini, yang ada adalah, korban marah-marah terhadap terdakwa, karena meninggalkan korban di lokasi.

Pihaknya menghadirkan enam orang saksi dan bukti itu didukung hasil forensik dan rontgen. jika pun ada tindak kekerasan, hal itu sudah lama terjadi, sebab antara perbuatan yg digambarkan JPU pada Februari 2019 dan baru dilaporkan September 2019.

"Kami menduga ini dilakukan karena korban tidak mau bercerai denga terdakwa, sebab hingga kasus ini bergulir di persidangan pada PN Bengkulu, korban masih berkomunikasi dengan terdakwa," kata Danny Apeles.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya