Liputan6.com, Bangkalan - Sudah tiga hari tidur Abdul Aziz tak nyenyak karena pupuk. Siang sampai malam, petani silih berganti mendatangi rumah Anggota DPRD Bangkalan ini, di Desa Keleyan, Socah, sejak Rabu (28/10) lalu.
Mereka datang tak sekadar berkeluh kesah tentang betapa sulitnya mendapatkan zat kimia penyubur tanaman itu. Tapi juga memaksa Aziz menjual pupuk di kiosnya.
Sebelum jadi 'wakil rakyat', agen pupuk bersubsidi adalah profesi lama yang ditekuni Abdul Azis hingga kini.
Advertisement
Baca Juga
Namun menjalani dua profesi sekaligus membuat posisi politikus PPP itu dilematis ketika menghadapi petani. Sebagai wakil mereka di DPRD, ia hanya bisa menampung keluhan itu. Tapi tak bisa menjual pupuk di kiosnya karena terbentur aturan zonasi.
Sesuai izin, pupuk bersubsidi di kios Aziz hanya untuk petani Desa Kelayan dan Jaddih. Sementara mereka yang datang adalah petani dari Kecamatan lain.
Tapi akhirnya hati Aziz luluh juga. Iba melihat seorang petani yang bertahan di rumahnya hingga malam sambil menggendong anak, ia akhirnya mengizinkan beberapa petani membeli pupuk itu. Aziz tahu dan sudah siap dengan segala konsekuensi atas keputusannya itu.
Dan kabar baik di saat sulit cepat menyebar. Esok harinya, petani lain dari Kecamatan Kamal datang lagi, dengan jumlah tak kalah banyak, karena mendengar tetangganya bisa membeli pupuk di kios Aziz.
Hingga Jumat siang, Aziz dan keluarganya kewalahan meladeni petani yang tengah was-was benih jagung mereka gagal tumbuh karena tak dipupuk.
Khawatir situasi menjadi tak terkendali, Aziz mendatangkan Kapolsek Socah AKP Hartanta untuk membantunya menjelaskan ihwal zonasi penjualan pupuk bersubsidi.
Setelah berdebat sengit dengan petani, Hartanta berhasil meyakinkan mereka untuk pulang dan mengadukan semua kesulitan memperoleh pupuk itu ke camat setempat.
"Tiap Kecamatan sudah ada jatah pupuknya. Kalau sampean beli di sini, akan menimbulkan gejolak. Tolong para pejabat di kecamatan, jangan membiarkan rakyatnya," kata Hartanta.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Beli Pupuk Wajib Pakai Kartu Tani
Masalah pelik perpupukan ini, bermula ketika Dinas Pertanian Bangkalan mulai menerapkan pembelian pupuk bersubsidi memakai kartu tani per 1 September 2020.
Dengan kebijakan itu, pupuk hanya bisa dibeli lewat kelompok tani (poktan). Poktanlah yang mengusulkan jumlah kebutuhan pupuk anggotanya ke Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di tiap kecamatan untuk kemudian diserahkan ke distributor.
Masalahnya, kata Abdul Aziz, ketika program kartu tani diberlakukan, banyak petani yang belum terdata. Dia memperkirakan dari ratusan ribu petani di Bangkalan, baru 21 ribuan yang terdata dalam kelompok tani.
Mereka yang telah terdata pun hingga kini belum mendapatkan kartu tani yang pembuatannya bekerja sama dengan sebuah bank. Sehingga penyetakan kartu itu dikabarkan baru rampung pada 2021.
Sebenarnya, potensi kekosongan pupuk itu telah diantisipasi Pemkab Bangkalan lewat pembelian pupuk dengan metode usulan langsung dari kelompok tani.
Namun menurut Abdul Aziz, metode ini agak ribet dan memakan waktu karena untuk kebutuhan pupuk satu petani, harus mengisi formulir hingga empat rangkap.
Untuk menyelesaikan pengisian form usulan pupuk di Desa Keleyan misalnya, Aziz sampai menyewa sejumlah mahasiswa agar mendata langsung ke rumah tiap petani bersama penyuluh pertanian.
"Petani disuruh ngisi form begituan, mana bisa. Sebulan gak akan selesai, makanya harus jemput bola," ungkap dia.
Sebab itu, kata Aziz, bila di agen lain pupuk kosong sementara di kiosnya pupuk bersubsidi tersedia, itu hanya karena dia lebih dulu menyelesaikan pengisian form kebutuhan pupuk petani di zonanya.
"Kalau pupuk kosong, berarti belum menyetorkan form kebutuhan pupuk petani ke distributor," kata dia.
Advertisement